Jika kita tersesat di dalam hutan, bagaimana kita tahu arah mata angin? Sementara itu, tidak ada kompas, bahkan hari sudah malam? Buat yang tidak punya pengalaman dan sangat mengandalkan kompas atau matahari, jawaban singkatnya mungkin menunggu matahari terbit saja, karena matahari akan terbit di timur. Memang tidak salah, tapi buat yang mau menggunakan logikanya lebih jauh, dengan memahami situasi dan kondisi yang ada, jawaban yang bisa disampaikan adalah memperhatikan batang pohon yang berlumut. Bagian yang berlumut adalah sisi barat, sisi yang lembab karena lebih tidak mendapatkan sinar matahari. Secara umum, cara berpikir seperti ini disebut dengan street smart, kemampuan menyelesaikan permasalahan nyata di lapangan, dan bukan sekadar teoritis saja. Street smart paling sering dibandingkan dengan book smart, yang lebih mengacu pada “teori” di buku dan tidak menjawab permasalahan yang ada di lapangan secara praktis. Ada dua poin mendasar yang membedakannya. Pertama, street smart memiliki pemahaman situasi yang kuat, karena lebih sadar akan apa yang tengah terjadi. Kedua, street smart sangat “menjejak bumi”, tidak di awang-awang. Orang dengan kecakapan street smart punya pengalaman nyata, bukan sekadar tahu dari buku. Ketiga, street smart akan memberikan solusi praktis untuk menyelesaikan permasalahan nyata, bukan rumusan teori untuk menjawab soal ujian tertulis. Di zaman yang perubahannya sangat cepat ini, bila hanya mengacu pada teori, bisa saja situasi dan kondisinya begitu berbeda, sehingga teorinya sudah lebih tidak relevan. Situasi yang berbeda, ketidakpastian yang ada, dan kurangnya informasi yang dimiliki, harus mampu dipahami dengan baik. Permasalahan yang timbul harus bisa dicarikan solusi praktisnya. Dalam konteks pekerjaan, bukan sekadar apa yang sudah kita ketahui, tapi seberapa jauh kita bisa memanfaatkan apa yang kita ketahui tersebut untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang ada. Kalau di jalan hampir selalu memakai headphone dan melihat gawai, niscaya kita lebih tidak paham dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Demikian pula dengan kerja. Seberapa banyak kita hanya terfokus pada yang tengah dikerjakan dan tidak menyadari situasi-kondisi di organisasi maupun industri? Seberapa intens kita belajar dari pengalaman nyata kita dan orang lain? Pengalaman bukan sekadar berapa lama kita kerja, tapi apakah ada yang bisa kita pelajari dari setiap pengalaman yang ada? Apakah kita menjadi bagian dari ketuntasan suatu masalah, atau hanya jago berteori? Sudah bukan zamannya lagi berteori canggih namun tak menuntaskan masalah.
It's a very lower class lifestyle. What about education? What about emotional damage to 5 year olds? What about communication? What about the high school prom?
People of the US of A really need to adopt this idea.
Agreed
Anyone else notice the ostrich on his shirt? 🤣
That's Ozzie the ostrich!
Agree. Ask and filter
So awesome!
Definition please.
amazing video
Jika kita tersesat di dalam hutan, bagaimana kita tahu arah mata angin? Sementara itu, tidak ada kompas, bahkan hari sudah malam? Buat yang tidak punya pengalaman dan sangat mengandalkan kompas atau matahari, jawaban singkatnya mungkin menunggu matahari terbit saja, karena matahari akan terbit di timur.
Memang tidak salah, tapi buat yang mau menggunakan logikanya lebih jauh, dengan memahami situasi dan kondisi yang ada, jawaban yang bisa disampaikan adalah memperhatikan batang pohon yang berlumut. Bagian yang berlumut adalah sisi barat, sisi yang lembab karena lebih tidak mendapatkan sinar matahari.
Secara umum, cara berpikir seperti ini disebut dengan street smart, kemampuan menyelesaikan permasalahan nyata di lapangan, dan bukan sekadar teoritis saja.
Street smart paling sering dibandingkan dengan book smart, yang lebih mengacu pada “teori” di buku dan tidak menjawab permasalahan yang ada di lapangan secara praktis. Ada dua poin mendasar yang membedakannya.
Pertama, street smart memiliki pemahaman situasi yang kuat, karena lebih sadar akan apa yang tengah terjadi. Kedua, street smart sangat “menjejak bumi”, tidak di awang-awang. Orang dengan kecakapan street smart punya pengalaman nyata, bukan sekadar tahu dari buku. Ketiga, street smart akan memberikan solusi praktis untuk menyelesaikan permasalahan nyata, bukan rumusan teori untuk menjawab soal ujian tertulis.
Di zaman yang perubahannya sangat cepat ini, bila hanya mengacu pada teori, bisa saja situasi dan kondisinya begitu berbeda, sehingga teorinya sudah lebih tidak relevan. Situasi yang berbeda, ketidakpastian yang ada, dan kurangnya informasi yang dimiliki, harus mampu dipahami dengan baik. Permasalahan yang timbul harus bisa dicarikan solusi praktisnya.
Dalam konteks pekerjaan, bukan sekadar apa yang sudah kita ketahui, tapi seberapa jauh kita bisa memanfaatkan apa yang kita ketahui tersebut untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang ada.
Kalau di jalan hampir selalu memakai headphone dan melihat gawai, niscaya kita lebih tidak paham dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Demikian pula dengan kerja. Seberapa banyak kita hanya terfokus pada yang tengah dikerjakan dan tidak menyadari situasi-kondisi di organisasi maupun industri? Seberapa intens kita belajar dari pengalaman nyata kita dan orang lain?
Pengalaman bukan sekadar berapa lama kita kerja, tapi apakah ada yang bisa kita pelajari dari setiap pengalaman yang ada? Apakah kita menjadi bagian dari ketuntasan suatu masalah, atau hanya jago berteori? Sudah bukan zamannya lagi berteori canggih namun tak menuntaskan masalah.
Say what ?
Oke om
Oke om
@@jansdoe6963
Simplified & Translated:
Be street smart.
Learn from experience, not just experience it.
I ate rice thank you')
It's a very lower class lifestyle. What about education? What about emotional damage to 5 year olds? What about communication? What about the high school prom?
One comment was not enough???
Video
Street-wise anything is too old school and no longer relevant.
Why old school? What's more relevant?
Country bumpkins.
David is feminine though...