Kurikulum Merdeka: Mendorong Pembelajaran yang Berpusat Pada Murid (Bagian 2)
HTML-код
- Опубликовано: 8 сен 2024
- #SahabatDikbud, kali ini Sapa Pendidikan kembali menyapa #SahabatDikbud melalui episode “Kurikulum Merdeka: Mendorong Pembelajaran yang Berpusat pada Murid” dengan menghadirkan Ibu Khairina Lubis (Guru SMA Negeri 1 Meranti Sumatera Utara), Ibu Etika Indah Febriani (Guru SDN 1 Pringsewu Timur Lampung), dan Bapak A. Budiyanto (Guru SDIT Salsabila Al Muthi'in Yogyakarta).
Sapa Pendidikan kali ini membahas berbagai praktik baik dari implementasi Kurikulum Merdeka di sekolah masing-masing dan dimoderatori oleh Kepala BSKAP Kemendikbduristek.
Yuk, #SahabatDikbud saksikan penjelasan selengkapnya melalui kanal resmi RUclips BSKAP Kemendikbudristek!
#MerdekaBelajar
#KurikulumMerdeka
#P5
Saya setuju dengan cara mengajar bu rina, dia mengelompokkan siswa dari yang bisa soal paling susah sampai soal yang tidak susah. Jadi anak bisa belajar dan mengerjakan sesuai kemampuan masing-masing
Bagus banget buat anak supaya tidak minder karena setiap anak punya kelebihan di bidangnya masing-masing
Keren sih jadi guru bisa menyesuaikan dengan kebutuhan murid
Goodjob sih kurikulum Indonesia terus mengikuti zaman
Betul sih setiap anak pasti punya potensi dan keahliannya masing-masing. Jadi dengan adanya kurikulum ini mereka bisa menonjolkan keahliannya mereka masing-masing
Setuju sih, seharusnya guru BK tidak harus melulu tentang murid yang bermasalah tapi untuk murid yang ada kendala saat pembelajaran
Bener banget, kesulitan belajar juga harus jadi isu yang harus diperhatikan karna ada faktor kondisi keluarga yang berbeda beda
Bisa dicoba tuh untuk tenaga pengajar yang lain, untuk anak SD. Di awal orang tua disuruh mengisi google form supaya guru tau si anak potensinya di bidang apa. Supaya bisa lebih dikembangkan juga di sekolah
Keren banget sama kurikulum ini, guru bisa lebih kreatif
Tapi masih banyak guru yang masih kesulitan dalam mengimplementasikan dan menerapkan kurikulum merdeka ini
Inget bgt dulu temen sekolahku yang gak bisa berhitung selalu dapat hukuman padahal kemampuan berhitung setiap anak gak bisa disamaratakan, sekarang aku sadar itu termsuk praktek diskriminasi
Dulu saya suka banget di bidang seni, dan tidak dilihat oleh guru. Coba kalau kurikulum ini sudah ada dari zaman dulu pasti belajar lebih asik hehehe
Saya dulu kalau pelajaran KWU paling semangat banget tuh, dagang sama temen-temen. Masak bareng-bareng apalagi kalau ditambah ada bazar
Perhitungan dasar wajib banget dikuasai karna itu sangat dipakai seumur hidup, akan banyak moment yang kita gak bisa mengandalkan alat untuk berhitung
Relate banget apa yang dibilang Ibu Khairina, sekarang saya sudah kepala tiga tapi banyak teman yang seumuran saya gak bisa hitungan positif/negative, aljabar, dan persamaan karna terjebak di pemahaman yang salah waktu masih sekolah
Keren pak Abi👍
Bener sih pengalaman saya dulu kalau belajar berhitung dan tidak paham itu bingung dan malah lanjut ke bab berikutnya. Atau kadang-kadang guru memberi soal dan saya sudah mengerti tapi pas disuruh mengerjakan dengan soal yang berbeda jadi susah lagi dipahami
mantap
Hahaha bener juga sekarang anak-anak dan orang tua sudah mahir teknologi karena dipaksa oleh keadaan saat pandemi
Ada beberapa orang yang merasa diberatkan tentang projek P5 ini karena mengeluarkan biaya yang besar, padahal sebenarnya kan gak harus yang gimana-gimana ya. Asal kita ada solusi lain seperti yang dikatakan bu rina, pakai yang ada di sekolah.
Kalau dari pendidika non akademiknya sudah dikurangi, apakah sistem rekrutmen di dunia kerja bisa mengikuti juga?
Untuk murid SD emang sudah maksimal dalam mengimplementasikannya?
Apakah ada dampak di kurikulum ini yang mengurangi materi belajar?
Bener banget, kesulitan belajar juga harus jadi isu yang harus diperhatikan karna ada faktor kondisi keluarga yang berbeda beda