Untuk Pendidikan Dasar & Menengah, semua biaya pendidikan harus gratis baik untuk sekolah negeri maupun sekolah swasta, termasuk sekolah madrasah dan pesantren juga harus gratis. Semua biaya termasuk untuk pengadaan perlengkapan sekolah seperti buku2, pakaian dlsb harus ditanggung oleh Negara. Terkait kebijakan terhadap sekolah swasta, hal ini bisa didiskusikan lebih detail dan komprehensif dg pihak terkait sehingga didapat solusi terbaik. Negara bisa bersinergi dan berkolaborasi dg pihak swasta untuk menyelesaikan persoalan pendidikan ini. Substansinya adalah Negara berkewajiban memberikan pendidikan yg berkualitas dan gratis untuk rakyat, minimal untuk program wajib belajar 13 tahun. Definisi gratis itu adalah tidak ada biaya sama sekali, tidak ada uang masuk, tidak ada uang pembangunan, tidak ada uang sumbangan, tidak ada uang komite, tidak ada uang SPP, tidak ada uang buku, tidak ada uang pakaian seragam, tidak ada lagi uang tetek-bengek & pungutan yg bertele2 yg menyusahkan orang tua/wali murid. Pendidikan harus gratis, semua biaya ditanggung oleh Negara. Untuk Pendidikan Tinggi adalah semua PTN harus disubsidi oleh Negara.
*Kebijakan Program Pendidikan Nasional sejak Reformasi th.1998.* *1. PENDIDIKAN DASAR & MENENGAH* Sejak Reformasi th.1998, terjadi masalah krusial pada pendidikan dasar dan menengah yaitu kurangnya daya tampung sekolah negeri (SDN, SMPN, SMAN/SMKN) dibandingkan jumlah calon siswa. Saat ini, kemampuan daya tampung sekolah negeri kurang dari 50%. Negara berkewajiban menyediakan pendidikan yang layak dan berkualitas untuk rakyatnya, dan tidak ada alasan anak2 tidak bisa melanjutkan sekolahnya ke SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri) karena terbatasnya daya tampung SMAN. Negara dan Pemerintah wajib menyediakan SDN, SMPN, dan SMAN/SMKN dengan daya tampung yang sesuai dengan banyaknya calon anak didik. Yang bertanggung jawab menyediakan pendidikan ini adalah Negara bukanlah swasta atau perorangan. Negara wajib membebaskan semua pembiayaan pendidikan siswa, pendidikan harus gratis. Begitulah amanat yang tertulis dalam pasal 31 UUD 1945. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan harus membuat aturan yang jelas dan tegas bahwa Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) harus berdasarkan Zonasi daerah tempat tinggal (alamat) calon siswa atau sistem Rayon, atau kombinasi Zonasi & Rayon. Dalam sistem ini, siswa yang diterima pada suatu sekolah (SDN, SMPN, SMAN) adalah calon siswa yang bertempat tinggal atau ber-alamat di area sekitar sekolah tsb. Para gurunya harus berkualitas dan kompeten. Negara harus memperhatikan kesejahteraan guru. Untuk mencetak guru yg berkualitas harus ada Sekolah atau Perguruan Tinggi khusus untuk mencetak guru. Dulu sudah ada Perguruan Tinggi khusus untuk mencetak guru yaitu Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Sejak Reformasi th.1998, IKIP ini diganti jadi Universitas. Ini adalah suatu kesalahan fatal dari Reformasi. *2. PENDIDIKAN TINGGI* Perguruan Tinggi Negeri (PTN) harus memperbesar kapasitas daya tampung mahasiswanya. Pada saat ini, daya tampung PTN hanya bisa menerima mahasiswa baru sekitar 25 % dari jumlah total calon mahasiswa yg mendaftar pada PTN tiap tahunnya. Jika Negara ini ingin memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga rakyat menjadi adil dan sejahtera, maka tidak ada jalan lain solusinya adalah PTN harus menambah kapasitas daya tampungnya dan biaya kuliah harus murah. Sekarang ini PTN sudah identik dengan Perusahaan dimana belanja dan keuangannya dikelola sendiri berikut keuntungan (profit) yang didapat tiap tahunnya. Pada saat ini yang bisa kuliah hanyalah orang2 kelas ekonomi menengah atas dan ini bisa dilihat contohnya komposisi mahasiswa ITB yg hampir tidak ada orang miskin. PTN tidak disubsidi lagi atas usulan IMF. Kebaikan rezim Orde Baru (Orba) yang tidak bisa dilupakan adalah semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) disubsidi oleh Pemerintah, sehingga biaya kuliah di ITB untuk satu semester pada tahun 1980 an cukup hanya 27.000 rupiah saja. Tanpa ada pungutan lain, tanpa uang masuk, tanpa uang pembangunan, tanpa uang sumbangan, tanpa uang praktikum dlsb, dlsb. Pada zaman tsb, seleksi calon mahasiswa masuk PTN dilakukan hanya lewat jalur PMDK (siswa berprestasi dg undangan) dan SIPENMARU (ujian tertulis), tidak ada jalur ujian mandiri seperti yg terjadi pada saat ini. Suatu proses seleksi yg jujur, adil, efektif dan efisien. Pada waktu itu, hampir sekitar 70% mahasiswa ITB adalah dari kalangan orang miskin, dan pasti mereka semua merasakan kemudahan dalam biaya kuliah tsb. Dan setelah rezim Orba hancur pada tahun 1998, atas usul IMF maka subsidi untuk PTN dihapuskan Pemerintah. Tetapi yang jelas, IMF puas dengan kebijakan Pemerintah ini karena bangsa Indonesia akan tetap terbagi dalam 2 kelompok, yaitu : 1. Kelompok orang miskin dan bodoh yang jumlahnya sangat besar (>80%), 2. Kelompok orang kaya dan berpendidikan tinggi dengan jumlah yang sangat sedikit (
Untuk Pendidikan Dasar & Menengah, semua biaya pendidikan harus gratis baik untuk sekolah negeri maupun sekolah swasta, termasuk sekolah madrasah dan pesantren juga harus gratis. Semua biaya termasuk untuk pengadaan perlengkapan sekolah seperti buku2, pakaian dlsb harus ditanggung oleh Negara.
Terkait kebijakan terhadap sekolah swasta, hal ini bisa didiskusikan lebih detail dan komprehensif dg pihak terkait sehingga didapat solusi terbaik. Negara bisa bersinergi dan berkolaborasi dg pihak swasta untuk menyelesaikan persoalan pendidikan ini.
Substansinya adalah Negara berkewajiban memberikan pendidikan yg berkualitas dan gratis untuk rakyat, minimal untuk program wajib belajar 13 tahun.
Definisi gratis itu adalah tidak ada biaya sama sekali, tidak ada uang masuk, tidak ada uang pembangunan, tidak ada uang sumbangan, tidak ada uang komite, tidak ada uang SPP, tidak ada uang buku, tidak ada uang pakaian seragam, tidak ada lagi uang tetek-bengek & pungutan yg bertele2 yg menyusahkan orang tua/wali murid. Pendidikan harus gratis, semua biaya ditanggung oleh Negara.
Untuk Pendidikan Tinggi adalah semua PTN harus disubsidi oleh Negara.
*Kebijakan Program Pendidikan Nasional sejak Reformasi th.1998.*
*1. PENDIDIKAN DASAR & MENENGAH*
Sejak Reformasi th.1998, terjadi masalah krusial pada pendidikan dasar dan menengah yaitu kurangnya daya tampung sekolah negeri (SDN, SMPN, SMAN/SMKN) dibandingkan jumlah calon siswa. Saat ini, kemampuan daya tampung sekolah negeri kurang dari 50%.
Negara berkewajiban menyediakan pendidikan yang layak dan berkualitas untuk rakyatnya, dan tidak ada alasan anak2 tidak bisa melanjutkan sekolahnya ke SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri) karena terbatasnya daya tampung SMAN.
Negara dan Pemerintah wajib menyediakan SDN, SMPN, dan SMAN/SMKN dengan daya tampung yang sesuai dengan banyaknya calon anak didik.
Yang bertanggung jawab menyediakan pendidikan ini adalah Negara bukanlah swasta atau perorangan. Negara wajib membebaskan semua pembiayaan pendidikan siswa, pendidikan harus gratis. Begitulah amanat yang tertulis dalam pasal 31 UUD 1945.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan harus membuat aturan yang jelas dan tegas bahwa Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) harus berdasarkan Zonasi daerah tempat tinggal (alamat) calon siswa atau sistem Rayon, atau kombinasi Zonasi & Rayon.
Dalam sistem ini, siswa yang diterima pada suatu sekolah (SDN, SMPN, SMAN) adalah calon siswa yang bertempat tinggal atau ber-alamat di area sekitar sekolah tsb.
Para gurunya harus berkualitas dan kompeten. Negara harus memperhatikan kesejahteraan guru.
Untuk mencetak guru yg berkualitas harus ada Sekolah atau Perguruan Tinggi khusus untuk mencetak guru.
Dulu sudah ada Perguruan Tinggi khusus untuk mencetak guru yaitu Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).
Sejak Reformasi th.1998, IKIP ini diganti jadi Universitas. Ini adalah suatu kesalahan fatal dari Reformasi.
*2. PENDIDIKAN TINGGI*
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) harus memperbesar kapasitas daya tampung mahasiswanya.
Pada saat ini, daya tampung PTN hanya bisa menerima mahasiswa baru sekitar 25 % dari jumlah total calon mahasiswa yg mendaftar pada PTN tiap tahunnya.
Jika Negara ini ingin memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga rakyat menjadi adil dan sejahtera, maka tidak ada jalan lain solusinya adalah PTN harus menambah kapasitas daya tampungnya dan biaya kuliah harus murah.
Sekarang ini PTN sudah identik dengan Perusahaan dimana belanja dan keuangannya dikelola sendiri berikut keuntungan (profit) yang didapat tiap tahunnya.
Pada saat ini yang bisa kuliah hanyalah orang2 kelas ekonomi menengah atas dan ini bisa dilihat contohnya komposisi mahasiswa ITB yg hampir tidak ada orang miskin.
PTN tidak disubsidi lagi atas usulan IMF.
Kebaikan rezim Orde Baru (Orba) yang tidak bisa dilupakan adalah semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) disubsidi oleh Pemerintah, sehingga biaya kuliah di ITB untuk satu semester pada tahun 1980 an cukup hanya 27.000 rupiah saja. Tanpa ada pungutan lain, tanpa uang masuk, tanpa uang pembangunan, tanpa uang sumbangan, tanpa uang praktikum dlsb, dlsb.
Pada zaman tsb, seleksi calon mahasiswa masuk PTN dilakukan hanya lewat jalur PMDK (siswa berprestasi dg undangan) dan SIPENMARU (ujian tertulis), tidak ada jalur ujian mandiri seperti yg terjadi pada saat ini. Suatu proses seleksi yg jujur, adil, efektif dan efisien.
Pada waktu itu, hampir sekitar 70% mahasiswa ITB adalah dari kalangan orang miskin, dan pasti mereka semua merasakan kemudahan dalam biaya kuliah tsb.
Dan setelah rezim Orba hancur pada tahun 1998, atas usul IMF maka subsidi untuk PTN dihapuskan Pemerintah.
Tetapi yang jelas, IMF puas dengan kebijakan Pemerintah ini karena bangsa Indonesia akan tetap terbagi dalam 2 kelompok, yaitu :
1. Kelompok orang miskin dan bodoh yang jumlahnya sangat besar (>80%),
2. Kelompok orang kaya dan berpendidikan tinggi dengan jumlah yang sangat sedikit (
PROFICIAT