*USUL DARI GURU SENIOR* hasil pengamatan selama 28 th menjadi Guru. 1. *_BELENGGU BEBAN MENGAJAR 24 JAM sesuai Sertifikat Pendidik_* Sebaiknya beban mengajar 24 jam sesuai sertifikat pendidik dapat dipenuhi dengan pembagian sebagai berikut: • 18 jam mapel sesuai dengan sertifikat pendidik. • 6 jam tambahan dengan mengajar mata pelajaran lain jika diperlukan. Hal ini dapat mengatasi berbagai masalah yang sering terjadi di lapangan. Misalnya, ketika guru mata pelajaran tertentu pensiun dan belum ada penggantinya, sekolah sering kali harus mencari solusi dengan mengangkat guru honorer. Padahal, pengangkatan guru honorer sebenarnya dilarang. Kecuali, menjelang pensiun sudah diangkat guru baru sebagai pengganti. Namun banyak juga kasus, pensiun lebih awal karena alasan tertentu yang tidak bisa diprediksi. Dengan aturan yang lebih fleksibel, tambahan 6 jam dari mata pelajaran lain dapat membantu memenuhi beban 24 jam tanpa perlu mengangkat guru honorer. Solusi ini juga memungkinkan guru untuk tetap fokus di sekolah induknya, tanpa perlu menambah jam mengajar di sekolah lain jika beban 24 jam belum terpenuhi di sekolah induk. Pendekatan ini tidak hanya memberikan fleksibilitas bagi guru, tetapi juga membantu sekolah mengelola sumber daya manusia dengan lebih efisien. 2. *_PENGANGKATAN KEPALA SD & SMP_* Saat ini, fakta menunjukkan bahwa tidak banyak guru yang berminat untuk menjabat sebagai Kepala SD atau SMP. Bahkan, kecenderungan untuk menghindari posisi ini semakin meningkat. Ironisnya, justru guru-guru potensial yang sering kali tidak tertarik dengan jabatan ini. Jika dilihat dari sisi penghasilan, selisih tunjangan Kepala Sekolah dibandingkan dengan jabatan fungsional guru hanya sekitar Rp200.000. Tentunya, angka ini tidak sebanding dengan tanggung jawab besar yang harus diemban oleh Kepala Sekolah. *Saran:* • Sebaiknya Kepala Sekolah dipilih dari guru yang sudah ada di sekolah tersebut. • Proses pemilihan dilakukan secara demokratis, melibatkan pendidik, tenaga kependidikan, dan pengurus Komite Sekolah. • Masa jabatan Kepala Sekolah dibatasi untuk periode tertentu. Dengan pendekatan ini, orang-orang terbaik yang sudah memahami kondisi sekolah akan menjadi pemimpin. Guru yang telah bertahun-tahun beradaptasi dengan lingkungan sekolah akan lebih mampu mengambil kebijakan yang tepat, berdasarkan pemahaman mendalam tentang sekolahnya. Sebaliknya, Kepala Sekolah yang berasal dari sekolah lain sering kali membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Akibatnya, kebijakan yang diambil sering kali kurang tepat karena pemahaman terhadap kondisi sekolah masih dangkal. 3. *_JAM KERJA dan JATAH CUTI GURU JANGAN DISAMAKAN ASN LAIN._* Ada 3 tugas utama Guru, *Perencana, Pelaksana dan Penilai.* Sebagai perencana, *_Sebelum_* mengajar di kelas guru wajib menyiapkan materi ajar, desain mengajar, media yang menarik dll. *_Setelah_* mengajar masih harus mengkoreksi pekerjaan siswa, membuat tindak lanjut dan mengolah nilai. Bahkan, pada waktu tertentu, guru juga perlu melakukan kunjungan ke rumah siswa. Seluruh aktivitas sebelum dan setelah mengajar ini sebagian besar tidak dapat dilakukan pada jam sekolah, karena selama jam sekolah guru fokus memberikan layanan kepada siswa. Dengan demikian, beban kerja guru jauh lebih kompleks dan memerlukan perhatian khusus dalam pengaturan jam kerja dan jatah cuti mereka. 4. *_BEBASKAN GURU DARI BEBAN ADMINISTRASI yang tidak berhungan langsung dengan pembelajaran._* Seperti PMM (Program Merdeka Mengajar), meskipun tujuannya baik untuk meningkatkan kualitas guru, kenyataannya justru menjadi beban. Banyak guru merasa terbebani hingga ada manipulasi sertifikat dan pelatihan. Waktu yang seharusnya digunakan untuk mengajar, membuat media pembelajaran, atau menilai siswa malah habis untuk mengurus PMM dan kegiatan administratif lainnya. Bahkan, tidak jarang guru terpaksa mengorbankan waktu mengajar demi menyelesaikan PMM. Akan lebih efektif jika kinerja guru diukur melalui laporan nyata dari kegiatan belajar-mengajar, seperti: • Absensi siswa. • Nilai harian. • Jurnal mengajar. • Media pembelajaran yang dihasilkan. Dengan fokus pada hasil nyata ini, guru yang belum mampu membuat media pembelajaran yang baik akan terdorong belajar secara sukarela dari berbagai sumber. Jadi, sertifikat pelatihan bisa menjadi pendukung, tetapi bukan yang utama. 5. *_REKRUITMEN GURU yg KOMPETEN & Pertimbangkan GENDER._* Saat ini, kualitas pendidikan di Indonesia dirasakan berada pada titik yang mengkhawatirkan. Salah satu penyebab utamanya adalah kebijakan 15 tahun lalu yang menyerahkan proses rekrutmen guru kepada pemerintah daerah sebagai bagian dari otonomi daerah. Pada masa itu, praktik kolusi dan nepotisme _cetho welo-welo_ terang benderang. Akibatnya, hasil seleksi guru yang diterima kualitasnya rendah. Pendidikan yang baik mustahil terwujud jika kualitas guru tidak memadai. Seperti pepatah yang mengatakan: *_KUALITAS SEKOLAH TIDAK AKAN LEBIH TINGGI DARI KUALITAS GURUNYA._* Selain aspek kompetensi, sudah saatnya seleksi guru juga mempertimbangkan aspek gender. Berdasarkan data Databoks 2023, sebanyak 70,84% guru di Indonesia adalah perempuan, sedangkan guru laki-laki hanya 29%. Ketimpangan ini memiliki beberapa dampak, terutama dalam konteks efektivitas pendidikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Guru perempuan memiliki keterbatasan seperti cuti melahirkan yang dapat memengaruhi keberlangsungan proses belajar-mengajar. 2. Dalam konteks agama, guru perempuan umumnya tidak dapat menjadi imam salat untuk siswa laki-laki. 3. Guru perempuan sering kali menjadi sasaran pelecehan oleh siswa yang kurang disiplin. 4. Ada kecenderungan beberapa guru perempuan merasa ragu atau tidak tegas dalam menegur siswa yang melanggar aturan. Dengan demikian, diperlukan kebijakan rekrutmen yang tidak hanya berorientasi pada kompetensi tetapi juga mempertimbangkan keseimbangan gender. Hal ini penting agar sistem pendidikan menjadi lebih baik dan efektif di masa mendatang. _Dari Guru SMP yg sudah mengabdi 28 tahun._
Guru yang riil.di negeri guru smp dan sma. Kita di sd negeri lebih banyak lagi tuntutannya.. Apalagi ekstra2 guru juga yg mengajar karena keterbatasan dana.. belum lagi tugas tsmbahan yg diberikan seperti bendahara, memyusun laporan keuangan dan lain2.. smp dan sma pinya TU.. kita guru SD jarus menghadle semua.. sedangkan tugas kita di sd lebih berat.. bgmn pendidikan dasar berjalan, kalau gurunya saja dibebani tugas tanbahan sehingga tugas utama terpinggirkan
Setuju sekali. sebaiknya penilaian apapun terkait profesionalitas guru, saring saja melalui kineja guru sebagai guru, bukan TU dan administrasi berjibun. Apa yg dijelaskan Bu Itje di atas, sangat normatif. UN bisa diatasi dengann penyesuaian tiap daerah, jika dianggap menyulitkan karena harus disamakan seluruh daerah. Buat saja UD misalnya, yang dianggap relevan dengan kondisi regional wilayah/daerah masing2. Tetapi jka dipikirkan lebih mendalam, maka harus ada tolok ukur nasional sebagai target utama pencapaian kurikulum nasional. jika semua menuruti kebijakan karena mental anak anak takut begini dan begitu, kondisi anak sekarang berbeda, dunia digital sangat memengaruhi, pengaruh media sosial sangat burukkkk.... maka UN menjadi titik balik kembali ke asal. sebab anak anak sekarang bukan pembelajar. tidak punya daya saing, malas, santai, karena pengaruh kebijakan kurikulum yg selama ini berjalan.
Benar, yg dibutuhkan itu bukan nilai, tapi kompetensi. Dan kompetensi di-assess, "dinilai", bukan diuji atau di-test. Titik krusialnya ada di assessment, ada banyak ketidakjujuran di sini. Itu dibuat oleh assessornya, yaitu guru. Ada banyak anak menerima "sertifikat pelari cepat" padahal mereka masih latih melangkah. Karena itu test dibutuhkan utk memastikan kualiatas assessment yang telah dibuat.
sekrang bagimna guru mau jujur,,, kasi nile sdkit ortu protes,,, anak blum lulus kompetensi nyatanya ga bisa tinggal kls pdhal di jengjang selanjuty dia harus menguasai kompetensi lainya yg lbh tinggi. Sistemnya jg harus dirubah UUDnya jg klo perlu perbaiki semuanya. Sekrang guru pda takut sma Ortu. Anak pda berani sma Guru. Ga hanya krusial di assesmen tpi juga karanter akhlaknya. Ortu blum bsa memotivasi anaknya untuk bner2 khidmat ke guru untuk dpat ilmu Itu yg terjdi dibanyak fenomena sekrang
Betul. Sebenernya UN itu kan jg untuk assessment/penilaian.. Jd intinya adalah anak didik butuh penilaian/ujian, krn mrk mmg butuh suatu tujuan. Hanya saja ini penilaian yg bagaimana kan hrs ditelisik dulu. Dan bener klo kompetensi itu harus di-assess. Dlu waktu saya jaman SMA pas banget KBK, kurikulum berbasis kompetensi. Mmg berat wktu itu, tp bagusnya mmg dilatih kompetensi"nya. Lalu dunia kerja itu kan isinya..apa yg dialami dll kan nggak sama seperti apa yg diajarkan di sekolah.. kayak ada gap gt.. nah itu sbnrnya jg hrs diajarkan di sekolah
Ayo kalau mau anak kita berkualitas kita sama2 mendidiknya dengan benar, disekolah diajar dididik oleh bapak ibu guru dgn tepat, dirumah dilanjutkan oleh orang tua yg mengontrol dgn tepat juga ,karena pendidikan itu berawal dari keluarga, lingkungan, baru sekolah. Itu yg harus kita pahami
Seharusnya hubungan orang tua dan sekolah itu seperti hubungan perias cake dengan kliennya. Anak ibarat cake yang dibuat sendiri oleh orang tua di rumah, mau bantat, gosong, kurang manis, kemanisan, mentah tengah, atau berbau amis. Penanggungjawab cake adalah pembuatnya (orang tua). Sekolah ibarat perias cake hanya memoles dengan pondan yang lentur tapi manis bertekstur atau dengan krim yang ringan manis dan lembut, mudah diolah tapi rapuh. Karakter, daya juang, ketahanan bahkan kecerdasan (dan segala perangkatnya) anak itu diciptakan dari rumah. Utamanya oleh Ibu yang seharusnya dilengkapi oleh ayah. Jadi apapun sistemnya tidak akan menggoyahkan kepribadian anak. Jangan sekali2 mengabaikan perjuangan anak, walau tidak semua banyak memang anak yang penilaiannya di atas kertas mengagumkan tetapi terlihat tidak punya kompetensi ketika di lapangan. Bukan berarti curang atau kertas hasil ujiannya tidak bisa mengatakan apa2. Tetapi ingatlah pada cake dasar tadi. Ada anak yang sama sekali tidak mau memperlihatkan kompetensinya (anak saya contohnya). Dia akan diam saja kalau tidak ditunjuk, tidak akan menjawab atau bicara kalau tidak ditanya. Masih untung karena anak saya suka ikut perlombaan, sehingga kemampuannya teruji. Sebaliknya kakaknya secara di atas kertas punya angka tidak sehebat adiknya, tapi hobi sekali menunjuk2an kompetensinya, baginya salah atau bahkan malu itu urusan belakangan yang penting tampil dulu. Jadilah, kakak lebih sering kejedot dulu lalu belajar lagi. Masuk PTN juga melalui jalur SNBP tuh Terus apakah PT dan perusahaan tidak percaya dengan nilai2 anak saya, karena kepribadian dan karakter "diam" anak saya di lapangan terbukti tidak tuh. Masuk PTN melalui jalur SNBP, setahu saya untuk masuk melalui jalur ini yang dilihat juga hasil ujiankan? Ujian Semester dari SMT 1 sampai dengan SMT 5. Saat masuk kuliah semester 3 saja dia sudah dilibatkan profesor di fakultas arsitektur di salah satu PTN terkemuka untuk menjadi asistennya. Jadi pendidikan memang harus ada standarnya dan terkait berkelindan dengan sejarah. Dah guru2 tugasnya mengajar bukan main aplikasi. Zonasi dihapus deh biar bergelora lagi semangat kompetensi melalui tes masuk dan nilai ujian akhir (boleh apa aja namanya tapi bukan sekolahnya yang di assasment kayak sekarang). Tetapi, jangan jadikan skor hasil ujian siswa dijadikan indikator dan tolak ukur keberhasilan pemerintah daerha bisa berbahaya kalau urusan politik ikut2an di sini. Kalau bisa pisahkan pendidikan sejauh2nya dari politik kecuali terkait dengan persoalan anggaran dan pengawasan penggunaannya.
Yang perlu dibtingkatkan adalah budaya belajar hal ini yang tidak dimiliki pelajar indonesia untuk mengatasi hal tersebut perlu di adakanya ujian sebagai bentuk kemampuan peningkatan kemampuan peserta didik
Saya Guru SMA masa kerja 30 tahun, sudah melihat langsung evaluasi siswa lewat UN dan tanpa UN 5 tahun terakhir ini. Kesimpulan saya UN lebih berpotensi meningkatkan minat belajar siswa dibandingkan tanpa UN
Betul bgt bpk. Tanpa sandart pendidikan, bgmn kita mengukur. Tanpa UN, ank ga pernh belajr. Sebagian ortu ga merasa butuh mendampingi siswa belajar ato menyemangati. Krn mrk tahu ga mungkin ank tinggl kls. Dng zonasi tempt yg diuntungkan, ortu n anak mls .
@@AbdulKadir68 siswa itu bersemangat kalau gurunya kreatif dan bisa memotivasi. Kekurangan guru kita. Ga suka baca buku filsafat keilmuan. Bahkan asal usul ilmu yang sedang bahas tidak pernah diterangkan . Guru kurang referensi akhirnya muridnya bosan
Ujian sekolah.. apapun namanya; ujian akhir sekolah, ujian pertengahan semester, ujian pra semester, ujian kenaikan kelas.. dstnya,..itu sangat penting sekali untuk mengukur kemampuan kognitif,motorik,... apakah siswa itu sdh mencapai target capaian nilai minimum atau belum,...sehingga kita dapat melihat ,mendata.. kualitas pendidikan anak didik kita k depannya.
iya memang tapi solutif untuk menjawab permasalahn terkait ketersediaan sarana prasarana nya gimana? dan ini konteksnya UN yang mana standarisasi untuk seluruh angkatan sekolah
Ini bukan soal UN nya tapi ini adalah soal kesadaran akan penting nya belajar.. Indonesia masih belum tahap sadar untuk mau belajar maka perlu adanya UN agar mau belajar
@@mocha7348 NAIK kelas di sekolah belum bisa dijadikan standar kemampuan minimum Nasional. beda sekolah beda ukuran standarnya. Harus ada ukuran nasional maupun regionla . Biar gak malu di tataran Internasional seperti indeks PISA dalam dunia pendididkan.
ujian nasional sangat penting dilakukan, tetapi bukan untuk menentukan kelulusan. Lebih tepatnya digunakan untuk pemetaan kualitas pendidikan, sehingga pemerintah bisa membuat kebijakan-kebijakan sesuai kondisi di lapangan yang berbeda-beda itu.
Faktanya setelah UN dihapus kualitas pendidikan kita merosot tajam, kesimpulannya UN tetap diperlukan untuk mengukur capaian standar nasional pendidikan baik peserta didik, pendidik maupun satuan pendidikan
Betul sekali, kualitas pelajar sekarang sangat memprihatinkan, banyak anak2 SMP yang masih belum bisa membaca, ditanya kepanjangan DPR, MPR bahkan SMP banyak yang gak bisa jawab... SANGAT MEMPRIHATINKAN...
Kurikulum sekarang lebih baik dari kemarin. Tidak ada lagi usaha curang bahkan tingkat emosional hingga stress pada siswa setelah UNAS dihapus. Kurikulum tidak perlu diganti setiap ganti menteri. Bagaimana pendidikan itu bisa dinilai sukses kalau proses pendidikan itu diubah ubah setiap 5 tahun? Disisi lain insfratruktur sekolah masih tidak merata di negeri ini. Jumlah sekolah masih timpang antara kota dan desa apalagi pelosok pulau. Lihat lah titik start yang tidak imbang. Pendidikan itu adalah cita cita bangsa Indonesia dalam UUD 45 . UNAS ITU MENYEBABKAN stress siswa, menimbulkan kecurangan sampai membeli kunci jawaban soal. UNAS Juga tidak bisa menjadi tolok ukur siswa itu punya prestasi. PERCAYALAH UNAS HANYA MENYEBABKAN PEMBOROSAN KEUANGAN APBN NEGARA. SIAPA YG SEPEKAT ADA UNAS LAGI.. TOLONG BERFIKIR PANJANG KEDEPAN..
@@sugengpujakesuma9309 Anak SMP dan SMA ga bisa baca apa hubungannya dg ada atau tidaknya UNAS. Pendidikan itu tangung jawab semua pihak bukan hanya guru.
UN salah satu upaya membangkitkan semangat belajar........nilai dikertas itu adalah bonus, yang penting anak bisa terbimbing dan tersadar akan pentingnya belajar...... ada UN saja sulit utk sadar apalagi ga ada UN.
UN harus kembali lagi agar pendidikan Indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan kurikulum sekarang. Peserta didik tidak ADA JUANG dalam belajar karena peserta didik sudah tahu bahwa mereka PASTI LULUS. Karena di Ijazah itu tertulis Lulus dan Tidak Lulus. JIka peserta didik sudah tahu PASTI LULUS ngapain kita kasih IJAZAH . Peserta didik itu harus di Uji supaya yang namanya kompetensi peserta didik diukur dan kualitas satuan pendidikan bisa diukur.
Belajar belum membudaya di Indonesia, sehingga perlu ada ujian. Ujian membuat anak harus belajar tdk spt sekarang coba mutu anak2 lulus tp belum bisa baca apalagi mengerjakan matematika sederhana. Hanya perlu dipikirkan kembali bagaimana bobot untuk daerah tertinggal. Hidup pun ada ujian bagaimana kita punya semangat untuk belajar melewati ujian
ujian memang sangat dibutuhkan untuk mengukur suatu pencapaian tetapi banyak sekali ragam cara bisa dilakukan. menguji dan menilai secara otentik dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan pengukurannya. Menguji dengan alat uji/ukur yang sama untuk obyek uji yang berbeda dan beragam adalah masalah besar. Konsep Merdeka Belajar sudah tepat tinggal disempurnakan. Beri kebebasan guru untuk mengembangkan potensi siswanya, kemerdekaan mengukur sesuai dengan apa yang akan mereka ukur, dan terus tingkatkan kapasitas guru
19:19 Poin utamanya disitu bu. Masyarakat kita, ortu, guru, pengawas, kepsek, dst. Belum memiliki gairah atau habit itu. Sehingga tidak mungkin menularkan ke anak² karena mereka sendiri belum memiliki itu 🙏 Wajar kalo sdh banyak yg paham life long learning tapi tetap menginginkan UN. Karena SDM kita belum siap. Upgrade dulu SDMnya, maka pendidikan akan maju
Ujian Nasional tetap perlu. Tapi jangan dijadikan syarat kelulusan, melainkan jadi syarat masuk pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga anak termotivasi belajar untuk bisa masuk ke sekolah favorit, yang fasilitas dan pengajarnya terbaik. Juga jadikan syarat masuk perguruan tinggi.
kaga usah buang2 duid doang msuk univ sja nnti ada testnya sendiri emang nilai bagus2 menjamin kualitas orang nya??liat aj sekarang ini negara mu kaya gimana itu kan hasil didikan yg masih pakai un masyarakkat baby bomers dan milenial nya
Kalau menurut saya, Ujian nasional perlu tetapi tidak hanya mapel tertentu, akan tetapi semua mapel , hanya saja jangan dijadikan standar kelulusan akan tetapi untuk pemetaan sekolah sehingga guru termotivasi untuk mengajar dan melatih siswa . Setidaknya sebagai tolak ukur dalam memajukan pendidikan di sekolah masing2.
Bapak Ibu yang setuju UN itu tidak paham dengan aspek ketidak-relevanan dalam UN dengan tujuan pendidikan untuk mengajarkan kompetensi. Tujuan anak belajar disekolah itu adalah agar anak memiliki kompetensi, skill, sikap, keterampilan bukan mampu menegrjakan soal UN. Mengukur kometensi tidak bisa ahanya mampu menjawab soalk piolihan ganda aBCD. NIlai UN yang 10, 10, 10 semua pun tyidak bisa mencerminkan anaknya punya kompetensi atau tidak karena itu bisa saja didapat dari menghapal buta-buta tanpa memahami maknanya dan bisa juga karena kecurangan apalagi teknologi sekarang makin canggih bisa saja cara nyontek anak2 juga akan makin canggih, cara membocorkan ujian makin canggih lalu kita akhirnya kan jatuh di loibang yang sama. memberikan nilai2 semu kepada anak2 demi kepuasan orang tua dan netizen pencinta UN, yang korban adalah anak
@@benyaminboderumimbo9286maaf, pertanyaan bodoh: jd ketika anak lalu pilih sport atau seni saja, tp ngga punya kemampuan matematika dasar utk life skill tetap lulus?? Jahat sekali kita. Dia bakal jd permainan orang pintar yg manipulatif.
UN itu seperti target yg harus di capai, memang segala sesuatu harus punya target capaian, agar ada upaya yg maksimal untuk mencapai target itu, tentu saja seorang menteri harus punya tolok ukur yg jelas Untuk menilai kekurangan dan kelebihan suatu daerah untuk kemudian memberikan solusi
Permasalahan pendidikan di Indonesia itu banyak, bukan hanya dari satu sisi. Ini semua bukan masalah ada UN atau kurikulum. UN dan kurikulum hanya alat. Permasalahan kita adalah bagaimana menggunakan alat itu. Pengembangan pendidikan kita harusnya fokusnya mulai TK dan Sd. Guru dan sebagai ujung tombak banyak yang tidak memiliki mindset yang benar tentang pendidikan. Mereka banyak yang gagal beradaptasi dengan zaman bahkan tidak bisa mendeliver pengetahuan ke siswa. Kita sebagai orang tua harus juga sadar bahwa pendidikan tidak semuanya diserahkan ke sekolah. Pendidikan bukan sebatas bisa mengerjakan soal diatasi kertas, tapi bagaimana anak2 ini mengerti dan paham apa yang sedang terjadi saat ini.
Cakep, saya sepakat guru sebagai ujung tombak tapi pemerintah sampai saat ini masih abai thd ujung tombak ini shg tdk mampu menembus sasaran yg sebenarnya krn tdk dibekali dgn bekal yg cukup dan perangkat yg memadai, sistem yg bagus sekalipun bila perangkat nya tdk memadai maka hasilnya tetap nihil
saya setuju kalau hanya fokus pada un kok menurut saya hanya beliau beliau di atas memang daripada solusi kebobrokan yang di potong kompaas saja seakan akan setelah un dihapus semua masalah selesai
@@suparman5467 sebetulnya pemerintah tau betul soal itu. Makanya dibikin program Platform merdeka Mengajar (PMM). sebagai wadah buat guru belajar secara terus menerus, bahkan diberikan insentif sekali gaji lewat program sertifikasi guru, yg secara halus maksa guru2 utk giat meningkatkan kompetensi, bahkan ga cukup sampai disitu, dibikin program guru penggerak biar guru yg sudah kompeten mengajak guru2 lain yg masih nyaman mau berubah. Tapi coba liay realitanya bagaimana. Ini akibat jadi guru tdk pernah ada seleksi yg ketat, hampir seluruh guru yg ada diangkat dari honorer tanpa tes. Akibatnya sdm guru2 kita rata2 rendah sekali. Seandainya di tes IQ guru2 kita yakin gua dibawah rata2 pekerja informal swasta
"Kita sebagai orang tua harus juga sadar bahwa pendidikan tidak semuanya diserahkan ke sekolah" saya sangat setuju dan saya juga menerapkan dirumah untuk anak saya. Hanya saja kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia parentless. Pergi subuh, pulang malam demi dapur ngebul, dan kedua2 orang tua bekerja untuk memenuhi kebutuhan finansialnya. Tidak sedikit juga anak2 ini harus membantu orang tuanya bekerja sedari kecil. Oleh sebab itu, kebijakan pendidikan Indonesia harus melihat demograsi sosial ekonomi rakyatnya itu sendiri. Kita bukan negara dengan populasi kecil seperti eropa, menurut hemat saya pendidikan sekolah masih memiliki porsi yang besar bagi anak dalam menempuh pendidikan.
Betul sekali, terutama murid yg gak ada niat kuliah atau ortunya melarang kuliah. Anak-anak semacam ini banyak yang tidak merasa perlu belajar & kalau diajari agar menguasai pelajaran pun, tidak mau, meski sudah dimotivasi dan dijelaskan apa gunanya belajar
Makanya mengerjakan PR pun malas termasuk ujian mereka tidak pernah akan serius mengerjakan,UN setuju tetap dilaksanakan tapi bukan penentu lulus/ tidak lulus
Terus saja perdebatkan UN perlu atau ga perlu. Sampai lupa kualitas dan kesejahteraan guru. Sarana dan prasarana sekolah. Kecerdasan emosional anak yang perlu dibangun sejak pendidikan dasar dan parenting di rumah.
Betul mas padahal dr kesemua permasalahan yg dibahas di atas hal utama penentunya adalah GURU itu sendiri, seringkali kita ribut memperdebatkan kualitas pendidikan tp melupakan pelaku utama pendidikan itu yakni guru yg msh seringkali diabaikan terutama Msalah KESEJAHTERAANNYA jd ibarat kata tong kosong nyaring bunyinya, yg ada malah guru sibuk cari penghasilan lain krn menganggap penghasilan sebagai guru tidak memenuhi kebutuhan hidupnya
@@suparman5467 sebetulnya cara mensejahterakan guru itu sudah dilakukan di semua negara maju berpuluh tahun lalu, cmn negara kita belum bisa melakukannya
Sekarang pada hancur. Orang tua udah pada gak bener zama sekarang(banyak yg brokenhome, pembunuhan, ketidakpedulian dll) itu yg terjadi saat ini kepada yang namanya “RUMAH”. Sekolah ( masih banyak pendidik yang malas’an, prasarana dan sarana kurang dll). Lingkungan (heuh tambah parah) notee : saya seorang pendidik yang ngerasain bener’ memprihatinkan keadaan kita sekraang. Semoga ada jalan terutama kesadaran Individu dan pemerintah.
@fajrimediansyah1028 nah itu... jd bagaimana yang menyalahkan sekolah atas pendidikan anak.. di rumahnya saja sudah berantakan... Apalagi pas kunjungan orang tua bilang.." pa bu sya sering nasehatin tapi anaknya...bla..bla.blaa..' apalagi sekolah orangtua nya sudah ga ngaruh... Itulah lingkungan berperan juga🙏
@ Jadi emang agak susah sekarang ini. Emang kesadaran prang tua bad bangettt sekarang. Tapi kita sebagai guru jangan mau kalah tetap berusaha menjadi pendidik yg baik untuk mereka. Walaupun nanti hasil tidak seimbang. Karena emang 3 faktor harus ada dalam pendidikan anak. 1. Sekolah,2. Orang tua, 3. Lingkungan.
Dulu, saya didesak untuk mengajarkan siswa cara mengerjakan soal. Setelah UN ditiadakan, saya sekarang memiliki waktu yg lebih banyak untuk mempraktekkan aplikasi ilmu saya dalam dunia nyata. Ada perbedaan besar antara pengerjaan soal dan pengaplikasian di dunia nyata.
Silakan dicek di lapangan, perbedaan karakter, budaya belajar, dan daya juang anak-anak di sekolah antara saat UN masih berlaku dibanding setelah UN dihapus. Dulu stres iya memang ada, tapi jika dikelola dengan baik, stres itu dapat meningkatkan kualitas diri anak. Saat ini, anak-anak kita tanpa UN, sedikit-sedikit stres dan mengeluh.
Sepakat. Win win solution. Ada semacam UN(apalah namanya) tapi bukan syarat selesai sekolah. Jadi....semua siswa selesai semua sekolahnya tapi....mungkin ada yg ga lulus ujian nasional(ya entah satu,dua,bahkan semua mapel yg.diujikan). Selanjutnya efeknya salah satu syarat diterima perguruan tinggi adalah nilai UN.
kalau un berhasil negara ini udh jadi negara maju krn metode dgn un ini udah lama ada lihat aja hasilnya dri para baby bomers dan milenial apakah mereka jdi orang2 suksses nyata ngga sma aja😂😅😂 yg kaya para cukong2 dri keturunan
Semoga Rakor Stakeholder pendidikan saat ini dapat menemukan formula Evaluasi Nasional yg terbaik bagi para siswa diIndonesia....Evaluasi siswa sebagai standar nasional tetap dibutuhkan utk mendorong semangat belajar siswa, bukan ujian yang bermakna sempit dan parsial
Ujian-ujian termasuk UN mengajarkan pada anak bahwa hidup itu realitasnya adalah kompetisi... siapa yang bisa memanfaatkan segala daya upaya yang dia miliki untuk berkompetisi, ia bisa menjadi pemenang yang sukses....
Kompeisi yang sehat bang, bukan kompetisi yang menghalalkan cara untuk memenangkan kompetisi...kolaborasi dalam hidup juga penting untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat
Setuju dengan Ibu Itje, UN bukan segalanya untuk menentukan masa depan anak2 karena sangat komplek ttg masalah pendidikan. Saya punya anak SD dan SMP dan semua sekolah di swasta, semangat belajar tetap bagus dan tetap disiplin meskipun tidak ada UN. Karena di sekolah swasta antara anak, orang tua dan guru bisa bekerja sama dengan baik. Sehingga anakpun tetap semangat belajar.
Ujian Nasional tetap di Uji kan tapi bukan penentu kelulusan. Penentuan kelulusan di tentukan oleh sekolah masing-masing. Tanpa ujian bagaimana mungkin anak-anak tau kemampuan nya.
@@afrizal46162 hehe.... moral guru terletak pada maksud guru untuk tidak menjegal anak untuk terus berproses seiring berkembangnya kompetensi dan bertambahnya umur
@@khafidzanwarsaya setuju pak. namun, meluluskan siswa yang tidak memenuhi standar adalah pedang bermata 2. disisi lain ini adalah bentuk tidak bertanggung jawabnya sekolah pada siswa. dan ortu pun juga senang2 saja tanpa memikirkan kompetensi lulusan anaknya
saya adalah guru dari tahun 1993 , saya insya Allah cukup tahu kondisi di lapangan, karakter penting, tetapi pengetahuan juga penting, efek utama dengan tidak adanya UN adalah anak anak tidak lagi memiliki semangat belajar.... saya adalah guru matematika SMP ... dulu yang rendah sekitar 25% sedang 50% tinggi 25%. saat ini yang rendah 75% yang sedang 25% yang tinggi 0%. ... cobalah adakan survey .... dulu anakanak yang ingin jadi dokter, insinyur, sangat banyak .... saat ini hampir tidak ada yang bercita cita menjadi dokter atau insinyur. .... anak smp tidak menguasai pelajaran SD. ini mengakibatkan SMP dia tidak bisa mengikuti pelajaran SMP. ... anak SMp ditanya 3 X 2 secara spontan banyak menjawab 5 ...ini adalah gambaran rendahnya kualitas pelajar kita. .... saya setuju UN diadakan bukan untuk membebani mereka ..tetapi memberi bekal mereka untuk masa depannya ... saat ini dokter, insinyur sangatlah langka ... sampai sampai dokter harus dinaturalisasi diambil dari luar negeri. Indonesia mau dibawa ke mana????
Betul pak skrg ini sangat miris kita melihat kondisi ini, yg sdh berlalu kita jdkn pelajaran bhw hrs ada tujuan akhir spt UN krn kurikulum yg lalu belajarnya terlihat sangat santai krn tdi punya tujuan akhir toh semua kan AKHIRNYA akan DILULUSKAN
Benar sekali panjenengan. Saya Memberi LES SD-SMA. Prihatin sangat prihatin. Jangankan MTK, pengetahuan umum mrk minim gak ngerti apa2 tambah lagi mereka kebanyakan gak jujur di sekolah.
Kehidupan ini penuh dengan ujian. Kenapa anak tidak dilatih menempuh ujian. Masuk perusahaan ada ujian, masuk pns ada ujian , masuk perguruan tinggi ada ujian. Intinya anak perlu belajar menghadapi ujian.
@@guelee5192 tidak karena saya dulu juga mengalami hal tsb, jaman saya tiap hari belajar agar bisa di terima disekolah favorit tentu saja dengan UN. Anak sekarang hanya ujian semester jaman saya ada Caturwulan 1,2 dan 3 itu ada ujiannya, teman saya di salah satu SMA favorit ada yg sampai tidak naik kelas karena memang nilai ujiannya kurang...
Sy amati un dulu2 tingkat kesulitan sangat tinggi,hampir level olimpiade dan setiap tahun meningkat terus kesulitannya,herannya semua lulus 100%.Semua kelulusan semu.Buktinya ptn dan sekolah kedinasan tetap memperlakukan ujian masuk jg,krn mrk tahu nilai un itu semu.
Benar. Itu lah realitas nya. Nilai UN itu hanya bentuk pembodohan sistimatis karena dilakukan oleh negara. Sebagai praktisi pendidikan saya tahu betul bahwa dulu Nilai UN itu semacam lelucon saja. Bagaimana tidak? Anak dengan rata-rat nilai enam 2,5, 3,0, 4,0 dinyatakan lulus dan berhak memperoleh ijazah. Itu karena bobot nilai UN hanya sekitar 20 % sementara nilai Ujian sekolah dan nilai rata-rata raport sebesar 80 % untuk menentukan kelulusan siswa. Akibat nya guru akan memberikan nilai raport dan ujian sekolah sangat tinggi, minimal 7,5 sd 9. Mark-up nilai ini semi legal karena ga ada larangan. Belum lagi praktek curang seperti jual-beli nilai UN khusunya untuk sekolah dasar (SD) dan SMP yang dilakukan oknum sekolah dan mafia pendididkan. Banyak orangtua siswa yang terpaksa bahkan sukarela membayar mahal untuk nilai UN anak nya. jadi apa yang dibanggakan dengan UN? Jika UN dipaksakan untuk dilaksanakan lagi, sementara kualitas pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan masih rendah, itu adalah suatu kemunduran.
. *Menit 22.25* *Sedikit koreksi, bahwa tidak semua pihak yang setuju adanya ujian nasional (ebtanas, uan) selalu setuju hasil un/ebtanas/uan sebagai kebanggaan. Melainkan un/ebtanas/uan hanya sebagai satu instrumen.* *(1) Yang membanggakan atau mengandalkan hanya sebagian siswa, guru, orang tua dan kepala daerah.* *(2) UN/Ebtanas/UAN sebaiknya waib namun jangan dibebani tuntutan seperti :* *a. Wajib tapi bukan syarat utama bahkan satu²nya syarat lulus.* *b. Tidak menjadi satu²nya keberhasilan siswa.* *c. Tidak menjadi satu²nya ukuran keberhasilan guru.* *d. Tidak menjadi satu²nya ukuran keberhasilan tenaga administrasi sekolah.* *e. Tidak menjadi satu²nya ukuran keberhasilan sekolah/kepala sekolah.* *f. Tidak menjadi satu²nya ukuran keberhasilan kepala desa, camat, bupati, wslikota atau gubernur.* *g. Tidak menjadi satu²nya alat seleksi pendaftaran melanjutkan sekolah lebih tinggi ke SMP atau SMA/SMK.* *(3) Sebab masih ads faktor lain yang mengukur keberhadilan/kemajuan siswa, guru, sekolah, atau bidsng pendidikan fldi desa, kecamatan, kabupaten/kota atau provinsi.* *(4) Harus diberi pemahaman kepada siswa, orang tua, guru, kepala sekolah, kepsla desa, camat, bupati/wali kota dan gubernut atau instansi terkait.* *(5) Juga pihak Kemenag atau lembaga lain terkait pendidikan dasar dan menengah.*
Sama spt kehidupan, ada ujiannya... mau masuk kerja, ada tes, mau promosi ada assesment, usaha mau maju perlu ada survei dsb... Ujian sekolah mengajarkan juga nilai kehidupan bagi siswa
Di Era Digitalisasi 4.0 perlunya untuk menumbuhkan kompetensi yang dibangun berdasarkan integritas dalam proses pembelajaran guru dan murid, suka atau tidak untuk masuk perguruan tinggi negeri, melamar pekerjaan cpns/ swasta tetap harus berkompetisi menggunakan ujian standar passing grade tertentu itulah pentingnya cognitive belajar sepanjang hayat
Sudut pandang bagi kami yang ingin kembalikan UN adalah : 1. Siswa kehilangan gairah, motivasi, cita-cita untuk belajar dengan sungguh-sungguh 2. Kesulitan guru untuk memberi peringatan, teguran atau sejenis sanksi yang mengikat kepada siswa dan orang tua siswa jika siswa/anaknya tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil selama 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa, anak jenjang sekolah kesulitan dalam membaca, berhitung sederhana, serta penguasaan pengetahuan dasar. Sekolah diwajibkan untuk menaikkan kelas kepada siswa yang belum menguasai kompetensi dasar dengan teknik pembelajaran "berdiferensiasi". Perlu disadari bahwa, sekolah-sekolah di seluruh penjuru Indonesia belum mampu untuk melaksanakan pembelajaran "berdiferensiasi" karena keterbatasan jumlah pendidik dan sarana prasarana yang belum memadai. Mengukur suatu kebijakan itu jangan hanya dari satu sisi dan satu sudut pandang. Kebijakan mana yang paling sedikit kelemahan atau kebijakan mana yang yang paling banyak kelebihan untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Mengukur itu akan jauh lebih objektif dengan secara langsung mewancarai keluhan guru-guru bukan datang ke sekolah langsung yang justru itu hanya manipulatif semata untuk mendukung program-program, jargon-jargon baru dari Kemendikbud-Ristek (2019-2024).
se7 Pak.. saya memandang pola pikir beberapa orang/narasumber ini dari sudut pandang yang cukup previlege (kelah menengah). Padahal untuk bisa belajar, hal utama adalah "waktu" dan "energi". Banyak anak2 yg tidak punya waktu untuk belajar diluar sekolah krn harus bntu ortu kerja dan sekolah adalah tempat utama mereka bisa menerima pendidikan. Jadi konsep2 pemaku kebijakan dimana pembentukan karakter, pemahaman dll di sekolah (dlm waktu singkat- 6 jam sehari) dan luar sekolah itu tidak sesuai dengan kondisi sosial ekonomi Indonesia yang para org tua pergi subuh pulang malam. Juga, perlu untuk memahami hal2 dasar dahulu tanpa harus benar2 paham untuk apa karena pembelajaran itu akan berproses dg sendirinya dan anak2 akan bisa faham pada waktunya.
Saya pikir solusinya mungkin bukan mengembalikan ujian nasional, tetapi memetakan kembali kompetensi literasi dan numerasi siswa. Lalu diformulasikan lagi lebih mendalam berdasarkan sebaran yang didapat, Tugas utama adalah menjadikan masyarakat Indonesia pembelajar seumur hidup, kalau fenomena jaman UN muncul lagi, maka siswa hanya akan belajar untuk UN. setelah itu mereka akan lupa apa yang sudah dilatihkan selama UN. Saya lebih setuju jika kelulusan didasarkan pada bukti karya anak yang sesuai dengan kompetensinya
Kurikulum sekarang lebih baik dari kemarin. Tidak ada lagi usaha curang bahkan tingkat emosional hingga stress pada siswa setelah UNAS dihapus. Kurikulum tidak perlu diganti setiap ganti menteri. Bagaimana pendidikan itu bisa dinilai sukses kalau proses pendidikan itu diubah ubah setiap 5 tahun? Disisi lain insfratruktur sekolah masih tidak merata di negeri ini. Jumlah sekolah masih timpang antara kota dan desa apalagi pelosok pulau. Lihat lah titik start yang tidak imbang. Pendidikan itu adalah cita cita bangsa Indonesia dalam UUD 45 . UNAS ITU MENYEBABKAN stress siswa, menimbulkan kecurangan sampai membeli kunci jawaban soal. UNAS Juga tidak bisa menjadi tolok ukur siswa itu punya prestasi. PERCAYALAH UNAS HANYA MENYEBABKAN PEMBOROSAN KEUANGAN APBN NEGARA. SIAPA YG SEPEKAT ADA UNAS LAGI.. TOLONG BERFIKIR PANJANG KEDEPAN..
Saya sudah hampir 30 tahun mengajar... Saya memang melihat ada penurunan sangat belajar pasca di hentikan nnya un hal ini menunjukkan salahnya orientasi pendidikan kita yang hanya berorientasi kepada hasil ujian diatas kertas saja.
Ujian Nasional yg berupa tes utk pendidikan dasar membuat lupa pendidikan karakter. Pendidikan dasar porsi terbesar adalah pendidikan karakter. Selain karakter juga perlu dikembangkan pendidikan minat bakat terkait skill (keterampilan) yang kontekstual. Selain itu yang terpenting,siswa juga diajarkan CARA BELAJAR juga. Harapannnya generasi bangsa jadi berkarakter,minat dan pandai belajar, dan punya keterampilan/skill yang mampu menjadi solusi dalam kehidupannya dan juga berdampak positif bagi lingkungan.
UN atau semacamnya itu akan disukai guru, sekolah, pemerintah karena itu cara2 instan, ngga perlu mikir keras ttg pembelajaran bermakna, pembelajaran menyenangkan. Guru, sekolah, dan pemerintah akan dengan mudah mengintimidasi anak2 sekolah atas nama belajar. tapi belajar yang semu. belajar = mengingat, menghafal, bisa mengerjakan soal ujian test
Tanyanya dengan menghapus UN yang terjadi justru kebalikan dari yang diharapkan nara sumber. Tingkat knowledge, skill, dan moral siswa malah terjun bebas melahirkan siswa2 yang "istimewa", bagaima tidak istimewa ketika anak SMK tidak tahu nilai 8x3 bisa naik kelas. Saya kebetulan pernah memberi materi di suatu SMK hanya 1/3 anak dalam kelas yang bisa menjawab soal matematika sederhana yang ujungnya saya kesulitan menyampaikan materi yang disitu banyak melibatkan hitung-hitungan sederhana. Padahal dunia kerja membutuhkan lulusan SMK yang mampu bekerja dengan baik, namun banyak pekerjaan harus melibatkan hitung2an. Belum lagi jika bicara moral, jaauuuhh jika dibandingkan dengan anak-anak lulusan 5 tahun yang lalu. Jika dicermati sebenarnya banyak paradoks dari apa yang ibu nara sumber sampaikan jika melihat pendidikan langsung dan hubungannya dengan kebutuhan dunia kerja. Narasumber banyak menyampaikan jika kompetensi lebih penting dari angka, yang padahal untuk melihat suatu kompetensi seseorang dilakukan melalui sebuah ujian. Kompetensi selalu mempunyai standart yang seragam dan tidak memandang darimana seseorang belajar sebelumnya atau dengan siapa dsb. Lantas dengan tidak diberlakukannya UN apakah semua permasalahan tersebut teratasi? Nyatanya tambah hancuuurrrr
Sebaiknya ujian sekolah saja, karena yg tahu sehari-hari nya si guru yng bersangkutan. dan budaya belajar, gemar belajar itu yang harus ditingkatkan sebaik_ baiknya
bisakah kita semua jujur?? Pemerintah yang punya kebijakan tentang pendidikan Jujur. Guru yang mengajar nya Jujur. Orangtua siswanya pun Jujur terhadap perhatian kepada anak²nya
Saya sejak SMA dan konsisten sampai sekarang stelah 15 tahun jd guru Alhamdulillaah tdk pernah setuju dengan UN. Muak! Sya melihat, disekeliling saya, yg setuju dgn UN rata2 bukan profesi guru. Ini opini dn fakta dlm lingkungan saya. Org2 yg kurang peduli dgn marwah atau hakikat pendidikan itu cenderung setuju dgn adanya UN. Apalagi diantara keluarga dn tetangga saya yg lebih mementingkan gengsi dn IQ, hampir bisa dipastikan cenderung setuju bahkan vokal dlm mendukung UN. Sabar... sabar..! Jujur saja, saya SD selalu peringkat 5 besar, SMP 3 besar, SMA saya masuk sman favorit. Tapi hati saya selalu terusik dgn teman2 dn siswa2 yg IQ dibawah rata2. Sistem UN yg dlu sangat tdk adil. Sistem apapun kalau masih menuhankan IQ, sudh pasti gak adil. Mau namanya kurikulum merdeka, KTSP, kurtilas, dll. Jangan fokus hasil PISA. Kita punya kebutuhan brbeda dgn negara lain. SMP SMA bhs indo dn biologi saya nilai 10. Equality for the right itu penting bgt. Kalau stelah ini UN dikembalikan, semoga ada pembenahan menyeluruh dr sistem yg lama. Klo sama kyak dlu atau mirip2, ya sudah lah.. terserah sampaleyan2. Saya dlu guru bimbel di bimbel sndiri, 4 murid saya masuk 10 besar nilai UN tertinggi. Dan saya semakin yakin tidak pentingnya UN.
Wajar kalau murid anda bagus nilai un nya, kan ikut bimbel. Umumnya nilai UN dan ikut bimbel itu berbanding lurus, sy tdk mengerti pemikiram anda menolak UN kalau pernah jd guru bimbel
Tidak ada UN, perkuat kompetensi sekolah (KS dan guru)dalam meningkatkan kompetensi siswa. Memang ini berat, krn banyak gr dan KS nya yg hrs dulu ditingkatkan kompetensi. Ini perlu kerja kolaboratif dg masyarakat
Yang penting minimalisir ruang bagi guru untuk manipulasi nilai / ujian. ANBK sekarang itu, yg sistem sampling, punya kelemahan cukup besar. Sekolah bisa saja mengikutkan siswa yg pintar yg tidak diundang untuk mengganti siswa kurang pintar yg diundang. Hasilnya, data yang didapat pemerintah cenderung tidak akan akurat.
UN itu Penting,Ujian itu Penting,mau masuk perusahaan di uji,mau masuk kerja apapun di uji,Masuk PNS/PPPK di uji,baik skil,pedagogik,moral karakterk kepribadian,kehidupan ada ujian mau matipun akan di uji allah swt ke mati membawa iman/ Khusnul khotimah atau suul khotimah Jadi ujian sbg alat final ukur kemampuan dan keberhasilan.Sedangkan ANBK sebgai alat evaluasi/sample BPMPTK/stackholder/penyelenggara pendidikan sbg sampling guna mengukur kualitas belajar siswa dan mengajar guru.namun bukan alat untuk menekan semngat belajar mengajar siswa dan guru dalam mencapai hasil maksimal.ANBK sya lihat murid dan guru enjoy tak ada beban jd berjalan di titik aman.namun what happen dg ranking/peringkat mutu pendidikan indonesia? katanya dunia turun anjlok! Krn roh dan semangat Belajar mengajar guru murid tdk ada= krn ujian UN Tdk ada😮
Menurut saya perlu diadakan lagi UN, mengingat pola fikir anak yg sekarang yang terlalu santai, menyepelekan belajar ( belajar gk belajar tetap lulus ). Berpengaruh pada karakter anak, mohon dicek kembali pada jurnal jurnal penelitian barat yg meneliti pendidikan di Indonesia, makin kesini makin menurun kualitas pendidikan yg disebutkan salahsatunya tidak diadakannya UN.
pola fikir terlalu santai, menyepelekan belajar....akarnya adalah kegagalan keluarga dan guru. Keluarga dan guru gagal menumbuhkan naluri belajar dari anak-anak, karena belajar itu naluri, kebutuhan manusia yang berakal. Ketika anak tidak mempunyai gairah belajar PASTI ada yang dari proses mendampingi tumbuh kembang anak dari usia awal mereka. Belajar itu untuk kehidupan, bukan untuk sekolah. UN hanya jalan keluar manipulatif, yang justru merusak mental anak dan sistem pendidikan di Indonesia
Setuju UN,ada lagi,sy lihat product UN itu bagus,org jd disiplin dan punya habit ,disiplin,baca buku,bljr pas subuh,berdoa...suami sy product UN,dan sy bersyukur dpt product berkualitas yg tau apa yg hts dilakukan,bisa bertanggung jwb untuk diri sendiri dan org lain...cenderung tdk menunda sesuatu.
Sy sangat setuju jika kembali seperti dahulu bahwa UN sangat penting untuk menguji kompetensi siswa,,Krn nilai siswa yang tercantum di rapor atau ijazah sekarang kurang menjamin kualitas dari siswa itu sendiri,,Krn sekarang lebih mengutamakan kualitas guru dari pada kualitas siswa sehingga banyak sekolah2 yang memanipulasi nilai supaya sekolahnya dianggap bermutuh tp siswanya tidak tau baca tulis.
UN penting untuk dilaksanakan di sekolah karena; 1. Standarisasi Kompetensi dan Penilaian Pendidikan Nasional Salah satu tujuan utama dari pelaksanaan UN adalah untuk menstandarisasi penilaian pendidikan di seluruh Indonesia. Indonesia adalah negara dengan berbagai latar belakang budaya, sosial, dan ekonomi yang bervariasi. Untuk menciptakan kesetaraan dalam kompetensi siswa dari berbagai daerah, dibutuhkan standar yang dapat mengukur capaian belajar secara nasional. UN memberikan patokan yang sama bagi seluruh siswa, sehingga setiap individu dapat dievaluasi dengan tolok ukur yang sama, meski mereka berasal dari daerah yang berbeda. 2. Mengukur Keberhasilan Kurikulum dan Peningkatan Kualitas Pendidikan UN juga berfungsi sebagai alat evaluasi efektivitas kurikulum yang sedang diterapkan di sekolah. Melalui hasil UN, pemerintah dan pihak berwenang dapat mengetahui sejauh mana kurikulum yang diterapkan mampu menciptakan hasil pembelajaran yang diharapkan. Hasil UN bisa menjadi tolok ukur keberhasilan dalam penerapan kurikulum dan juga sebagai dasar bagi kebijakan pendidikan selanjutnya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih relevan dan efektif dalam mengembangkan potensi siswa. 3. Motivasi Siswa untuk Belajar Lebih Keras Dengan adanya UN, siswa termotivasi untuk belajar lebih keras dan lebih disiplin dalam menghadapi ujian. Persiapan menghadapi UN sering kali memacu siswa untuk mengatur waktu belajar, meningkatkan kemampuan memahami materi, serta mencari cara belajar yang efektif. Pengalaman mempersiapkan diri menghadapi UN dapat melatih keterampilan manajemen diri, kemampuan bekerja keras, dan daya juang siswa dalam menyelesaikan tantangan yang bermanfaat bagi perkembangan mental dan akademis mereka. 4. Sebagai Alat Seleksi Lanjut ke Jenjang Pendidikan yang Lebih Tinggi UN juga berfungsi sebagai salah satu indikator untuk seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sekolah menengah atas (SMA) atau perguruan tinggi sering kali menggunakan hasil UN sebagai salah satu syarat penerimaan siswa atau mahasiswa baru. Dengan adanya standar ini, sekolah dan universitas dapat mengetahui kemampuan akademis calon siswa atau mahasiswa secara lebih objektif. Ini membantu institusi pendidikan dalam menyaring calon peserta didik yang sesuai dengan kualifikasi yang mereka inginkan, sehingga kualitas penerimaan siswa baru dapat lebih terjaga. 5. Mengukur Tingkat Penguasaan Materi oleh Siswa UN memberikan gambaran tentang sejauh mana siswa menguasai materi yang diajarkan selama beberapa tahun terakhir. Penguasaan materi ini penting untuk memastikan bahwa siswa telah memahami konsep-konsep dasar yang akan menjadi fondasi bagi jenjang pendidikan berikutnya. Melalui UN, siswa, guru, dan orang tua dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam mata pelajaran inti seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Hal ini juga memberi kesempatan untuk mengetahui kelemahan akademis siswa agar mereka bisa memfokuskan perbaikan di area yang masih kurang. 6. Mendorong Akuntabilitas Sekolah dan Guru Hasil UN juga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kinerja sekolah dan guru. Sekolah yang menghasilkan banyak siswa dengan nilai UN tinggi biasanya mendapat citra yang baik, sebaliknya, sekolah yang nilai UN-nya rendah cenderung mendapat perhatian dari dinas pendidikan untuk diperbaiki. Guru juga terdorong untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka agar siswa dapat mencapai nilai yang memadai. Akuntabilitas ini penting untuk mendorong sekolah dan tenaga pendidik terus meningkatkan mutu pengajaran. 7. Menanamkan Disiplin dan Tanggung Jawab Menghadapi UN membutuhkan persiapan yang matang, baik dalam hal penguasaan materi maupun manajemen waktu. Siswa perlu disiplin dalam belajar dan memahami setiap materi dengan baik. Tanggung jawab untuk mempersiapkan diri dan menghadapi ujian ini menjadi latihan berharga bagi siswa dalam menumbuhkan rasa disiplin dan tanggung jawab terhadap kewajiban mereka. Hal ini juga memberikan pengalaman nyata bagi siswa dalam menghadapi tekanan dan tantangan yang membutuhkan konsentrasi tinggi, yang bermanfaat dalam kehidupan nyata. 8. Sarana untuk Membangun Integritas UN mengajarkan siswa tentang pentingnya integritas dalam mencapai hasil yang baik. Dengan proses yang ketat dan pengawasan dalam pelaksanaannya, UN mengajarkan kepada siswa untuk jujur dalam menjawab soal sesuai dengan kemampuan mereka sendiri tanpa mengandalkan bantuan orang lain atau kecurangan. Nilai kejujuran dan integritas yang tertanam ini diharapkan dapat dibawa oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari di luar lingkup akademik. ### Kesimpulan Meskipun UN bukan satu-satunya metode penilaian yang dapat diterapkan, ia tetap menjadi alat evaluasi penting untuk menilai dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Implementasi UN yang efektif dapat membantu mewujudkan sistem pendidikan yang adil dan berkualitas.
Bullshit! prakteknya tidak seindah teori. UN hanya menjadi alat kamuflase saja. Seolah2 pendidikan kita baik2 saja. Standar ujian nasional tidak seiring dengan kualitas pendidikan di daerah2. Tegas kami tolak UN!
Ibu ngomongin kompetensi, sdhkan sekarang utk penerimaan murid baru d sklh favorit berdasarkan umur dan zonasi. Gimana itu ibu, letak kompetensi yg ibu bilang dmn ya😂
Paham kok maksud dari ibu ini, aku tau dia tergila-gila dengan sistem Finlandia sama spt Nadiem Makarim. Emng tujuan akhirnya pendidikan pengen spt Finlandia. Tapi tau sendiri kan kondisi siswa Indonesia ini beda. Klu gk dipaksa belajar, ya gk bakal baca. Beda ama finlandia. Kecuali oneday indonesia udah maju, bisa diterapin. Klu masih berkembang gini emang harus dipush yang keras. Klu udah kebiasaan belajar, maka tnp disuruh pun udah bisa. Lawong skrng aja kita gk ada budaya belajar dan membaca kok.
Ujian Nasional itu seperti mengayak/menyaring pasir bahan bangunan. Hasilnya, bisa diperoleh 90% lebih pasir alus. Contoh pasir alus itu profesor, jendral, para ahli dan peneliti, dan orang-orang hebat lainnya. Apakah anggota dewan, pemegang kuasa peradilan dan pemerintahan diisi penuh oleh mereka, orang-orang kategori pasir alus itu? Tidak, sama sekali tidak penuh. Dalam kehidupan nyata sehari-hari, enkaeri: negeri kaya raya ini justru dikembang-majukan oleh batu, koral, daun kering, dan 'bukan kategori pasir alus' lainnya.
Baiknya kualitas pendidikan itu tergantung dari rekrutmen pejabat pengelola pendidikan. Mulai dari rekrutmen guru, kepala sekolah, pengawas, kepala dinas dan seterusnya ke atas., plus regulasi pendidikan yg mendukung Jika pengelola pendidikan itu orang2 terbaik kompetensi dan karakternya (tdk ada praktek menyogok dlm meraih jabatan (ini sulit dibuktikan)), plus regulasi pendidikan baik, dgn sendirinya akan mengalir ke siswa yg berprestasi, kompeten dan berkarakter (pendidikan berkualitas).
Ujian Nasional itu penting untuk PEMETAAN. FEED BACK dari sebuah proses pengajaran, sehingga kita dapat mengenal kemampuan diri. Kwalitas soal harus standart Internasional, walaupun tidak menentukan kelulusan yang penting FAIR PLAY.
Ujian Nasional sangat penting dan juga pun diperlukan bagi calon mahasiswa yang ingin berkuliah di negara negara Eropa, karena Negara Eropa membutuhkan Nilai Kompetensi dari Ujian Nasional sebagai Tolak Ukur. Tetapi Pemerintah harus memikirkan Cara atau System yang cocok agar bisa mendekteksi serta langsung Langkah Penindakan yang diambil apabila ada pihak yang ingin berbuat Curang agar bisa membuat Hasil Ujian Nasional menjadi Tinggi. Setuju, bahwa Budaya Belajar belum seluruhnya mendarah-daging pada Pelajar Indonesia. Intinya Adanya Ujian Nasional maupun tidak harus ada Pengawasan Pendidikan. Di harapkan ada Lembaga Pendidikan yang di bentuk agar bisa TEGAS didalam kontrol penegakan hukum untuk meminimalisir KECURANGAN didalam ujian Nasional.
2013 saya juga mikir UN dihapus aja, sekolah 3 tahun kok diuji 3 hari. 2020-2021 UN akhirnya ditiadakan. 2024 sebaiknya UN diadakan lagi, karena anak2 justru ga punya tanggung jawab belajar, hasilnya seperti konten2 viral itu.
Bagaimana bisa dipercaya lagi kan sudah dievaluasi dulu itu bahwa UN itu banyak sekali sisi buruknya bagi Kependidikan Nasional Mencerdaskan Bangsa .. Evaluasi terdahulu itu diantaranya "UN itu Barang Dagangan atau Proyek Nasional dg Dana APBN yg sangat besar dimana hasilnya sangat diragukan banyak pihak" ..
@@YudiPradito anda pasti bukan pendidik yg tiap hari ketemu dan memperhatikan kondisi puluhan/ratusan siswa di sekolah pasca UN dihilangkan.. Btw, yg minta UN dikembalikan adalah para guru SD-SMP-SMA (dikdasmen) Yg minta UN dihilangkan adalah tersebut pakar pendidikan/dosen FKIP/Intelektual lulusan Luar negeri yg ngajar sesekali di sekolah atau bahkan ga pernah ngajar di SD/SMP/SMA. Cobalah ngajar di SD/SMP/SMA minimal sebulan aja. Klo 1-2 hari ngajar percuma, gak akan paham.
Lihatlah kualitas pendidikan seluruh pelosok negeri ini. Bukan hanya di daerah2 tertentu dg kemapaman yg sdh matang. Sy tinggal di daerah yg sgt msh memprihatinkan tingkat edukasinya. Yg dipikir cuman bgmna cari duit hr ini utk makan bukan bgmna cara dpt nilai baik
Saya setuju UN dikembalikan. Dengan tidak adanya UN anak tdk perlu belajar giat krn pasti lulus walaupun tdk tau apa2 .Standard pendidikan tdk ada lagi krn tergantung kebijaksanaan sekolah dan guru. Betapa mudahnya lulus sekolah , saya miris anak kuliah ditanya Pontianak ada di propinsi mana tidak tau pedahal itu adalah pelajaran anak SD. Jangan menyalahkan UN tapi yg harus dilihat bagaimana meningkatkan mutu sekolah. Dgn adanya UN guru pun diuji apakah guru tsb mampu, pantas dan layak menjadi guru yang patut digugu dan ditiru, bukan guru abal2 yg menjadi guru krn butuh pekerjaan.
UN tetap perlu tapi standar kelulusan harus disesuaika dngn kondisi daerah masing masing...ada yg bs lulus dengan nilai murni 6,7 misal tp ada juga daerah yg lulus di angka 3,4,5 itu smua proses...sebelum seluruh sekolah mempunyai fasilitas yg sama gk bs kurikulum disamaratakan...dan mayoritas sekolah di Indonesia mhn maaf msh standar menegah ke bawah...ini tugas negara memajukan pendidikan bangsa...perbaiki dl sarana prasarana kualitas sekolah...stlh itu mutu SDM...berproseslah dr bawah
Tidak setuju dengan un tapi setuju dengan ujian. Masalah Pendidikan kita kompleks. 1. Masalah naik tidak naik kelas, 2. Masalah minat dan motivasi guru juga murid 3. Masalah mendapatkan siswa 4. Masalah cair tidaknya sertifikasi. Dan masih banyak lagi. Yg pada ujungnya semua cara baik benar atau salah agar sekolahnya tetap baik dimata masyarakat pasti dilakukan. Sehingga hilang kejujuran Jadi klo kita terjun langsung kita tidak bisa menyalahkan hanya dari 1 atau 2 faktor
Kembalikan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang dulu pernah ada dan mampu mencetak calon² tenaga guru/pendidik yang profesional, dan berhasil mendidik anak² yang berkualitas pula, pandai², cerdas, terampil, dan berkarakter (berakhlak mulia)
Oke, skrg kan udah gak ada ujian nasional nih. Apakah seluruh teori bu Itje terbukti? Anak2 sudah tangguh sekarang? Anak2 sudah berkarakter baik? Jatuh dari trauma ujian? Bahagia berprestasi? Kalau jawabannya iya, pasti gak ada orang yg pengen ujian nasional ini kembali. Keinginan ini ada karena serentetan masalah peserta didik yg mengemuka. Gak mau belajar. Coba deh bu Itje wawancara anak2 skrg ambil responden yg acak ya. Jangan sekolah2 yg maju aja.
Belum ada riset yang mengatakan UN selama ini membuat anak tangguh, berkarakter baik, yang ada adalah pengaruh medsos terhadap karakter anak2 saat ini. Jangan sakit mata dikasih obat panu
@jefrinur1440 skrg sudah gak ada UN jalan 5 tahun lebih. Saatnya membuktikan teori yang ndakik2 ini. Apakah pendidikan kita membaik? Apakah anak2 tidak punya mental health issue? Apa mistar atau alat ukur negara sudah melaksanakan tugas mencerdaskan bangsa atau belum? Anak2 kita sebagian ditolak mau sekolah di luar negeri setelah tau negara kita gak punya tes terstandart
UN(UJIAN NASIONAL) perlu dihidupkan kembali dengan disatukan dengan Ujian Masuk Sekolah Lanjutan yang menjadi UNMSL(UJIAN NASIONAL MASUK SEKOLAH LANJUTAN) untuk kelas 6SD/MI dan untuk kelas 9SMP/MTs yang memiliki tujuan untuk evaluasi standar nasional pada mata pelajaran yang dikuasai oleh siswa dan bahan untuk masuk sekolah lanjutan baik sekolah negeri maupun sekolah swasta baik naungan kemendikdasmen maupun naungan kemenag yang dipilih oleh siswa. Ditiap kolom pendaftaran UNMSL yang mengenai pemilihan nama sekolah ditiap kolom dari 3 kolom memiliki (Grid Atas, Grid Sedang dan Grid Bawah). Hampir sama dengan masuk sekolah lanjutan berdasarkan DANEM dan hampir sama dengan masuk Perguruan tinggi sehingga tamat dari kelas 6SD/MI dan kelas 9SMP/MTs langsung mendapatkan ijazah dari hasil berupa NILAI UNSML dan surat pengantar dari kemendikdasmen untuk masuk Sekolah Lanjutan yang dipilih oleh siswa yang sesuai pendaftaran UNMSL. Permasalah tidak cuma UNMSL saja tetapi penting pengangangkatan guru honorer yang sudah mengabdi beberapa tahun baik disekolah negeri maupun sekolah swasta baik naungan kemendikdasmen maupun naungan kemenag menjadi guru P3K yang tempat kerja tetap disekolah asal sehingga dapat membantu dalam mengurangi operasional sekolah swasta dan membantu guru honorer dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kelengkapan bahan mengajar.
Ternyata ini biangnya. Keterampilan yang membuat manusia eksis sampai sekarang adalah adaptasi. Manusia harus berkompetisi dalam segala hal. Terlepas dari kecurangan dlm pelaksanaannya
Pendapat saya, anak2 sekolah SD sp SMA semakin banyak yg keluar malam dan pulang pagi. Mereka seperti tdk ada beban lagi. UN harusnya tdk ada hubungannya dengan kursus2 jgn2 krn ortunya yg ga mau cape mengurusi pendidikan anaknya krn sibuk kerja. Jd menurut saya seperti dulu ada Ebtanas perlu krn sy dulu termasuk anak yg tdk ambil kursus krn pelajaran yg diberikan sekolah sdh cukup utk saya
Ada benarnya mas. Selama 5 tahun terakhir di Jogja & Surabaya muncul geng-geng remaja. Apalagi sejak ditiadakan UN & siswa dinaikkan kelas meskipun sebenarnya nakal
Pendidikan itu harus adil.. insfratruktur sekolahan saja timpang antara kota dan desa apalagi luar pulau. Miris . Titik Start pendidikan yang tidak sama ditiap daerah ...trs di uji jelas ga adil bagi siswa luar pulau. Unas...bikin stres siswa bahkan banyak yg curang beli kunci soal. Zaman telah berubah.. pendidikan itu bukan hanya tanggung jawab guru pendidik tapi keluarga dan masyarakat. Zaman teknologi skr beda dg zaman th 90 saat pake ebtanas Kurikulum sekarang lebih baik dari kemarin. Tidak ada lagi usaha curang bahkan tingkat emosional hingga stress pada siswa setelah UNAS dihapus. Kurikulum tidak perlu diganti setiap ganti menteri. Bagaimana pendidikan itu bisa dinilai sukses kalau proses pendidikan itu diubah ubah setiap 5 tahun? Disisi lain insfratruktur sekolah masih tidak merata di negeri ini. Jumlah sekolah masih timpang antara kota dan desa apalagi pelosok pulau. Lihat lah titik start yang tidak imbang. Pendidikan itu adalah cita cita bangsa Indonesia dalam UUD 45 . UNAS ITU MENYEBABKAN stress siswa, menimbulkan kecurangan sampai membeli kunci jawaban soal. UNAS Juga tidak bisa menjadi tolok ukur siswa itu punya prestasi. PERCAYALAH UNAS HANYA MENYEBABKAN PEMBOROSAN KEUANGAN APBN NEGARA. SIAPA YG SEPEKAT ADA UNAS LAGI.. TOLONG BERFIKIR PANJANG KEDEPAN..
Boleh saja UN di berlakukan kembali, tapi bagai mana cara nya pelaksanaan di tiap sekolah di lakukan dng jujur...akan muncul Gengsi Sekolah, dinas pendidikan Kabupaten dan provinsi.....sekarang sudah terjadi..di raport tertulis 75, tetapi kemampuannya 35...
Setuju pak. Pelaksanaan UN rentan dengan kecurangan Jawaban. UN dilaksanakan tetapi kelulusan sekolah mententukan Krn sekolah yang tahu peserta didik k
Kebijakan ini sudah pernah dilaksanakan sebelum UN di hapuskan. Kurang efektif karena kebijakan yang diambil sekolah mempertimbangkan banyak hal. Apalagi untuk sekolah di kampung orang tua siswa akan marah jika anaknya tidak diluluskan, sekolah dan guru yang menjadi sasaran kemarahan mereka. Sepengalaman saya selama menjadi guru.
Langsung terkejut pas host menyapa: "Saya dengan Nisa." Harusnya: "Dengan saya Nisa." Di menit lainnya: "Para peneliti-peneliti." Padahal dalam aturan berbahasa, jika sudah para, maka kata yang dipara sudah tidak usah diulang> Alternatifnya: "Para peneliti", atau "peneliti-peneliti." Kemudian kata 'di mana' sebagai kata sambung untuk mengantar penjelasan sebenarnya kurang tepat. Pengetahuan ini hasil didikan sekolah ketika masih ada UN.
Memang perusahaan tidak akan langsung percaya, tapi saya cukup yakin yang nilai UNnya baik, memang baik secara akademik. Selain itu dari perspektif orang tua, prestasi dari nalai UN bisa jadi salah satu faktor menilai kualitas sekolah. Memang diluar itu mental, etika dll juga penting. Tapi bagaimana cara mengukurnya?
saya guru smk teknologi...sudah mengajar 32 tahun ...kondisi sekolah sekarang hacur lebur dengan kebijakan pendidikan sekarang. usulan saya kembalikan sma smk ke kementrian, kembalikan kurikulum KTSP, kembalikan ujian nasional, ilangkan zonasi, hilangkan guru penggerak, kepala sekolah sesuaikan dengan kelompok SMK seperti dahulu jangan guru B.Indonesia atau P.Agama jadi kepsek Teknologi ya tidak paham...hacur sekolah...Jangan jadikan sekolah di jadikan korban politi daerah.
@@bona183 pertanyaan utama apakah ANBK itu valid dan tidak bias?, klo UN dijadikan kelulusan itu merupakan kemunduran karena gap antar sekolah bisa tinggi karena disparitas daerah
Kalau cuma UN seperti dulu.... Anak anak cukup ikut bimbel saja..... Pendidikan tidak sebatas UN yang soalnya tidak mewakili kompetensi dan karakter yang harus dibangun untuk menghadapi tantangan ke depan.
Kalau ada siswa ikut bimbel, harusnya guru di sekolah instropeksi dong. Berarti apa yg didapatkan siswa di sekolah belum cukup untuk memenuhi tuntutan zamannya / tantangan yv dihadapi
Mau ikut bimbel kek mau salto kek yang penting anak2 SMA bisa baca tulis dan aritmetika. Jangan seperti sekarang, gara2 nggak ada UN banyak anak SMA nggak bisa perkalian, pembagian, pemangkatan dll. Malu-maluin, apa kata dunia?
Lebih baik mati matian belajar daripada tidak belajar. Kenyataannya di lapangan banyak golongan ekonomi bawah yang asal sekolah aja tanpa diperhatikan. Kapan maju nya kalau knowledge aja ogah belajar.
Betul pak, hakekat rakyat Nusantara adalah orang2 yang teruji jiwa maupun raganya, dan kita tak akan pernah takut akan ujian, jangankan ujian ,musibah saja ditelan.
@@JusJambu1959 kamu tidak paham ilmu, merendahkan orang pedesaan, tidak ada yg tidak bisa dipahami, semua bisa dipelajari dan dipahami meskipun ada yg berulang-ulang, memang setiap orang harus punya kompetensi diri apapun bidangnya, tapi harus tau, efek dari tujuan bu itje, anak generasi bangsa akan dibuat seolah menggunakan kacamata kuda, banyak ilmu yg dimatikan esensinya hanya demi sekedar kompentensi, banyak anak sekarang tidak mengenal sejarah, moralitas turun bahkan pahaman agama hanya sebatas kulit
20:26 Masalahnya dunia kerja membuktikan kalo lulusan terbaik zaman sekarang tidak mampu memenuhi kebutuhan perusahaan karena: atitude buruk, tidak kreatif, tidak mampu kerjasama, dll.
Kembalilah ke ujian nasional, karena dgn adanya ujian nasional benar" siswa lulus itu berkwalitas. Dan jangan lh diakhiri lulus semua karena dgn program lulus semua, teknik dan aturan se ketat apapun akhirnya hrs lulus semua, aturan itu adalah sia" ! Boong aturan itu, khianat aturan itu cuma sinetron aza yg ada !
Walaupun UN hanya menguji pemahaman beberapa mapel saja, negara menetapkan dg banyak pertimbangan, bagaimanapun kondisi pelaksanaan pembelajaran di setiap daerah (walaupun tidak sama) ya harus ditempuh, namanya penilaian bersifat nasional, materi dan tingkat kesukaran dibuat sama.. pada jenjang berikutnya lah setiap individu akan memilih sesuai dg potensi yg diberi Allah SWT. Saat inilah, individu akan menunjukkan kompetensinya, apakah di bidang pengetahuan atau ketrampilan. Setuju UN diadakan lagi.
Ketika UN diberlakukan kembali, guru siap² lembur memberikan les tambahan, anak² siap belajar diluar jam belajar, orang tua siap² anggaran anak masuk bimbel yang lebih mahal dari biaya sekolah.
Izin nambah juga. Kalau UN diberlakukan, maka sekolah yang fasilitasnya kurang, guru juga kurang, bahkan sampai ada guru mata pelajarannya gk ada, dan lainnya, terasa tidak adil bagi mereka. Apalagi, UN ini diberlakukan secara "Nasional", yang tepatnya semua sekolah yang berada di Indonesia melaksanakan dan itu tidak memandang mau bagus atau tidaknya sarana dan prasarana sekolah, baik guru fasilitas dan lainnya. Ada yang harus berjuang demi jaringan internet (kalau diadakan online), akses ke sekolah yang begitu sulit sehingga pengiriman paket soal UN terkendala (kalau diadakan offline).
Jadi maunya sekolah santai2 aja? Gpp nggak bisa baca tulis, penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan pemangkatan? Hidup ini ujian, semua ada ujiannya. Mau masuk kerja ada ujiannya. Mau dapat SIM, ada tesnya. Mau ke surga pun ada ujiannya. Cuma mental2 pemalas yang nggak mau berjuang/berusaha yang benci ujian/tes.
Ujian itu sama dengan cobaan, isinya persoalan yang akar katanya dari soal, substansi ujian itu berlatih menyelesaikan persoalan. Ujian juga sebagai indikator pencapaian pengetahuan dan kemampuan literasi dan numerisasii dan didalam dunia kerja itu banyak persoalan yang salah satunya ada tekanan atau pressure dalam bekerja, jika ujian saja sudah tidak mampu apalagi jika terjun ke dunia industri. INDIKATOR PENCAPAIAN BELAJAR ADALAH UJIAN. Belajar itu instrumen menambah wawasan. Sistem pendidikan mana yang matching secara langsung ke dunia kerja, pasti banyak tes-tes yang digunakan perusahaan bukan hanya kompetensi saja yang diminta oleh perusahaan tapi banyak hal.
Sudah banyak riset yang membuktikan. Silakan dibaca kembali sumber sumbernya. Salah satunya adalah penurunan ketimpangan pendidikan. Ada 1 daerah yang mereka masih pakai skema UN daerah alhasil ada KETIMPANGAN YANG TINGGI baik antar kelompok sosial dan antar sekolah.
@@muhamadchozin6783 Jalan ala komunisme, penurunan ketimpangan karena gak ada lagi sekolah negeri bagus. Sekarang sekolah yang dianggap bagus/baik adalah sekolah swasta. Zaman UN, siswa miskin bisa belajar keras, dapat nilai bagus dapat sekolah negeri favorit. Sekarang, sekolah negeri semua sama rata. Anak-anak juga sama rata semua.
Si eyang bilang "tidak ada yang percaya nilai dalam ijazah". Ya iyalah, coba datang pas rapat kenaikan kelas. Guru semua diharuskan nulis nilai minimal KKM. Mana ada kepsek yang berani dgn jujur thd murid yg harus tinggal kelas, kecuali muridnya terlibat kriminalitas. Perbaiki kejujuran dululah, integritas pendidikan di semua lininya. Sekarang aja berbohong dengan fakta lapangan thd dampak dihapusnya UN.
Semua pelajaran penting, dengan demikian proses pembelajaran yang jujur juga penting. Jika ada masalah pada proses pendidikan, maka bukan asesmen/standarisasinya yang dihilangkan. Tapi kejujuran atas realita yang dihadapi, kejujuran pada masalah yang belum dibenahi, sikap menerima masalah dan menyelesaikan masalah cara belajar cara belajar. Asesmen nasional tetap perlu dilakukan untuk pemetaan kondisi wilayah, bukan untuk merendahkan atau meninggikan bagian tertentu. Maka mari benahi bersama2 proses pendidikan kita, jangan hanya fokus pada hasil hingga mendewakan nilai. Tapi bagaimana hasil hasil terkait dijadikan target guna memperbaiki proses proses belajar yang masih banyak ketidaksesuaian.
Jangan hanya terus memperdebatkan masalah sistem penilaian, tapi nanya sistem semua faktor harus dianalisis, termasuk kompetensi, kualitas dan kesejahteraan guru nya harus diperhatikan untuk ditingkatkan.
yang perlu ditingkatkan ada Budaya Membaca. setelah menyimak podcast pak Gita Wirjawan, saya setuju bahwa budaya membaca mampu menangkal dangkalnya pengetahuan dan memblok untuk mudah terprovokasi dari media sosial karena sangat bahaya jika media sosial menjadi dasar penggalian ilmu pengetahuan.
Sangat penting, guru profeional adalah berkompeten untuk membuat bahan ajar(modul belajar) beragam yang berpusat peserta didik, bila tidak hasil belajar rendah.
*USUL DARI GURU SENIOR* hasil pengamatan selama 28 th menjadi Guru.
1. *_BELENGGU BEBAN MENGAJAR 24 JAM sesuai Sertifikat Pendidik_*
Sebaiknya beban mengajar 24 jam sesuai sertifikat pendidik dapat dipenuhi dengan pembagian sebagai berikut:
• 18 jam mapel sesuai dengan sertifikat pendidik.
• 6 jam tambahan dengan mengajar mata pelajaran lain jika diperlukan.
Hal ini dapat mengatasi berbagai masalah yang sering terjadi di lapangan. Misalnya, ketika guru mata pelajaran tertentu pensiun dan belum ada penggantinya, sekolah sering kali harus mencari solusi dengan mengangkat guru honorer. Padahal, pengangkatan guru honorer sebenarnya dilarang. Kecuali, menjelang pensiun sudah diangkat guru baru sebagai pengganti. Namun banyak juga kasus, pensiun lebih awal karena alasan tertentu yang tidak bisa diprediksi.
Dengan aturan yang lebih fleksibel, tambahan 6 jam dari mata pelajaran lain dapat membantu memenuhi beban 24 jam tanpa perlu mengangkat guru honorer. Solusi ini juga memungkinkan guru untuk tetap fokus di sekolah induknya, tanpa perlu menambah jam mengajar di sekolah lain jika beban 24 jam belum terpenuhi di sekolah induk.
Pendekatan ini tidak hanya memberikan fleksibilitas bagi guru, tetapi juga membantu sekolah mengelola sumber daya manusia dengan lebih efisien.
2. *_PENGANGKATAN KEPALA SD & SMP_*
Saat ini, fakta menunjukkan bahwa tidak banyak guru yang berminat untuk menjabat sebagai Kepala SD atau SMP. Bahkan, kecenderungan untuk menghindari posisi ini semakin meningkat. Ironisnya, justru guru-guru potensial yang sering kali tidak tertarik dengan jabatan ini.
Jika dilihat dari sisi penghasilan, selisih tunjangan Kepala Sekolah dibandingkan dengan jabatan fungsional guru hanya sekitar Rp200.000. Tentunya, angka ini tidak sebanding dengan tanggung jawab besar yang harus diemban oleh Kepala Sekolah.
*Saran:*
• Sebaiknya Kepala Sekolah dipilih dari guru yang sudah ada di sekolah tersebut.
• Proses pemilihan dilakukan secara demokratis, melibatkan pendidik, tenaga kependidikan, dan pengurus Komite Sekolah.
• Masa jabatan Kepala Sekolah dibatasi untuk periode tertentu.
Dengan pendekatan ini, orang-orang terbaik yang sudah memahami kondisi sekolah akan menjadi pemimpin. Guru yang telah bertahun-tahun beradaptasi dengan lingkungan sekolah akan lebih mampu mengambil kebijakan yang tepat, berdasarkan pemahaman mendalam tentang sekolahnya.
Sebaliknya, Kepala Sekolah yang berasal dari sekolah lain sering kali membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Akibatnya, kebijakan yang diambil sering kali kurang tepat karena pemahaman terhadap kondisi sekolah masih dangkal.
3. *_JAM KERJA dan JATAH CUTI GURU JANGAN DISAMAKAN ASN LAIN._*
Ada 3 tugas utama Guru, *Perencana, Pelaksana dan Penilai.* Sebagai perencana, *_Sebelum_* mengajar di kelas guru wajib menyiapkan materi ajar, desain mengajar, media yang menarik dll. *_Setelah_* mengajar masih harus mengkoreksi pekerjaan siswa, membuat tindak lanjut dan mengolah nilai. Bahkan, pada waktu tertentu, guru juga perlu melakukan kunjungan ke rumah siswa.
Seluruh aktivitas sebelum dan setelah mengajar ini sebagian besar tidak dapat dilakukan pada jam sekolah, karena selama jam sekolah guru fokus memberikan layanan kepada siswa.
Dengan demikian, beban kerja guru jauh lebih kompleks dan memerlukan perhatian khusus dalam pengaturan jam kerja dan jatah cuti mereka.
4. *_BEBASKAN GURU DARI BEBAN ADMINISTRASI yang tidak berhungan langsung dengan pembelajaran._* Seperti PMM (Program Merdeka Mengajar), meskipun tujuannya baik untuk meningkatkan kualitas guru, kenyataannya justru menjadi beban. Banyak guru merasa terbebani hingga ada manipulasi sertifikat dan pelatihan. Waktu yang seharusnya digunakan untuk mengajar, membuat media pembelajaran, atau menilai siswa malah habis untuk mengurus PMM dan kegiatan administratif lainnya. Bahkan, tidak jarang guru terpaksa mengorbankan waktu mengajar demi menyelesaikan PMM.
Akan lebih efektif jika kinerja guru diukur melalui laporan nyata dari kegiatan belajar-mengajar, seperti:
• Absensi siswa.
• Nilai harian.
• Jurnal mengajar.
• Media pembelajaran yang dihasilkan.
Dengan fokus pada hasil nyata ini, guru yang belum mampu membuat media pembelajaran yang baik akan terdorong belajar secara sukarela dari berbagai sumber. Jadi, sertifikat pelatihan bisa menjadi pendukung, tetapi bukan yang utama.
5. *_REKRUITMEN GURU yg KOMPETEN & Pertimbangkan GENDER._*
Saat ini, kualitas pendidikan di Indonesia dirasakan berada pada titik yang mengkhawatirkan. Salah satu penyebab utamanya adalah kebijakan 15 tahun lalu yang menyerahkan proses rekrutmen guru kepada pemerintah daerah sebagai bagian dari otonomi daerah. Pada masa itu, praktik kolusi dan nepotisme _cetho welo-welo_ terang benderang. Akibatnya, hasil seleksi guru yang diterima kualitasnya rendah.
Pendidikan yang baik mustahil terwujud jika kualitas guru tidak memadai. Seperti pepatah yang mengatakan:
*_KUALITAS SEKOLAH TIDAK AKAN LEBIH TINGGI DARI KUALITAS GURUNYA._*
Selain aspek kompetensi, sudah saatnya seleksi guru juga mempertimbangkan aspek gender. Berdasarkan data Databoks 2023, sebanyak 70,84% guru di Indonesia adalah perempuan, sedangkan guru laki-laki hanya 29%. Ketimpangan ini memiliki beberapa dampak, terutama dalam konteks efektivitas pendidikan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Guru perempuan memiliki keterbatasan seperti cuti melahirkan yang dapat memengaruhi keberlangsungan proses belajar-mengajar.
2. Dalam konteks agama, guru perempuan umumnya tidak dapat menjadi imam salat untuk siswa laki-laki.
3. Guru perempuan sering kali menjadi sasaran pelecehan oleh siswa yang kurang disiplin.
4. Ada kecenderungan beberapa guru perempuan merasa ragu atau tidak tegas dalam menegur siswa yang melanggar aturan.
Dengan demikian, diperlukan kebijakan rekrutmen yang tidak hanya berorientasi pada kompetensi tetapi juga mempertimbangkan keseimbangan gender. Hal ini penting agar sistem pendidikan menjadi lebih baik dan efektif di masa mendatang.
_Dari Guru SMP yg sudah mengabdi 28 tahun._
Note : PMM boleh ada sebagai sumber belajar sihh. Tapi kalau untuk kinerja gak sih. Apa guna kepala sekolah kan.
Guru yang riil.di negeri guru smp dan sma. Kita di sd negeri lebih banyak lagi tuntutannya..
Apalagi ekstra2 guru juga yg mengajar karena keterbatasan dana.. belum lagi tugas tsmbahan yg diberikan seperti bendahara, memyusun laporan keuangan dan lain2.. smp dan sma pinya TU.. kita guru SD jarus menghadle semua.. sedangkan tugas kita di sd lebih berat.. bgmn pendidikan dasar berjalan, kalau gurunya saja dibebani tugas tanbahan sehingga tugas utama terpinggirkan
Setuju sekali. sebaiknya penilaian apapun terkait profesionalitas guru, saring saja melalui kineja guru sebagai guru, bukan TU dan administrasi berjibun. Apa yg dijelaskan Bu Itje di atas, sangat normatif. UN bisa diatasi dengann penyesuaian tiap daerah, jika dianggap menyulitkan karena harus disamakan seluruh daerah. Buat saja UD misalnya, yang dianggap relevan dengan kondisi regional wilayah/daerah masing2.
Tetapi jka dipikirkan lebih mendalam, maka harus ada tolok ukur nasional sebagai target utama pencapaian kurikulum nasional. jika semua menuruti kebijakan karena mental anak anak takut begini dan begitu, kondisi anak sekarang berbeda, dunia digital sangat memengaruhi, pengaruh media sosial sangat burukkkk.... maka UN menjadi titik balik kembali ke asal. sebab anak anak sekarang bukan pembelajar. tidak punya daya saing, malas, santai, karena pengaruh kebijakan kurikulum yg selama ini berjalan.
Bener banget, tapi ga ada yang peduli, jadi berbahagialah, hanya Allah yang akan membalas yang buanyaaaak
SETUJU PAK
Benar, yg dibutuhkan itu bukan nilai, tapi kompetensi. Dan kompetensi di-assess, "dinilai", bukan diuji atau di-test.
Titik krusialnya ada di assessment, ada banyak ketidakjujuran di sini. Itu dibuat oleh assessornya, yaitu guru.
Ada banyak anak menerima "sertifikat pelari cepat" padahal mereka masih latih melangkah.
Karena itu test dibutuhkan utk memastikan kualiatas assessment yang telah dibuat.
Ada istilah uji kompetensi. 😂
sekrang bagimna guru mau jujur,,, kasi nile sdkit ortu protes,,, anak blum lulus kompetensi nyatanya ga bisa tinggal kls pdhal di jengjang selanjuty dia harus menguasai kompetensi lainya yg lbh tinggi.
Sistemnya jg harus dirubah UUDnya jg klo perlu perbaiki semuanya.
Sekrang guru pda takut sma Ortu.
Anak pda berani sma Guru.
Ga hanya krusial di assesmen tpi juga karanter akhlaknya.
Ortu blum bsa memotivasi anaknya untuk bner2 khidmat ke guru untuk dpat ilmu
Itu yg terjdi dibanyak fenomena sekrang
@@addiyanah.aktavia solusinya ORTU WAJIB SADAR, BILANG KE ANAKNYA, Menghormati guru akan mempermudah menerima ilmu.
Makanya yang mendidik dan meng-"asses" harusnya berbeda. Kalau ngga ya pasti dibikin bagus2 nilainya.
Betul. Sebenernya UN itu kan jg untuk assessment/penilaian..
Jd intinya adalah anak didik butuh penilaian/ujian, krn mrk mmg butuh suatu tujuan. Hanya saja ini penilaian yg bagaimana kan hrs ditelisik dulu. Dan bener klo kompetensi itu harus di-assess.
Dlu waktu saya jaman SMA pas banget KBK, kurikulum berbasis kompetensi. Mmg berat wktu itu, tp bagusnya mmg dilatih kompetensi"nya.
Lalu dunia kerja itu kan isinya..apa yg dialami dll kan nggak sama seperti apa yg diajarkan di sekolah.. kayak ada gap gt..
nah itu sbnrnya jg hrs diajarkan di sekolah
Ayo kalau mau anak kita berkualitas kita sama2 mendidiknya dengan benar, disekolah diajar dididik oleh bapak ibu guru dgn tepat, dirumah dilanjutkan oleh orang tua yg mengontrol dgn tepat juga ,karena pendidikan itu berawal dari keluarga, lingkungan, baru sekolah. Itu yg harus kita pahami
Setuju. Jangan beban pendidikan di sekolah saja
Setuju
Ini sy suka... yg setuju UN diadakan, coba deh jadi panitia UN ditingkat sekolah sekali2..
Ibu adalah Madrasah pertama bagi anak nya benar nggak?
Seharusnya hubungan orang tua dan sekolah itu seperti hubungan perias cake dengan kliennya. Anak ibarat cake yang dibuat sendiri oleh orang tua di rumah, mau bantat, gosong, kurang manis, kemanisan, mentah tengah, atau berbau amis. Penanggungjawab cake adalah pembuatnya (orang tua). Sekolah ibarat perias cake hanya memoles dengan pondan yang lentur tapi manis bertekstur atau dengan krim yang ringan manis dan lembut, mudah diolah tapi rapuh. Karakter, daya juang, ketahanan bahkan kecerdasan (dan segala perangkatnya) anak itu diciptakan dari rumah. Utamanya oleh Ibu yang seharusnya dilengkapi oleh ayah. Jadi apapun sistemnya tidak akan menggoyahkan kepribadian anak. Jangan sekali2 mengabaikan perjuangan anak, walau tidak semua banyak memang anak yang penilaiannya di atas kertas mengagumkan tetapi terlihat tidak punya kompetensi ketika di lapangan. Bukan berarti curang atau kertas hasil ujiannya tidak bisa mengatakan apa2. Tetapi ingatlah pada cake dasar tadi. Ada anak yang sama sekali tidak mau memperlihatkan kompetensinya (anak saya contohnya). Dia akan diam saja kalau tidak ditunjuk, tidak akan menjawab atau bicara kalau tidak ditanya. Masih untung karena anak saya suka ikut perlombaan, sehingga kemampuannya teruji. Sebaliknya kakaknya secara di atas kertas punya angka tidak sehebat adiknya, tapi hobi sekali menunjuk2an kompetensinya, baginya salah atau bahkan malu itu urusan belakangan yang penting tampil dulu. Jadilah, kakak lebih sering kejedot dulu lalu belajar lagi. Masuk PTN juga melalui jalur SNBP tuh
Terus apakah PT dan perusahaan tidak percaya dengan nilai2 anak saya, karena kepribadian dan karakter "diam" anak saya di lapangan terbukti tidak tuh. Masuk PTN melalui jalur SNBP, setahu saya untuk masuk melalui jalur ini yang dilihat juga hasil ujiankan? Ujian Semester dari SMT 1 sampai dengan SMT 5. Saat masuk kuliah semester 3 saja dia sudah dilibatkan profesor di fakultas arsitektur di salah satu PTN terkemuka untuk menjadi asistennya. Jadi pendidikan memang harus ada standarnya dan terkait berkelindan dengan sejarah. Dah guru2 tugasnya mengajar bukan main aplikasi. Zonasi dihapus deh biar bergelora lagi semangat kompetensi melalui tes masuk dan nilai ujian akhir (boleh apa aja namanya tapi bukan sekolahnya yang di assasment kayak sekarang). Tetapi, jangan jadikan skor hasil ujian siswa dijadikan indikator dan tolak ukur keberhasilan pemerintah daerha bisa berbahaya kalau urusan politik ikut2an di sini. Kalau bisa pisahkan pendidikan sejauh2nya dari politik kecuali terkait dengan persoalan anggaran dan pengawasan penggunaannya.
Yang perlu dibtingkatkan adalah budaya belajar hal ini yang tidak dimiliki pelajar indonesia untuk mengatasi hal tersebut perlu di adakanya ujian sebagai bentuk kemampuan peningkatan kemampuan peserta didik
Terbaik dari yang te rburuk adalah kembali ke Ujian Nasional
Saya Guru SMA masa kerja 30 tahun, sudah melihat langsung evaluasi siswa lewat UN dan tanpa UN 5 tahun terakhir ini. Kesimpulan saya UN lebih berpotensi meningkatkan minat belajar siswa dibandingkan tanpa UN
Betul bgt bpk. Tanpa sandart pendidikan, bgmn kita mengukur. Tanpa UN, ank ga pernh belajr. Sebagian ortu ga merasa butuh mendampingi siswa belajar ato menyemangati. Krn mrk tahu ga mungkin ank tinggl kls. Dng zonasi tempt yg diuntungkan, ortu n anak mls .
Tapi bagaimana menurut bapak mengenai sosial media. Tidakkah HP dan sosial media menjadi faktor lebih berpengaruh demotivator siswa belajar?
Bagaimana dg Pengaruh game online, notabene dulu game belum semasif sekarang
@@neliana7115 setuju.
@@AbdulKadir68 siswa itu bersemangat kalau gurunya kreatif dan bisa memotivasi. Kekurangan guru kita. Ga suka baca buku filsafat keilmuan. Bahkan asal usul ilmu yang sedang bahas tidak pernah diterangkan . Guru kurang referensi akhirnya muridnya bosan
UN membuat siswa belajar. Yang kita butuhkan saat ini, siswa mau belajar.
Ujian sekolah.. apapun namanya; ujian akhir sekolah, ujian pertengahan semester, ujian pra semester, ujian kenaikan kelas.. dstnya,..itu sangat penting sekali untuk mengukur kemampuan kognitif,motorik,... apakah siswa itu sdh mencapai target capaian nilai minimum atau belum,...sehingga kita dapat melihat ,mendata.. kualitas pendidikan anak didik kita k depannya.
Mantap, kalo UN seperti tahun2 yg lalu hanya nyentuh kognitif saja..sdangkan afektif, dan psikomotorik tidak tersentuh sama skali...
betul seklai setuju,,gaungkan mas,,mari raaikan disosmed untuk kembali lagi ke ujian nasional...UKURANYA JELAS..
UN berbeda dengan us, UTS, UAS. Duh ini pasti bukan guru
iya memang tapi solutif untuk menjawab permasalahn terkait ketersediaan sarana prasarana nya gimana? dan ini konteksnya UN yang mana standarisasi untuk seluruh angkatan sekolah
Tapi setidaknya anak lebih greget dal5 belajar secara umum, jika ada UN
Ini bukan soal UN nya tapi ini adalah soal kesadaran akan penting nya belajar.. Indonesia masih belum tahap sadar untuk mau belajar maka perlu adanya UN agar mau belajar
Un justru membuat anak semakin bodoh
cukup dengan perbaiki sistem kenaikan kelas kang
Bettuull
jujur sih saya sangat setuju di adakan UN agar anak² tidak menganggap sepele dalam belajar
@@mocha7348 NAIK kelas di sekolah belum bisa dijadikan standar kemampuan minimum Nasional. beda sekolah beda ukuran standarnya. Harus ada ukuran nasional maupun regionla . Biar gak malu di tataran Internasional seperti indeks PISA dalam dunia pendididkan.
ujian nasional sangat penting dilakukan, tetapi bukan untuk menentukan kelulusan. Lebih tepatnya digunakan untuk pemetaan kualitas pendidikan, sehingga pemerintah bisa membuat kebijakan-kebijakan sesuai kondisi di lapangan yang berbeda-beda itu.
Faktanya setelah UN dihapus kualitas pendidikan kita merosot tajam, kesimpulannya UN tetap diperlukan untuk mengukur capaian standar nasional pendidikan baik peserta didik, pendidik maupun satuan pendidikan
berarti ada menteri dan presiden yang bertanggung jawab atas porak-porandanya pendidikan indonesia???
Betul sekali, kualitas pelajar sekarang sangat memprihatinkan, banyak anak2 SMP yang masih belum bisa membaca, ditanya kepanjangan DPR, MPR bahkan SMP banyak yang gak bisa jawab... SANGAT MEMPRIHATINKAN...
Kurikulum sekarang lebih baik dari kemarin. Tidak ada lagi usaha curang bahkan tingkat emosional hingga stress pada siswa setelah UNAS dihapus. Kurikulum tidak perlu diganti setiap ganti menteri. Bagaimana pendidikan itu bisa dinilai sukses kalau proses pendidikan itu diubah ubah setiap 5 tahun? Disisi lain insfratruktur sekolah masih tidak merata di negeri ini. Jumlah sekolah masih timpang antara kota dan desa apalagi pelosok pulau. Lihat lah titik start yang tidak imbang. Pendidikan itu adalah cita cita bangsa Indonesia dalam UUD 45 .
UNAS ITU MENYEBABKAN stress siswa, menimbulkan kecurangan sampai membeli kunci jawaban soal.
UNAS Juga tidak bisa menjadi tolok ukur siswa itu punya prestasi.
PERCAYALAH UNAS HANYA MENYEBABKAN PEMBOROSAN KEUANGAN APBN NEGARA.
SIAPA YG SEPEKAT ADA UNAS LAGI.. TOLONG BERFIKIR PANJANG KEDEPAN..
@@dianpp-w1h Banyak anak SMP bahkan SMA belum bisa baca kok dianggap lebih baik? hadeeh... gak ada anak stress karena UNAS, hanya dibuat2 aja itu...
@@sugengpujakesuma9309 Anak SMP dan SMA ga bisa baca apa hubungannya dg ada atau tidaknya UNAS.
Pendidikan itu tangung jawab semua pihak bukan hanya guru.
UN salah satu upaya membangkitkan semangat belajar........nilai dikertas itu adalah bonus, yang penting anak bisa terbimbing dan tersadar akan pentingnya belajar...... ada UN saja sulit utk sadar apalagi ga ada UN.
UN harus kembali lagi agar pendidikan Indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan kurikulum sekarang. Peserta didik tidak ADA JUANG dalam belajar karena peserta didik sudah tahu bahwa mereka PASTI LULUS. Karena di Ijazah itu tertulis Lulus dan Tidak Lulus. JIka peserta didik sudah tahu PASTI LULUS ngapain kita kasih IJAZAH . Peserta didik itu harus di Uji supaya yang namanya kompetensi peserta didik diukur dan kualitas satuan pendidikan bisa diukur.
Belajar belum membudaya di Indonesia, sehingga perlu ada ujian. Ujian membuat anak harus belajar tdk spt sekarang coba mutu anak2 lulus tp belum bisa baca apalagi mengerjakan matematika sederhana. Hanya perlu dipikirkan kembali bagaimana bobot untuk daerah tertinggal. Hidup pun ada ujian bagaimana kita punya semangat untuk belajar melewati ujian
Kan ada ujian semester, ujian UAS,
@@MsRiko99Nilai UAS bisa di manipulasi di rapat nilai 20 di rapot jadi 7,5 karena harus kkm
ujian memang sangat dibutuhkan untuk mengukur suatu pencapaian tetapi banyak sekali ragam cara bisa dilakukan. menguji dan menilai secara otentik dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan pengukurannya. Menguji dengan alat uji/ukur yang sama untuk obyek uji yang berbeda dan beragam adalah masalah besar. Konsep Merdeka Belajar sudah tepat tinggal disempurnakan. Beri kebebasan guru untuk mengembangkan potensi siswanya, kemerdekaan mengukur sesuai dengan apa yang akan mereka ukur, dan terus tingkatkan kapasitas guru
yang gak bisa baca hitung kasihkan saja sama yang pihak yang menolak UN apakah bisa membantu untuk mencerdaskannya
@@EtaniPitriHantu sebenarnya KKM dan remed
19:19 Poin utamanya disitu bu. Masyarakat kita, ortu, guru, pengawas, kepsek, dst. Belum memiliki gairah atau habit itu. Sehingga tidak mungkin menularkan ke anak² karena mereka sendiri belum memiliki itu 🙏
Wajar kalo sdh banyak yg paham life long learning tapi tetap menginginkan UN. Karena SDM kita belum siap. Upgrade dulu SDMnya, maka pendidikan akan maju
Truee....
banyka program pemerintah untuk upgrade guru. tapi sayangnya banyak yang mau di upgrade
Ujian Nasional tetap perlu. Tapi jangan dijadikan syarat kelulusan, melainkan jadi syarat masuk pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga anak termotivasi belajar untuk bisa masuk ke sekolah favorit, yang fasilitas dan pengajarnya terbaik. Juga jadikan syarat masuk perguruan tinggi.
kaga usah buang2 duid doang msuk univ sja nnti ada testnya sendiri emang nilai bagus2 menjamin kualitas orang nya??liat aj sekarang ini negara mu kaya gimana itu kan hasil didikan yg masih pakai un masyarakkat baby bomers dan milenial nya
Kalau menurut saya, Ujian nasional perlu tetapi tidak hanya mapel tertentu, akan tetapi semua mapel , hanya saja jangan dijadikan standar kelulusan akan tetapi untuk pemetaan sekolah sehingga guru termotivasi untuk mengajar dan melatih siswa . Setidaknya sebagai tolak ukur dalam memajukan pendidikan di sekolah masing2.
Bapak Ibu yang setuju UN itu tidak paham dengan aspek ketidak-relevanan dalam UN dengan tujuan pendidikan untuk mengajarkan kompetensi. Tujuan anak belajar disekolah itu adalah agar anak memiliki kompetensi, skill, sikap, keterampilan bukan mampu menegrjakan soal UN. Mengukur kometensi tidak bisa ahanya mampu menjawab soalk piolihan ganda aBCD. NIlai UN yang 10, 10, 10 semua pun tyidak bisa mencerminkan anaknya punya kompetensi atau tidak karena itu bisa saja didapat dari menghapal buta-buta tanpa memahami maknanya dan bisa juga karena kecurangan apalagi teknologi sekarang makin canggih bisa saja cara nyontek anak2 juga akan makin canggih, cara membocorkan ujian makin canggih lalu kita akhirnya kan jatuh di loibang yang sama. memberikan nilai2 semu kepada anak2 demi kepuasan orang tua dan netizen pencinta UN, yang korban adalah anak
@@benyaminboderumimbo9286maaf, pertanyaan bodoh: jd ketika anak lalu pilih sport atau seni saja, tp ngga punya kemampuan matematika dasar utk life skill tetap lulus?? Jahat sekali kita. Dia bakal jd permainan orang pintar yg manipulatif.
UN itu seperti target yg harus di capai, memang segala sesuatu harus punya target capaian, agar ada upaya yg maksimal untuk mencapai target itu, tentu saja seorang menteri harus punya tolok ukur yg jelas Untuk menilai kekurangan dan kelebihan suatu daerah untuk kemudian memberikan solusi
Permasalahan pendidikan di Indonesia itu banyak, bukan hanya dari satu sisi. Ini semua bukan masalah ada UN atau kurikulum. UN dan kurikulum hanya alat. Permasalahan kita adalah bagaimana menggunakan alat itu.
Pengembangan pendidikan kita harusnya fokusnya mulai TK dan Sd.
Guru dan sebagai ujung tombak banyak yang tidak memiliki mindset yang benar tentang pendidikan. Mereka banyak yang gagal beradaptasi dengan zaman bahkan tidak bisa mendeliver pengetahuan ke siswa. Kita sebagai orang tua harus juga sadar bahwa pendidikan tidak semuanya diserahkan ke sekolah.
Pendidikan bukan sebatas bisa mengerjakan soal diatasi kertas, tapi bagaimana anak2 ini mengerti dan paham apa yang sedang terjadi saat ini.
Cakep, saya sepakat guru sebagai ujung tombak tapi pemerintah sampai saat ini masih abai thd ujung tombak ini shg tdk mampu menembus sasaran yg sebenarnya krn tdk dibekali dgn bekal yg cukup dan perangkat yg memadai, sistem yg bagus sekalipun bila perangkat nya tdk memadai maka hasilnya tetap nihil
saya setuju kalau hanya fokus pada un kok menurut saya hanya beliau beliau di atas memang daripada solusi kebobrokan yang di potong kompaas saja seakan akan setelah un dihapus semua masalah selesai
Bener mutu guru harus diseleksi lagi ,terutama guru di smk harus masternya teknik
@@suparman5467 sebetulnya pemerintah tau betul soal itu. Makanya dibikin program Platform merdeka Mengajar (PMM). sebagai wadah buat guru belajar secara terus menerus, bahkan diberikan insentif sekali gaji lewat program sertifikasi guru, yg secara halus maksa guru2 utk giat meningkatkan kompetensi, bahkan ga cukup sampai disitu, dibikin program guru penggerak biar guru yg sudah kompeten mengajak guru2 lain yg masih nyaman mau berubah. Tapi coba liay realitanya bagaimana. Ini akibat jadi guru tdk pernah ada seleksi yg ketat, hampir seluruh guru yg ada diangkat dari honorer tanpa tes. Akibatnya sdm guru2 kita rata2 rendah sekali. Seandainya di tes IQ guru2 kita yakin gua dibawah rata2 pekerja informal swasta
"Kita sebagai orang tua harus juga sadar bahwa pendidikan tidak semuanya diserahkan ke sekolah" saya sangat setuju dan saya juga menerapkan dirumah untuk anak saya. Hanya saja kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia parentless. Pergi subuh, pulang malam demi dapur ngebul, dan kedua2 orang tua bekerja untuk memenuhi kebutuhan finansialnya. Tidak sedikit juga anak2 ini harus membantu orang tuanya bekerja sedari kecil. Oleh sebab itu, kebijakan pendidikan Indonesia harus melihat demograsi sosial ekonomi rakyatnya itu sendiri. Kita bukan negara dengan populasi kecil seperti eropa, menurut hemat saya pendidikan sekolah masih memiliki porsi yang besar bagi anak dalam menempuh pendidikan.
Karena tiadanya UN ,anak anak sekarang tidak ada rasa tanggung jawan nya. Ayo siapa yg setuju UN di berlakukan lagi ?
Betul sekali, terutama murid yg gak ada niat kuliah atau ortunya melarang kuliah. Anak-anak semacam ini banyak yang tidak merasa perlu belajar & kalau diajari agar menguasai pelajaran pun, tidak mau, meski sudah dimotivasi dan dijelaskan apa gunanya belajar
Boleh dilakukan ujian Nasional tetapi bukan jadi standar kelulusan sekolah yg jadi standar t kelulusan itu Raport nya.
Betul sekali semenjak UN dihapus siswa meremehkan guru. Yg mereka senangi NYANYI NYANYI, NARI NARI, JOGETAN, JARNAFAL. Jadi rusak akhlak generasi ini.
Makanya mengerjakan PR pun malas termasuk ujian mereka tidak pernah akan serius mengerjakan,UN setuju tetap dilaksanakan tapi bukan penentu lulus/ tidak lulus
Setuju banget UN di berlakukan lagi.byk nilai positif
Terus saja perdebatkan UN perlu atau ga perlu. Sampai lupa kualitas dan kesejahteraan guru. Sarana dan prasarana sekolah. Kecerdasan emosional anak yang perlu dibangun sejak pendidikan dasar dan parenting di rumah.
bener bgt, karena un hanya memperkeruh bukan solusi
Betul mas padahal dr kesemua permasalahan yg dibahas di atas hal utama penentunya adalah GURU itu sendiri, seringkali kita ribut memperdebatkan kualitas pendidikan tp melupakan pelaku utama pendidikan itu yakni guru yg msh seringkali diabaikan terutama Msalah KESEJAHTERAANNYA jd ibarat kata tong kosong nyaring bunyinya, yg ada malah guru sibuk cari penghasilan lain krn menganggap penghasilan sebagai guru tidak memenuhi kebutuhan hidupnya
@@suparman5467 sebetulnya cara mensejahterakan guru itu sudah dilakukan di semua negara maju berpuluh tahun lalu, cmn negara kita belum bisa melakukannya
Guru yg naikkan kelas siswa bodoh ?
Perjuangkan kesejahteraan guru, tapi guru jugak harus intropeksi 😂😂😂
Tri sentra pendidikan menurut Kihajar ...
Orang tua/ Rumah
Sekolah
Lingkungan
Rumah adalah Sekolah pertama bagi anak....
Sekarang pada hancur. Orang tua udah pada gak bener zama sekarang(banyak yg brokenhome, pembunuhan, ketidakpedulian dll) itu yg terjadi saat ini kepada yang namanya “RUMAH”. Sekolah ( masih banyak pendidik yang malas’an, prasarana dan sarana kurang dll). Lingkungan (heuh tambah parah) notee : saya seorang pendidik yang ngerasain bener’ memprihatinkan keadaan kita sekraang. Semoga ada jalan terutama kesadaran Individu dan pemerintah.
@fajrimediansyah1028 nah itu... jd bagaimana yang menyalahkan sekolah atas pendidikan anak.. di rumahnya saja sudah berantakan...
Apalagi pas kunjungan orang tua bilang.." pa bu sya sering nasehatin tapi anaknya...bla..bla.blaa..' apalagi sekolah orangtua nya sudah ga ngaruh...
Itulah lingkungan berperan juga🙏
@ Jadi emang agak susah sekarang ini. Emang kesadaran prang tua bad bangettt sekarang. Tapi kita sebagai guru jangan mau kalah tetap berusaha menjadi pendidik yg baik untuk mereka. Walaupun nanti hasil tidak seimbang. Karena emang 3 faktor harus ada dalam pendidikan anak. 1. Sekolah,2. Orang tua, 3. Lingkungan.
Dulu, saya didesak untuk mengajarkan siswa cara mengerjakan soal. Setelah UN ditiadakan, saya sekarang memiliki waktu yg lebih banyak untuk mempraktekkan aplikasi ilmu saya dalam dunia nyata. Ada perbedaan besar antara pengerjaan soal dan pengaplikasian di dunia nyata.
Silakan dicek di lapangan, perbedaan karakter, budaya belajar, dan daya juang anak-anak di sekolah antara saat UN masih berlaku dibanding setelah UN dihapus.
Dulu stres iya memang ada, tapi jika dikelola dengan baik, stres itu dapat meningkatkan kualitas diri anak. Saat ini, anak-anak kita tanpa UN, sedikit-sedikit stres dan mengeluh.
Betul, dan tdk ada motivasi belajar, toh lulus, biasanya persiapan tes ptn.
Sepakat. Win win solution. Ada semacam UN(apalah namanya) tapi bukan syarat selesai sekolah. Jadi....semua siswa selesai semua sekolahnya tapi....mungkin ada yg ga lulus ujian nasional(ya entah satu,dua,bahkan semua mapel yg.diujikan). Selanjutnya efeknya salah satu syarat diterima perguruan tinggi adalah nilai UN.
Setuju banget
kalau un berhasil negara ini udh jadi negara maju krn metode dgn un ini udah lama ada lihat aja hasilnya dri para baby bomers dan milenial apakah mereka jdi orang2 suksses nyata ngga sma aja😂😅😂 yg kaya para cukong2 dri keturunan
@@andis1853kan sudah ada utbk,
Semoga Rakor Stakeholder pendidikan saat ini dapat menemukan formula Evaluasi Nasional yg terbaik bagi para siswa diIndonesia....Evaluasi siswa sebagai standar nasional tetap dibutuhkan utk mendorong semangat belajar siswa, bukan ujian yang bermakna sempit dan parsial
Ujian-ujian termasuk UN mengajarkan pada anak bahwa hidup itu realitasnya adalah kompetisi... siapa yang bisa memanfaatkan segala daya upaya yang dia miliki untuk berkompetisi, ia bisa menjadi pemenang yang sukses....
Emang yang mau diperebutin apa... ?
Kompeisi yang sehat bang, bukan kompetisi yang menghalalkan cara untuk memenangkan kompetisi...kolaborasi dalam hidup juga penting untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat
harusnya bukan kompetisi yang diutamakan, tapi berkolaborasi, ini yg lebih dibutuhkan utk keberhasilan di masa kini
Lalu, habis mereka menang dari persaingan itu, then what? Narsum nya kan jg nanya jg: "Then what?"
@@BraveTone makan siang lah...
UJIAN NASIONAL WAJIB !!!
Setuju dengan Ibu Itje, UN bukan segalanya untuk menentukan masa depan anak2 karena sangat komplek ttg masalah pendidikan. Saya punya anak SD dan SMP dan semua sekolah di swasta, semangat belajar tetap bagus dan tetap disiplin meskipun tidak ada UN. Karena di sekolah swasta antara anak, orang tua dan guru bisa bekerja sama dengan baik. Sehingga anakpun tetap semangat belajar.
Ujian Nasional tetap di Uji kan tapi bukan penentu kelulusan.
Penentuan kelulusan di tentukan oleh sekolah masing-masing.
Tanpa ujian bagaimana mungkin anak-anak tau kemampuan nya.
Sudah lama koq bukan sebagai standar utama kelulusan
Loh kok bisa naik kelas
Dimana moral gurunya 😂
@@afrizal46162 hehe.... moral guru terletak pada maksud guru untuk tidak menjegal anak untuk terus berproses seiring berkembangnya kompetensi dan bertambahnya umur
@@khafidzanwarsaya setuju pak. namun, meluluskan siswa yang tidak memenuhi standar adalah pedang bermata 2. disisi lain ini adalah bentuk tidak bertanggung jawabnya sekolah pada siswa. dan ortu pun juga senang2 saja tanpa memikirkan kompetensi lulusan anaknya
Karena sekolahnya gak mau malu perolehan nilai yng seharusnya gak lulus akhirnya diluluskan
saya adalah guru dari tahun 1993 , saya insya Allah cukup tahu kondisi di lapangan, karakter penting, tetapi pengetahuan juga penting, efek utama dengan tidak adanya UN adalah anak anak tidak lagi memiliki semangat belajar.... saya adalah guru matematika SMP ... dulu yang rendah sekitar 25% sedang 50% tinggi 25%. saat ini yang rendah 75% yang sedang 25% yang tinggi 0%. ... cobalah adakan survey .... dulu anakanak yang ingin jadi dokter, insinyur, sangat banyak .... saat ini hampir tidak ada yang bercita cita menjadi dokter atau insinyur. .... anak smp tidak menguasai pelajaran SD. ini mengakibatkan SMP dia tidak bisa mengikuti pelajaran SMP. ... anak SMp ditanya 3 X 2 secara spontan banyak menjawab 5 ...ini adalah gambaran rendahnya kualitas pelajar kita. .... saya setuju UN diadakan bukan untuk membebani mereka ..tetapi memberi bekal mereka untuk masa depannya ... saat ini dokter, insinyur sangatlah langka ... sampai sampai dokter harus dinaturalisasi diambil dari luar negeri. Indonesia mau dibawa ke mana????
Betul pak skrg ini sangat miris kita melihat kondisi ini, yg sdh berlalu kita jdkn pelajaran bhw hrs ada tujuan akhir spt UN krn kurikulum yg lalu belajarnya terlihat sangat santai krn tdi punya tujuan akhir toh semua kan AKHIRNYA akan DILULUSKAN
Lok kok bisa naik kelas murit bodoh ?
Benar sekali panjenengan. Saya Memberi LES SD-SMA. Prihatin sangat prihatin. Jangankan MTK, pengetahuan umum mrk minim gak ngerti apa2 tambah lagi mereka kebanyakan gak jujur di sekolah.
Betul pak saya juga guru matematika smp, semenjak Tidak ada UN skolah spt bernain , naik kelas, lulus tanpa beban
Pernah ngasih kunci jawaban pada saat UN dilaksanakan ngak pak? Atau paling tidak ngajari anak untuk saling memberi jawaban.
Kehidupan ini penuh dengan ujian. Kenapa anak tidak dilatih menempuh ujian. Masuk perusahaan ada ujian, masuk pns ada ujian , masuk perguruan tinggi ada ujian. Intinya anak perlu belajar menghadapi ujian.
Betul, sudah ada ujian harian, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester. Jadi UN tidak diperlukan karena ujiannya sudah banyak
Udah terlalu banyak kan ? Maka UN gak perlu lagi. Gak kasian apa lu sama anak dikasih ujian banyak² ? MIKIR !
@@guelee5192 lemah
@@guelee5192 tidak karena saya dulu juga mengalami hal tsb, jaman saya tiap hari belajar agar bisa di terima disekolah favorit tentu saja dengan UN. Anak sekarang hanya ujian semester jaman saya ada Caturwulan 1,2 dan 3 itu ada ujiannya, teman saya di salah satu SMA favorit ada yg sampai tidak naik kelas karena memang nilai ujiannya kurang...
Sy amati un dulu2 tingkat kesulitan sangat tinggi,hampir level olimpiade dan setiap tahun meningkat terus kesulitannya,herannya semua lulus 100%.Semua kelulusan semu.Buktinya ptn dan sekolah kedinasan tetap memperlakukan ujian masuk jg,krn mrk tahu nilai un itu semu.
Ayo ada apaaaa?
Peradaban dipaksa oleh keadaan.agas lulus 10000%
Benar. Itu lah realitas nya. Nilai UN itu hanya bentuk pembodohan sistimatis karena dilakukan oleh negara. Sebagai praktisi pendidikan saya tahu betul bahwa dulu Nilai UN itu semacam lelucon saja. Bagaimana tidak? Anak dengan rata-rat nilai enam 2,5, 3,0, 4,0 dinyatakan lulus dan berhak memperoleh ijazah. Itu karena bobot nilai UN hanya sekitar 20 % sementara nilai Ujian sekolah dan nilai rata-rata raport sebesar 80 % untuk menentukan kelulusan siswa. Akibat nya guru akan memberikan nilai raport dan ujian sekolah sangat tinggi, minimal 7,5 sd 9. Mark-up nilai ini semi legal karena ga ada larangan. Belum lagi praktek curang seperti jual-beli nilai UN khusunya untuk sekolah dasar (SD) dan SMP yang dilakukan oknum sekolah dan mafia pendididkan. Banyak orangtua siswa yang terpaksa bahkan sukarela membayar mahal untuk nilai UN anak nya.
jadi apa yang dibanggakan dengan UN? Jika UN dipaksakan untuk dilaksanakan lagi, sementara kualitas pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan masih rendah, itu adalah suatu kemunduran.
Kalau di zaman saya justru soal2 UN itu mudah. Matematika aja saya bisa dapat nilai 7, biasanya 6 aja susah.
. *Menit 22.25*
*Sedikit koreksi, bahwa tidak semua pihak yang setuju adanya ujian nasional (ebtanas, uan) selalu setuju hasil un/ebtanas/uan sebagai kebanggaan. Melainkan un/ebtanas/uan hanya sebagai satu instrumen.*
*(1) Yang membanggakan atau mengandalkan hanya sebagian siswa, guru, orang tua dan kepala daerah.*
*(2) UN/Ebtanas/UAN sebaiknya waib namun jangan dibebani tuntutan seperti :*
*a. Wajib tapi bukan syarat utama bahkan satu²nya syarat lulus.*
*b. Tidak menjadi satu²nya keberhasilan siswa.*
*c. Tidak menjadi satu²nya ukuran keberhasilan guru.*
*d. Tidak menjadi satu²nya ukuran keberhasilan tenaga administrasi sekolah.*
*e. Tidak menjadi satu²nya ukuran keberhasilan sekolah/kepala sekolah.*
*f. Tidak menjadi satu²nya ukuran keberhasilan kepala desa, camat, bupati, wslikota atau gubernur.*
*g. Tidak menjadi satu²nya alat seleksi pendaftaran melanjutkan sekolah lebih tinggi ke SMP atau SMA/SMK.*
*(3) Sebab masih ads faktor lain yang mengukur keberhadilan/kemajuan siswa, guru, sekolah, atau bidsng pendidikan fldi desa, kecamatan, kabupaten/kota atau provinsi.*
*(4) Harus diberi pemahaman kepada siswa, orang tua, guru, kepala sekolah, kepsla desa, camat, bupati/wali kota dan gubernut atau instansi terkait.*
*(5) Juga pihak Kemenag atau lembaga lain terkait pendidikan dasar dan menengah.*
betul sing dikatakan ibu iku, dengan kondisi sekolah yang belum merata cuma menciptakan ketidakadilan kalo UN diselenggarakan lagi
Sama spt kehidupan, ada ujiannya... mau masuk kerja, ada tes, mau promosi ada assesment, usaha mau maju perlu ada survei dsb...
Ujian sekolah mengajarkan juga nilai kehidupan bagi siswa
Di Era Digitalisasi 4.0 perlunya untuk menumbuhkan kompetensi yang dibangun berdasarkan integritas dalam proses pembelajaran guru dan murid, suka atau tidak untuk masuk perguruan tinggi negeri, melamar pekerjaan cpns/ swasta tetap harus berkompetisi menggunakan ujian standar passing grade tertentu itulah pentingnya cognitive belajar sepanjang hayat
Sudut pandang bagi kami yang ingin kembalikan UN adalah :
1. Siswa kehilangan gairah, motivasi, cita-cita untuk belajar dengan sungguh-sungguh
2. Kesulitan guru untuk memberi peringatan, teguran atau sejenis sanksi yang mengikat kepada siswa dan orang tua siswa jika siswa/anaknya tidak belajar dengan sungguh-sungguh.
Hasil selama 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa, anak jenjang sekolah kesulitan dalam membaca, berhitung sederhana, serta penguasaan pengetahuan dasar.
Sekolah diwajibkan untuk menaikkan kelas kepada siswa yang belum menguasai kompetensi dasar dengan teknik pembelajaran "berdiferensiasi". Perlu disadari bahwa, sekolah-sekolah di seluruh penjuru Indonesia belum mampu untuk melaksanakan pembelajaran "berdiferensiasi" karena keterbatasan jumlah pendidik dan sarana prasarana yang belum memadai.
Mengukur suatu kebijakan itu jangan hanya dari satu sisi dan satu sudut pandang. Kebijakan mana yang paling sedikit kelemahan atau kebijakan mana yang yang paling banyak kelebihan untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Mengukur itu akan jauh lebih objektif dengan secara langsung mewancarai keluhan guru-guru bukan datang ke sekolah langsung yang justru itu hanya manipulatif semata untuk mendukung program-program, jargon-jargon baru dari Kemendikbud-Ristek (2019-2024).
se7 Pak.. saya memandang pola pikir beberapa orang/narasumber ini dari sudut pandang yang cukup previlege (kelah menengah). Padahal untuk bisa belajar, hal utama adalah "waktu" dan "energi". Banyak anak2 yg tidak punya waktu untuk belajar diluar sekolah krn harus bntu ortu kerja dan sekolah adalah tempat utama mereka bisa menerima pendidikan. Jadi konsep2 pemaku kebijakan dimana pembentukan karakter, pemahaman dll di sekolah (dlm waktu singkat- 6 jam sehari) dan luar sekolah itu tidak sesuai dengan kondisi sosial ekonomi Indonesia yang para org tua pergi subuh pulang malam. Juga, perlu untuk memahami hal2 dasar dahulu tanpa harus benar2 paham untuk apa karena pembelajaran itu akan berproses dg sendirinya dan anak2 akan bisa faham pada waktunya.
@yunandar_heriansyah Terserahlah, yang penting aku nggak sekolah lagi.
Saya pikir solusinya mungkin bukan mengembalikan ujian nasional, tetapi memetakan kembali kompetensi literasi dan numerasi siswa. Lalu diformulasikan lagi lebih mendalam berdasarkan sebaran yang didapat, Tugas utama adalah menjadikan masyarakat Indonesia pembelajar seumur hidup, kalau fenomena jaman UN muncul lagi, maka siswa hanya akan belajar untuk UN. setelah itu mereka akan lupa apa yang sudah dilatihkan selama UN.
Saya lebih setuju jika kelulusan didasarkan pada bukti karya anak yang sesuai dengan kompetensinya
@ambarsetiyoko6136 nah, Betul sekali kakak, aku termasuk orang yang tidak setuju dan menolak UN.
Kurikulum sekarang lebih baik dari kemarin. Tidak ada lagi usaha curang bahkan tingkat emosional hingga stress pada siswa setelah UNAS dihapus. Kurikulum tidak perlu diganti setiap ganti menteri. Bagaimana pendidikan itu bisa dinilai sukses kalau proses pendidikan itu diubah ubah setiap 5 tahun? Disisi lain insfratruktur sekolah masih tidak merata di negeri ini. Jumlah sekolah masih timpang antara kota dan desa apalagi pelosok pulau. Lihat lah titik start yang tidak imbang. Pendidikan itu adalah cita cita bangsa Indonesia dalam UUD 45 .
UNAS ITU MENYEBABKAN stress siswa, menimbulkan kecurangan sampai membeli kunci jawaban soal.
UNAS Juga tidak bisa menjadi tolok ukur siswa itu punya prestasi.
PERCAYALAH UNAS HANYA MENYEBABKAN PEMBOROSAN KEUANGAN APBN NEGARA.
SIAPA YG SEPEKAT ADA UNAS LAGI.. TOLONG BERFIKIR PANJANG KEDEPAN..
Saya sudah hampir 30 tahun mengajar... Saya memang melihat ada penurunan sangat belajar pasca di hentikan nnya un hal ini menunjukkan salahnya orientasi pendidikan kita yang hanya berorientasi kepada hasil ujian diatas kertas saja.
Ujian Nasional yg berupa tes utk pendidikan dasar membuat lupa pendidikan karakter. Pendidikan dasar porsi terbesar adalah pendidikan karakter. Selain karakter juga perlu dikembangkan pendidikan minat bakat terkait skill (keterampilan) yang kontekstual. Selain itu yang terpenting,siswa juga diajarkan CARA BELAJAR juga. Harapannnya generasi bangsa jadi berkarakter,minat dan pandai belajar, dan punya keterampilan/skill yang mampu menjadi solusi dalam kehidupannya dan juga berdampak positif bagi lingkungan.
Sepakat, UN menyedot energi yang harusnya untuk mendidik karakter, life skill, sosial emosional
UN atau semacamnya itu akan disukai guru, sekolah, pemerintah karena itu cara2 instan, ngga perlu mikir keras ttg pembelajaran bermakna, pembelajaran menyenangkan. Guru, sekolah, dan pemerintah akan dengan mudah mengintimidasi anak2 sekolah atas nama belajar. tapi belajar yang semu. belajar = mengingat, menghafal, bisa mengerjakan soal ujian test
Tanyanya dengan menghapus UN yang terjadi justru kebalikan dari yang diharapkan nara sumber. Tingkat knowledge, skill, dan moral siswa malah terjun bebas melahirkan siswa2 yang "istimewa", bagaima tidak istimewa ketika anak SMK tidak tahu nilai 8x3 bisa naik kelas. Saya kebetulan pernah memberi materi di suatu SMK hanya 1/3 anak dalam kelas yang bisa menjawab soal matematika sederhana yang ujungnya saya kesulitan menyampaikan materi yang disitu banyak melibatkan hitung-hitungan sederhana. Padahal dunia kerja membutuhkan lulusan SMK yang mampu bekerja dengan baik, namun banyak pekerjaan harus melibatkan hitung2an. Belum lagi jika bicara moral, jaauuuhh jika dibandingkan dengan anak-anak lulusan 5 tahun yang lalu. Jika dicermati sebenarnya banyak paradoks dari apa yang ibu nara sumber sampaikan jika melihat pendidikan langsung dan hubungannya dengan kebutuhan dunia kerja. Narasumber banyak menyampaikan jika kompetensi lebih penting dari angka, yang padahal untuk melihat suatu kompetensi seseorang dilakukan melalui sebuah ujian. Kompetensi selalu mempunyai standart yang seragam dan tidak memandang darimana seseorang belajar sebelumnya atau dengan siapa dsb. Lantas dengan tidak diberlakukannya UN apakah semua permasalahan tersebut teratasi? Nyatanya tambah hancuuurrrr
, ini FAKTANYA DILAPANGAN
Benar sekali... Itu fakta.
Sebaiknya ujian sekolah saja, karena yg tahu sehari-hari nya si guru yng bersangkutan. dan budaya belajar, gemar belajar itu yang harus ditingkatkan sebaik_ baiknya
bisakah kita semua jujur??
Pemerintah yang punya kebijakan tentang pendidikan Jujur.
Guru yang mengajar nya Jujur.
Orangtua siswanya pun Jujur terhadap perhatian kepada anak²nya
Saya sejak SMA dan konsisten sampai sekarang stelah 15 tahun jd guru Alhamdulillaah tdk pernah setuju dengan UN. Muak! Sya melihat, disekeliling saya, yg setuju dgn UN rata2 bukan profesi guru. Ini opini dn fakta dlm lingkungan saya.
Org2 yg kurang peduli dgn marwah atau hakikat pendidikan itu cenderung setuju dgn adanya UN. Apalagi diantara keluarga dn tetangga saya yg lebih mementingkan gengsi dn IQ, hampir bisa dipastikan cenderung setuju bahkan vokal dlm mendukung UN. Sabar... sabar..!
Jujur saja, saya SD selalu peringkat 5 besar, SMP 3 besar, SMA saya masuk sman favorit. Tapi hati saya selalu terusik dgn teman2 dn siswa2 yg IQ dibawah rata2. Sistem UN yg dlu sangat tdk adil.
Sistem apapun kalau masih menuhankan IQ, sudh pasti gak adil. Mau namanya kurikulum merdeka, KTSP, kurtilas, dll. Jangan fokus hasil PISA. Kita punya kebutuhan brbeda dgn negara lain. SMP SMA bhs indo dn biologi saya nilai 10. Equality for the right itu penting bgt.
Kalau stelah ini UN dikembalikan, semoga ada pembenahan menyeluruh dr sistem yg lama. Klo sama kyak dlu atau mirip2, ya sudah lah.. terserah sampaleyan2.
Saya dlu guru bimbel di bimbel sndiri, 4 murid saya masuk 10 besar nilai UN tertinggi. Dan saya semakin yakin tidak pentingnya UN.
manusia itu unik,spesifik n otentik jgn merubah takdir itu menjadi satu ragam cakepp👌
Wajar kalau murid anda bagus nilai un nya, kan ikut bimbel. Umumnya nilai UN dan ikut bimbel itu berbanding lurus, sy tdk mengerti pemikiram anda menolak UN kalau pernah jd guru bimbel
Tidak ada UN, perkuat kompetensi sekolah (KS dan guru)dalam meningkatkan kompetensi siswa. Memang ini berat, krn banyak gr dan KS nya yg hrs dulu ditingkatkan kompetensi. Ini perlu kerja kolaboratif dg masyarakat
@@wildasagita1799 kan sekarang sudah banyak guru penggerak yg katanya kualitasnya diatas rata2 guru tdk bergerak...
Yang penting minimalisir ruang bagi guru untuk manipulasi nilai / ujian. ANBK sekarang itu, yg sistem sampling, punya kelemahan cukup besar. Sekolah bisa saja mengikutkan siswa yg pintar yg tidak diundang untuk mengganti siswa kurang pintar yg diundang. Hasilnya, data yang didapat pemerintah cenderung tidak akan akurat.
UN itu Penting,Ujian itu Penting,mau masuk perusahaan di uji,mau masuk kerja apapun di uji,Masuk PNS/PPPK di uji,baik skil,pedagogik,moral karakterk kepribadian,kehidupan ada ujian mau matipun akan di uji allah swt ke mati membawa iman/ Khusnul khotimah atau suul khotimah Jadi ujian sbg alat final ukur kemampuan dan keberhasilan.Sedangkan ANBK sebgai alat evaluasi/sample BPMPTK/stackholder/penyelenggara pendidikan sbg sampling guna mengukur kualitas belajar siswa dan mengajar guru.namun bukan alat untuk menekan semngat belajar mengajar siswa dan guru dalam mencapai hasil maksimal.ANBK sya lihat murid dan guru enjoy tak ada beban jd berjalan di titik aman.namun what happen dg ranking/peringkat mutu pendidikan indonesia? katanya dunia turun anjlok! Krn roh dan semangat Belajar mengajar guru murid tdk ada= krn ujian UN Tdk ada😮
Ya kan diuji ketika mau masuk kesitu, kalau gak masuk kesitu ngapain ambil ujiannya, menghabiskan resource.
Menurut saya perlu diadakan lagi UN, mengingat pola fikir anak yg sekarang yang terlalu santai, menyepelekan belajar ( belajar gk belajar tetap lulus ). Berpengaruh pada karakter anak, mohon dicek kembali pada jurnal jurnal penelitian barat yg meneliti pendidikan di Indonesia, makin kesini makin menurun kualitas pendidikan yg disebutkan salahsatunya tidak diadakannya UN.
pola fikir terlalu santai, menyepelekan belajar....akarnya adalah kegagalan keluarga dan guru. Keluarga dan guru gagal menumbuhkan naluri belajar dari anak-anak, karena belajar itu naluri, kebutuhan manusia yang berakal. Ketika anak tidak mempunyai gairah belajar PASTI ada yang dari proses mendampingi tumbuh kembang anak dari usia awal mereka. Belajar itu untuk kehidupan, bukan untuk sekolah.
UN hanya jalan keluar manipulatif, yang justru merusak mental anak dan sistem pendidikan di Indonesia
Setuju UN,ada lagi,sy lihat product UN itu bagus,org jd disiplin dan punya habit ,disiplin,baca buku,bljr pas subuh,berdoa...suami sy product UN,dan sy bersyukur dpt product berkualitas yg tau apa yg hts dilakukan,bisa bertanggung jwb untuk diri sendiri dan org lain...cenderung tdk menunda sesuatu.
UN adalah jawaban cepat, tapi bukan solusi jangka panjang
@@araara-me4yx menurut saya pola pikir santai karena tidak ada ketidaklulusan. Bukan karena UN. UN tidak berpengaruh dalam hal ini
Sy sangat setuju jika kembali seperti dahulu bahwa UN sangat penting untuk menguji kompetensi siswa,,Krn nilai siswa yang tercantum di rapor atau ijazah sekarang kurang menjamin kualitas dari siswa itu sendiri,,Krn sekarang lebih mengutamakan kualitas guru dari pada kualitas siswa sehingga banyak sekolah2 yang memanipulasi nilai supaya sekolahnya dianggap bermutuh tp siswanya tidak tau baca tulis.
UN penting untuk dilaksanakan di sekolah karena;
1. Standarisasi Kompetensi dan Penilaian Pendidikan Nasional
Salah satu tujuan utama dari pelaksanaan UN adalah untuk menstandarisasi penilaian pendidikan di seluruh Indonesia. Indonesia adalah negara dengan berbagai latar belakang budaya, sosial, dan ekonomi yang bervariasi. Untuk menciptakan kesetaraan dalam kompetensi siswa dari berbagai daerah, dibutuhkan standar yang dapat mengukur capaian belajar secara nasional. UN memberikan patokan yang sama bagi seluruh siswa, sehingga setiap individu dapat dievaluasi dengan tolok ukur yang sama, meski mereka berasal dari daerah yang berbeda.
2. Mengukur Keberhasilan Kurikulum dan Peningkatan Kualitas Pendidikan
UN juga berfungsi sebagai alat evaluasi efektivitas kurikulum yang sedang diterapkan di sekolah. Melalui hasil UN, pemerintah dan pihak berwenang dapat mengetahui sejauh mana kurikulum yang diterapkan mampu menciptakan hasil pembelajaran yang diharapkan. Hasil UN bisa menjadi tolok ukur keberhasilan dalam penerapan kurikulum dan juga sebagai dasar bagi kebijakan pendidikan selanjutnya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih relevan dan efektif dalam mengembangkan potensi siswa.
3. Motivasi Siswa untuk Belajar Lebih Keras
Dengan adanya UN, siswa termotivasi untuk belajar lebih keras dan lebih disiplin dalam menghadapi ujian. Persiapan menghadapi UN sering kali memacu siswa untuk mengatur waktu belajar, meningkatkan kemampuan memahami materi, serta mencari cara belajar yang efektif. Pengalaman mempersiapkan diri menghadapi UN dapat melatih keterampilan manajemen diri, kemampuan bekerja keras, dan daya juang siswa dalam menyelesaikan tantangan yang bermanfaat bagi perkembangan mental dan akademis mereka.
4. Sebagai Alat Seleksi Lanjut ke Jenjang Pendidikan yang Lebih Tinggi
UN juga berfungsi sebagai salah satu indikator untuk seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sekolah menengah atas (SMA) atau perguruan tinggi sering kali menggunakan hasil UN sebagai salah satu syarat penerimaan siswa atau mahasiswa baru. Dengan adanya standar ini, sekolah dan universitas dapat mengetahui kemampuan akademis calon siswa atau mahasiswa secara lebih objektif. Ini membantu institusi pendidikan dalam menyaring calon peserta didik yang sesuai dengan kualifikasi yang mereka inginkan, sehingga kualitas penerimaan siswa baru dapat lebih terjaga.
5. Mengukur Tingkat Penguasaan Materi oleh Siswa
UN memberikan gambaran tentang sejauh mana siswa menguasai materi yang diajarkan selama beberapa tahun terakhir. Penguasaan materi ini penting untuk memastikan bahwa siswa telah memahami konsep-konsep dasar yang akan menjadi fondasi bagi jenjang pendidikan berikutnya. Melalui UN, siswa, guru, dan orang tua dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam mata pelajaran inti seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Hal ini juga memberi kesempatan untuk mengetahui kelemahan akademis siswa agar mereka bisa memfokuskan perbaikan di area yang masih kurang.
6. Mendorong Akuntabilitas Sekolah dan Guru
Hasil UN juga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kinerja sekolah dan guru. Sekolah yang menghasilkan banyak siswa dengan nilai UN tinggi biasanya mendapat citra yang baik, sebaliknya, sekolah yang nilai UN-nya rendah cenderung mendapat perhatian dari dinas pendidikan untuk diperbaiki. Guru juga terdorong untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka agar siswa dapat mencapai nilai yang memadai. Akuntabilitas ini penting untuk mendorong sekolah dan tenaga pendidik terus meningkatkan mutu pengajaran.
7. Menanamkan Disiplin dan Tanggung Jawab
Menghadapi UN membutuhkan persiapan yang matang, baik dalam hal penguasaan materi maupun manajemen waktu. Siswa perlu disiplin dalam belajar dan memahami setiap materi dengan baik. Tanggung jawab untuk mempersiapkan diri dan menghadapi ujian ini menjadi latihan berharga bagi siswa dalam menumbuhkan rasa disiplin dan tanggung jawab terhadap kewajiban mereka. Hal ini juga memberikan pengalaman nyata bagi siswa dalam menghadapi tekanan dan tantangan yang membutuhkan konsentrasi tinggi, yang bermanfaat dalam kehidupan nyata.
8. Sarana untuk Membangun Integritas
UN mengajarkan siswa tentang pentingnya integritas dalam mencapai hasil yang baik. Dengan proses yang ketat dan pengawasan dalam pelaksanaannya, UN mengajarkan kepada siswa untuk jujur dalam menjawab soal sesuai dengan kemampuan mereka sendiri tanpa mengandalkan bantuan orang lain atau kecurangan. Nilai kejujuran dan integritas yang tertanam ini diharapkan dapat dibawa oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari di luar lingkup akademik.
### Kesimpulan
Meskipun UN bukan satu-satunya metode penilaian yang dapat diterapkan, ia tetap menjadi alat evaluasi penting untuk menilai dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Implementasi UN yang efektif dapat membantu mewujudkan sistem pendidikan yang adil dan berkualitas.
mau masuk Perguruan tinggi kita di test, mau kerja/CPNS kita di test, masa sekolah ga ada test standarnya.
Itu kalau UN nya jujur. Kalau seperti era UN dulu, yg ujian itu guru, siswa dpt kunci jawaban. Berjamaah seluruh SMA dari sabang sampai merauke.
Bullshit! prakteknya tidak seindah teori. UN hanya menjadi alat kamuflase saja. Seolah2 pendidikan kita baik2 saja. Standar ujian nasional tidak seiring dengan kualitas pendidikan di daerah2. Tegas kami tolak UN!
itu kan menurut pikiran ente aja
Mantap, UN hanya nyentuh kognitif saja..sdangkan afektif dan psikomotorik tidak tersentuh sama sekali...
Part tentang life long learning menit 19 itu membuat saya mulai merefleksi diri. Memang benar itu tantangan kita saat ini.
Ibu ngomongin kompetensi, sdhkan sekarang utk penerimaan murid baru d sklh favorit berdasarkan umur dan zonasi. Gimana itu ibu, letak kompetensi yg ibu bilang dmn ya😂
Cuma teori....doang
ttapiiikan pengetahuan basic pda ada yg kgak TAUUUU 😊😊
Ibu ini matanya dikaburkan oleh katarak fakta.
Paham kok maksud dari ibu ini, aku tau dia tergila-gila dengan sistem Finlandia sama spt Nadiem Makarim. Emng tujuan akhirnya pendidikan pengen spt Finlandia. Tapi tau sendiri kan kondisi siswa Indonesia ini beda. Klu gk dipaksa belajar, ya gk bakal baca. Beda ama finlandia. Kecuali oneday indonesia udah maju, bisa diterapin. Klu masih berkembang gini emang harus dipush yang keras. Klu udah kebiasaan belajar, maka tnp disuruh pun udah bisa. Lawong skrng aja kita gk ada budaya belajar dan membaca kok.
Budaya belum terbentuk. Maju dulu baru membentuk budaya atau membentuk budaya untuk maju?
Setuju sama bu itje chodijah❤ aku ibu yg paling bahagiah UN dihapus karena semua anak cerdas dan punya fitrah bakat sejak lahir..
Komen juga bu gimana kondisi siswa saat ini bu,, pas ndak ada Ujian Nasional bagaimana kondisi anak2 sekarang
Karena ibu nya bukan guru, hanya peneliti pendidikan...tidak terjun langsung d kelas
Hidup ini berjuang, untuk mendapatkan sesuap nasi. Kalau tidak terbiasa berjuang... mletree bu...
Ujian Nasional itu seperti mengayak/menyaring pasir bahan bangunan.
Hasilnya, bisa diperoleh 90% lebih pasir alus.
Contoh pasir alus itu profesor, jendral, para ahli dan peneliti, dan orang-orang hebat lainnya. Apakah anggota dewan, pemegang kuasa peradilan dan pemerintahan diisi penuh oleh mereka, orang-orang kategori pasir alus itu?
Tidak, sama sekali tidak penuh.
Dalam kehidupan nyata sehari-hari, enkaeri: negeri kaya raya ini justru dikembang-majukan oleh batu, koral, daun kering, dan 'bukan kategori pasir alus' lainnya.
TEORINYA SIH BAGUS, TP KENYATAANYA TANPA UN ANAK2 SKR LEBIH SANTAI.
INTINYA PEMERINTAH HRS LEBIH SERIUS MEMBENAHI DUNIA PENDIDIKAN.
BGT FERGUSSO
Maunya susah kaya diri kita sendiri dulu
Anak Santai itu tergantung orang tua dan gurunya, Bagaimana mengarahkan anak tersebut ke arah belajar yang BENAR.
@@bocahmundingan121 pemerintah harus serius membenahi pendidikan. Dengan tidak mengembalikan UN
Baiknya kualitas pendidikan itu tergantung dari rekrutmen pejabat pengelola pendidikan. Mulai dari rekrutmen guru, kepala sekolah, pengawas, kepala dinas dan seterusnya ke atas., plus regulasi pendidikan yg mendukung
Jika pengelola pendidikan itu orang2 terbaik kompetensi dan karakternya (tdk ada praktek menyogok dlm meraih jabatan (ini sulit dibuktikan)), plus regulasi pendidikan baik, dgn sendirinya akan mengalir ke siswa yg berprestasi, kompeten dan berkarakter (pendidikan berkualitas).
Hmmmm.. lebih baik fokus pada:
1. Penguatan karakter moral
2. Penguatan kinerja
3. Kompetensi bakat minat dan penguasaan digital dan AI
Ujian Nasional itu penting untuk PEMETAAN. FEED BACK dari sebuah proses pengajaran, sehingga kita dapat mengenal kemampuan diri. Kwalitas soal harus standart Internasional, walaupun tidak menentukan kelulusan yang penting FAIR PLAY.
Sudah dilakukan
Bu itje terimakasih atas nasehatnya. Mbak Nisa yang selalu memotivasi untuk terus belajar sepanjang hayat. Ibu n mb Nisa kami tunggu dijogja
Ujian Nasional sangat penting dan juga pun diperlukan bagi calon mahasiswa yang ingin berkuliah di negara negara Eropa, karena Negara Eropa membutuhkan Nilai Kompetensi dari Ujian Nasional sebagai Tolak Ukur. Tetapi Pemerintah harus memikirkan Cara atau System yang cocok agar bisa mendekteksi serta langsung Langkah Penindakan yang diambil apabila ada pihak yang ingin berbuat Curang agar bisa membuat Hasil Ujian Nasional menjadi Tinggi. Setuju, bahwa Budaya Belajar belum seluruhnya mendarah-daging pada Pelajar Indonesia. Intinya Adanya Ujian Nasional maupun tidak harus ada Pengawasan Pendidikan. Di harapkan ada Lembaga Pendidikan yang di bentuk agar bisa TEGAS didalam kontrol penegakan hukum untuk meminimalisir KECURANGAN didalam ujian Nasional.
Lebih baik ada UN daripada tidak, walau ada sisi negatifnya, percayalah buuuk
2013 saya juga mikir UN dihapus aja, sekolah 3 tahun kok diuji 3 hari.
2020-2021 UN akhirnya ditiadakan.
2024 sebaiknya UN diadakan lagi, karena anak2 justru ga punya tanggung jawab belajar, hasilnya seperti konten2 viral itu.
Bagaimana bisa dipercaya lagi kan sudah dievaluasi dulu itu bahwa UN itu banyak sekali sisi buruknya bagi Kependidikan Nasional Mencerdaskan Bangsa .. Evaluasi terdahulu itu diantaranya "UN itu Barang Dagangan atau Proyek Nasional dg Dana APBN yg sangat besar dimana hasilnya sangat diragukan banyak pihak" ..
@@iskandarfordaus4098 betul UN ada sisi buruknya.
Skrg saya tanya apa sisi buruk ditiadakan UN?
Manakah yg lebih buruk ada UN atau Tidak Ada UN?
Sebaiknya jangan ada UN, itu kemunduran
@@YudiPradito anda pasti bukan pendidik yg tiap hari ketemu dan memperhatikan kondisi puluhan/ratusan siswa di sekolah pasca UN dihilangkan..
Btw, yg minta UN dikembalikan adalah para guru SD-SMP-SMA (dikdasmen)
Yg minta UN dihilangkan adalah tersebut pakar pendidikan/dosen FKIP/Intelektual lulusan Luar negeri yg ngajar sesekali di sekolah atau bahkan ga pernah ngajar di SD/SMP/SMA.
Cobalah ngajar di SD/SMP/SMA minimal sebulan aja. Klo 1-2 hari ngajar percuma, gak akan paham.
Lihatlah kualitas pendidikan seluruh pelosok negeri ini. Bukan hanya di daerah2 tertentu dg kemapaman yg sdh matang. Sy tinggal di daerah yg sgt msh memprihatinkan tingkat edukasinya. Yg dipikir cuman bgmna cari duit hr ini utk makan bukan bgmna cara dpt nilai baik
Saya setuju UN dikembalikan. Dengan tidak adanya UN anak tdk perlu belajar giat krn pasti lulus walaupun tdk tau apa2 .Standard pendidikan tdk ada lagi krn tergantung kebijaksanaan sekolah dan guru. Betapa mudahnya lulus sekolah , saya miris anak kuliah ditanya Pontianak ada di propinsi mana tidak tau pedahal itu adalah pelajaran anak SD. Jangan menyalahkan UN tapi yg harus dilihat bagaimana meningkatkan mutu sekolah. Dgn adanya UN guru pun diuji apakah guru tsb mampu, pantas dan layak menjadi guru yang patut digugu dan ditiru, bukan guru abal2 yg menjadi guru krn butuh pekerjaan.
UN tetap perlu tapi standar kelulusan harus disesuaika dngn kondisi daerah masing masing...ada yg bs lulus dengan nilai murni 6,7 misal tp ada juga daerah yg lulus di angka 3,4,5 itu smua proses...sebelum seluruh sekolah mempunyai fasilitas yg sama gk bs kurikulum disamaratakan...dan mayoritas sekolah di Indonesia mhn maaf msh standar menegah ke bawah...ini tugas negara memajukan pendidikan bangsa...perbaiki dl sarana prasarana kualitas sekolah...stlh itu mutu SDM...berproseslah dr bawah
Tidak setuju dengan un tapi setuju dengan ujian.
Masalah Pendidikan kita kompleks.
1. Masalah naik tidak naik kelas,
2. Masalah minat dan motivasi guru juga murid
3. Masalah mendapatkan siswa
4. Masalah cair tidaknya sertifikasi.
Dan masih banyak lagi. Yg pada ujungnya semua cara baik benar atau salah agar sekolahnya tetap baik dimata masyarakat pasti dilakukan. Sehingga hilang kejujuran
Jadi klo kita terjun langsung kita tidak bisa menyalahkan hanya dari 1 atau 2 faktor
Selalu suka dg pemikiran bu itje, .. Terimakasih bu, sehat selalu
Kembalikan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang dulu pernah ada dan mampu mencetak calon² tenaga guru/pendidik yang profesional, dan berhasil mendidik anak² yang berkualitas pula, pandai², cerdas, terampil, dan berkarakter (berakhlak mulia)
Oke, skrg kan udah gak ada ujian nasional nih. Apakah seluruh teori bu Itje terbukti? Anak2 sudah tangguh sekarang? Anak2 sudah berkarakter baik? Jatuh dari trauma ujian? Bahagia berprestasi? Kalau jawabannya iya, pasti gak ada orang yg pengen ujian nasional ini kembali. Keinginan ini ada karena serentetan masalah peserta didik yg mengemuka. Gak mau belajar. Coba deh bu Itje wawancara anak2 skrg ambil responden yg acak ya. Jangan sekolah2 yg maju aja.
Belum ada riset yang mengatakan UN selama ini membuat anak tangguh, berkarakter baik, yang ada adalah pengaruh medsos terhadap karakter anak2 saat ini. Jangan sakit mata dikasih obat panu
@jefrinur1440 skrg sudah gak ada UN jalan 5 tahun lebih. Saatnya membuktikan teori yang ndakik2 ini. Apakah pendidikan kita membaik? Apakah anak2 tidak punya mental health issue? Apa mistar atau alat ukur negara sudah melaksanakan tugas mencerdaskan bangsa atau belum? Anak2 kita sebagian ditolak mau sekolah di luar negeri setelah tau negara kita gak punya tes terstandart
UN(UJIAN NASIONAL) perlu dihidupkan kembali dengan disatukan dengan Ujian Masuk Sekolah Lanjutan yang menjadi UNMSL(UJIAN NASIONAL MASUK SEKOLAH LANJUTAN) untuk kelas 6SD/MI dan untuk kelas 9SMP/MTs yang memiliki tujuan untuk evaluasi standar nasional pada mata pelajaran yang dikuasai oleh siswa dan bahan untuk masuk sekolah lanjutan baik sekolah negeri maupun sekolah swasta baik naungan kemendikdasmen maupun naungan kemenag yang dipilih oleh siswa. Ditiap kolom pendaftaran UNMSL yang mengenai pemilihan nama sekolah ditiap kolom dari 3 kolom memiliki (Grid Atas, Grid Sedang dan Grid Bawah). Hampir sama dengan masuk sekolah lanjutan berdasarkan DANEM dan hampir sama dengan masuk Perguruan tinggi sehingga tamat dari kelas 6SD/MI dan kelas 9SMP/MTs langsung mendapatkan ijazah dari hasil berupa NILAI UNSML dan surat pengantar dari kemendikdasmen untuk masuk Sekolah Lanjutan yang dipilih oleh siswa yang sesuai pendaftaran UNMSL. Permasalah tidak cuma UNMSL saja tetapi penting pengangangkatan guru honorer yang sudah mengabdi beberapa tahun baik disekolah negeri maupun sekolah swasta baik naungan kemendikdasmen maupun naungan kemenag menjadi guru P3K yang tempat kerja tetap disekolah asal sehingga dapat membantu dalam mengurangi operasional sekolah swasta dan membantu guru honorer dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kelengkapan bahan mengajar.
Terapkan UN kembali supaya siswa tambah semangat belajar,,!!
-Tanpa UN,,siswa sekarang jadi malas belajar,, dan waktunya cuma habis banyak bermain,,!
Ternyata ini biangnya. Keterampilan yang membuat manusia eksis sampai sekarang adalah adaptasi. Manusia harus berkompetisi dalam segala hal. Terlepas dari kecurangan dlm pelaksanaannya
Pendapat saya, anak2 sekolah SD sp SMA semakin banyak yg keluar malam dan pulang pagi. Mereka seperti tdk ada beban lagi. UN harusnya tdk ada hubungannya dengan kursus2 jgn2 krn ortunya yg ga mau cape mengurusi pendidikan anaknya krn sibuk kerja. Jd menurut saya seperti dulu ada Ebtanas perlu krn sy dulu termasuk anak yg tdk ambil kursus krn pelajaran yg diberikan sekolah sdh cukup utk saya
Ada benarnya mas. Selama 5 tahun terakhir di Jogja & Surabaya muncul geng-geng remaja. Apalagi sejak ditiadakan UN & siswa dinaikkan kelas meskipun sebenarnya nakal
Nah ...
@@casioak1683 Geng gengan sudah ada sejak dulu...😂😂😂
Pendidikan itu harus adil.. insfratruktur sekolahan saja timpang antara kota dan desa apalagi luar pulau. Miris . Titik Start pendidikan yang tidak sama ditiap daerah ...trs di uji jelas ga adil bagi siswa luar pulau.
Unas...bikin stres siswa bahkan banyak yg curang beli kunci soal.
Zaman telah berubah.. pendidikan itu bukan hanya tanggung jawab guru pendidik tapi keluarga dan masyarakat. Zaman teknologi skr beda dg zaman th 90 saat pake ebtanas
Kurikulum sekarang lebih baik dari kemarin. Tidak ada lagi usaha curang bahkan tingkat emosional hingga stress pada siswa setelah UNAS dihapus. Kurikulum tidak perlu diganti setiap ganti menteri. Bagaimana pendidikan itu bisa dinilai sukses kalau proses pendidikan itu diubah ubah setiap 5 tahun? Disisi lain insfratruktur sekolah masih tidak merata di negeri ini. Jumlah sekolah masih timpang antara kota dan desa apalagi pelosok pulau. Lihat lah titik start yang tidak imbang. Pendidikan itu adalah cita cita bangsa Indonesia dalam UUD 45 .
UNAS ITU MENYEBABKAN stress siswa, menimbulkan kecurangan sampai membeli kunci jawaban soal.
UNAS Juga tidak bisa menjadi tolok ukur siswa itu punya prestasi.
PERCAYALAH UNAS HANYA MENYEBABKAN PEMBOROSAN KEUANGAN APBN NEGARA.
SIAPA YG SEPEKAT ADA UNAS LAGI.. TOLONG BERFIKIR PANJANG KEDEPAN..
Boleh saja UN di berlakukan kembali, tapi bagai mana cara nya pelaksanaan di tiap sekolah di lakukan dng jujur...akan muncul Gengsi Sekolah, dinas pendidikan Kabupaten dan provinsi.....sekarang sudah terjadi..di raport tertulis 75, tetapi kemampuannya 35...
Kalau saya UN tetap diadakan, hanya saja kelulusan yg menentukan sekolah masing2
Setuju pak. Pelaksanaan UN rentan dengan kecurangan Jawaban. UN dilaksanakan tetapi kelulusan sekolah mententukan Krn sekolah yang tahu peserta didik k
Kebijakan ini sudah pernah dilaksanakan sebelum UN di hapuskan. Kurang efektif karena kebijakan yang diambil sekolah mempertimbangkan banyak hal. Apalagi untuk sekolah di kampung orang tua siswa akan marah jika anaknya tidak diluluskan, sekolah dan guru yang menjadi sasaran kemarahan mereka. Sepengalaman saya selama menjadi guru.
Langsung terkejut pas host menyapa: "Saya dengan Nisa." Harusnya: "Dengan saya Nisa."
Di menit lainnya: "Para peneliti-peneliti."
Padahal dalam aturan berbahasa, jika sudah para, maka kata yang dipara sudah tidak usah diulang>
Alternatifnya: "Para peneliti", atau "peneliti-peneliti."
Kemudian kata 'di mana' sebagai kata sambung untuk mengantar penjelasan sebenarnya kurang tepat.
Pengetahuan ini hasil didikan sekolah ketika masih ada UN.
Ngakak 😅
@@adiangga7yakaaan
Wah...sedetail itu Anda...👍 Padahal dia direktunya lembaga ini kan...
Ikut ngakak jg😂😂😂
Sehat selalu Bu Itje mentor ..dosen..saya ..selalu bangga dengan perjuangan dan geirahnya tentang mutu pendidikan Indonesia ...
Terima kasih pencerahannya Bu, sebagai pendidik, pikiran dan wawasan saya menjadi lebih terbuka
Memang perusahaan tidak akan langsung percaya, tapi saya cukup yakin yang nilai UNnya baik, memang baik secara akademik.
Selain itu dari perspektif orang tua, prestasi dari nalai UN bisa jadi salah satu faktor menilai kualitas sekolah.
Memang diluar itu mental, etika dll juga penting. Tapi bagaimana cara mengukurnya?
saya guru smk teknologi...sudah mengajar 32 tahun ...kondisi sekolah sekarang hacur lebur dengan kebijakan pendidikan sekarang. usulan saya kembalikan sma smk ke kementrian, kembalikan kurikulum KTSP, kembalikan ujian nasional, ilangkan zonasi, hilangkan guru penggerak, kepala sekolah sesuaikan dengan kelompok SMK seperti dahulu jangan guru B.Indonesia atau P.Agama jadi kepsek Teknologi ya tidak paham...hacur sekolah...Jangan jadikan sekolah di jadikan korban politi daerah.
Ujian nasional itu penting untuk pemetaan, tetapi tidak boleh untuk kelulusan
kalo kayak gitu mending ga ada pak. ada pemetaan yang lebih baik yakni assesmen nasional😂
bapak buzzer apa orang asli sih
Kalo untuk pemetaan sudah ada yg namnya ANBK. UN seharusnya lebih dari itu.
@@bona183 pertanyaan utama apakah ANBK itu valid dan tidak bias?, klo UN dijadikan kelulusan itu merupakan kemunduran karena gap antar sekolah bisa tinggi karena disparitas daerah
@@kemalbudimulyonopertanyaan serupa juga bisa dilontarkan mas. apakahan UN valid?
mas diskusi yuk. karena saya merasa pean bukan akun buzzer dan sepertinya sama concernnya dengan saya soal pendidikan di Indonesia
Maka seharusnya UN disempurnakan, bukan hanya menyentuh kognitif saja, tetapi juga harus menyentuh afektif dan psikomotorik.
Kalau cuma UN seperti dulu.... Anak anak cukup ikut bimbel saja..... Pendidikan tidak sebatas UN yang soalnya tidak mewakili kompetensi dan karakter yang harus dibangun untuk menghadapi tantangan ke depan.
Kalau ada siswa ikut bimbel, harusnya guru di sekolah instropeksi dong. Berarti apa yg didapatkan siswa di sekolah belum cukup untuk memenuhi tuntutan zamannya / tantangan yv dihadapi
Mau ikut bimbel kek mau salto kek yang penting anak2 SMA bisa baca tulis dan aritmetika. Jangan seperti sekarang, gara2 nggak ada UN banyak anak SMA nggak bisa perkalian, pembagian, pemangkatan dll. Malu-maluin, apa kata dunia?
@@Dani-zg7fr setuju. Mahasiswa sekarang Berhitung pertambahan sederhana aja pake kalkulator,
Hipu sia ngomong. Duitna timana kehed
Ibu Itje ini membeberkan fakta2 dari ekses adanya UN yg sudah2, dan perlu direnungkan,..
AKU YES UJIAN NASIONAL KTSP (KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN) PAUD+SD+SMP+SMA+KULIAH SEMAKIN TERARAH
Yas yes yas yes tapi tidak dijelaskan kenapa 😢.
@muhamadchozin6783 KITA TAU SEJAUH MANA ANAK MURID KEMAMPUANNYA ADALAH DENGAN TES UJIAN NASIONAL
Lebih baik mati matian belajar daripada tidak belajar. Kenyataannya di lapangan banyak golongan ekonomi bawah yang asal sekolah aja tanpa diperhatikan. Kapan maju nya kalau knowledge aja ogah belajar.
yang gak setuju UN berarti dia takut diuji kemampuannya..... kalau berani diuji itulah gagahnya pendidikan seseorang.
Betul pak, hakekat rakyat Nusantara adalah orang2 yang teruji jiwa maupun raganya, dan kita tak akan pernah takut akan ujian, jangankan ujian ,musibah saja ditelan.
Argumentasi kampungan ini...
@@Belajartanpabatas89 tanggapan sok in"telek"tual ini..
@@Belajartanpabatas89 betul, ciri nggak nyimak podcast nya...kebiasaan produk UN
@@JusJambu1959 kamu tidak paham ilmu, merendahkan orang pedesaan, tidak ada yg tidak bisa dipahami, semua bisa dipelajari dan dipahami meskipun ada yg berulang-ulang, memang setiap orang harus punya kompetensi diri apapun bidangnya, tapi harus tau, efek dari tujuan bu itje, anak generasi bangsa akan dibuat seolah menggunakan kacamata kuda, banyak ilmu yg dimatikan esensinya hanya demi sekedar kompentensi, banyak anak sekarang tidak mengenal sejarah, moralitas turun bahkan pahaman agama hanya sebatas kulit
20:26 Masalahnya dunia kerja membuktikan kalo lulusan terbaik zaman sekarang tidak mampu memenuhi kebutuhan perusahaan karena: atitude buruk, tidak kreatif, tidak mampu kerjasama, dll.
Kembalilah ke ujian nasional, karena dgn adanya ujian nasional benar" siswa lulus itu berkwalitas.
Dan jangan lh diakhiri lulus semua karena dgn program lulus semua, teknik dan aturan se ketat apapun akhirnya hrs lulus semua, aturan itu adalah sia" !
Boong aturan itu, khianat aturan itu cuma sinetron aza yg ada !
Ahhh...bual
Walaupun UN hanya menguji pemahaman beberapa mapel saja, negara menetapkan dg banyak pertimbangan, bagaimanapun kondisi pelaksanaan pembelajaran di setiap daerah (walaupun tidak sama) ya harus ditempuh, namanya penilaian bersifat nasional, materi dan tingkat kesukaran dibuat sama.. pada jenjang berikutnya lah setiap individu akan memilih sesuai dg potensi yg diberi Allah SWT. Saat inilah, individu akan menunjukkan kompetensinya, apakah di bidang pengetahuan atau ketrampilan.
Setuju UN diadakan lagi.
Ketika UN diberlakukan kembali, guru siap² lembur memberikan les tambahan, anak² siap belajar diluar jam belajar, orang tua siap² anggaran anak masuk bimbel yang lebih mahal dari biaya sekolah.
Kami ingin anak cucu kami cerdas tentu akan lakukan apa saja agar mereka berhasil utk mencapai masa depan yang baik.
Izin nambah juga. Kalau UN diberlakukan, maka sekolah yang fasilitasnya kurang, guru juga kurang, bahkan sampai ada guru mata pelajarannya gk ada, dan lainnya, terasa tidak adil bagi mereka. Apalagi, UN ini diberlakukan secara "Nasional", yang tepatnya semua sekolah yang berada di Indonesia melaksanakan dan itu tidak memandang mau bagus atau tidaknya sarana dan prasarana sekolah, baik guru fasilitas dan lainnya. Ada yang harus berjuang demi jaringan internet (kalau diadakan online), akses ke sekolah yang begitu sulit sehingga pengiriman paket soal UN terkendala (kalau diadakan offline).
Jadi maunya sekolah santai2 aja? Gpp nggak bisa baca tulis, penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan pemangkatan? Hidup ini ujian, semua ada ujiannya. Mau masuk kerja ada ujiannya. Mau dapat SIM, ada tesnya. Mau ke surga pun ada ujiannya. Cuma mental2 pemalas yang nggak mau berjuang/berusaha yang benci ujian/tes.
Sudahlah tidak usah aneh-aneh, tak perlu lagi ada UN.
@@bernardussuranto4601coba cek cara belajar anakmu pak...
Ujian itu sama dengan cobaan, isinya persoalan yang akar katanya dari soal, substansi ujian itu berlatih menyelesaikan persoalan. Ujian juga sebagai indikator pencapaian pengetahuan dan kemampuan literasi dan numerisasii dan didalam dunia kerja itu banyak persoalan yang salah satunya ada tekanan atau pressure dalam bekerja, jika ujian saja sudah tidak mampu apalagi jika terjun ke dunia industri.
INDIKATOR PENCAPAIAN BELAJAR ADALAH UJIAN.
Belajar itu instrumen menambah wawasan.
Sistem pendidikan mana yang matching secara langsung ke dunia kerja, pasti banyak tes-tes yang digunakan perusahaan bukan hanya kompetensi saja yang diminta oleh perusahaan tapi banyak hal.
Apa kelebihan nya setelah tdk ada UN ternyata nol
Sudah banyak riset yang membuktikan. Silakan dibaca kembali sumber sumbernya. Salah satunya adalah penurunan ketimpangan pendidikan. Ada 1 daerah yang mereka masih pakai skema UN daerah alhasil ada KETIMPANGAN YANG TINGGI baik antar kelompok sosial dan antar sekolah.
@@muhamadchozin6783 Jalan ala komunisme, penurunan ketimpangan karena gak ada lagi sekolah negeri bagus. Sekarang sekolah yang dianggap bagus/baik adalah sekolah swasta. Zaman UN, siswa miskin bisa belajar keras, dapat nilai bagus dapat sekolah negeri favorit. Sekarang, sekolah negeri semua sama rata. Anak-anak juga sama rata semua.
Terima kasih pencerahannya ,memang berat membelajarkan anak untuk belajar sepanjang hayat,semoga ada diskusi lanjutannya
Si eyang bilang "tidak ada yang percaya nilai dalam ijazah". Ya iyalah, coba datang pas rapat kenaikan kelas. Guru semua diharuskan nulis nilai minimal KKM. Mana ada kepsek yang berani dgn jujur thd murid yg harus tinggal kelas, kecuali muridnya terlibat kriminalitas. Perbaiki kejujuran dululah, integritas pendidikan di semua lininya. Sekarang aja berbohong dengan fakta lapangan thd dampak dihapusnya UN.
Keadaan saat in disekolah:
1. Motivasi belajar menurun
2. Attetud siswa rendah
3. Jenjang SMA/K ditemukan siswa tdk tau baca& numerik
Semua pelajaran penting, dengan demikian proses pembelajaran yang jujur juga penting. Jika ada masalah pada proses pendidikan, maka bukan asesmen/standarisasinya yang dihilangkan. Tapi kejujuran atas realita yang dihadapi, kejujuran pada masalah yang belum dibenahi, sikap menerima masalah dan menyelesaikan masalah cara belajar cara belajar. Asesmen nasional tetap perlu dilakukan untuk pemetaan kondisi wilayah, bukan untuk merendahkan atau meninggikan bagian tertentu. Maka mari benahi bersama2 proses pendidikan kita, jangan hanya fokus pada hasil hingga mendewakan nilai. Tapi bagaimana hasil hasil terkait dijadikan target guna memperbaiki proses proses belajar yang masih banyak ketidaksesuaian.
Jangan hanya terus memperdebatkan masalah sistem penilaian, tapi nanya sistem semua faktor harus dianalisis, termasuk kompetensi, kualitas dan kesejahteraan guru nya harus diperhatikan untuk ditingkatkan.
Pada dasarnya kejujuran dalam pendidikan adalah Dasarnya, pro-kontra pasti selalu ada
-kalo tidak ada ujian bagimana mengetahui kemampuan anak?
yang perlu ditingkatkan ada Budaya Membaca. setelah menyimak podcast pak Gita Wirjawan, saya setuju bahwa budaya membaca mampu menangkal dangkalnya pengetahuan dan memblok untuk mudah terprovokasi dari media sosial karena sangat bahaya jika media sosial menjadi dasar penggalian ilmu pengetahuan.
Sangat penting, guru profeional adalah berkompeten untuk membuat bahan ajar(modul belajar) beragam yang berpusat peserta didik, bila tidak hasil belajar rendah.