20:10 mungkin yang dimaksud itu pascal warger?, sebenarnya taruhan itu sangat lemah. Bagaimana jika Tuhan yang sebenarnya adalah Tuhan deisme?, atau bagaiamana jika Tuhan yang sebenarnya adalah Tuhan kristen?. Dalam taruhan ini, theism sama sama mempunyai resiko yang tinggi untuk menghadapi kesengsaraan abadi.
Penelitian dalam bidang neurosains menunjukkan bahwa kesadaran terkait erat dengan aktivitas otak. Tidak ada bukti empiris yang mendukung keberlanjutan kesadaran setelah kematian otak. Fenomena seperti pengalaman mendekati kematian (NDE) dapat dijelaskan melalui proses biologis dan kimiawi yang terjadi di otak saat tubuh mengalami stres ekstrem. Rasionalisme sendiri memiliki keterbatasan karena mengandalkan logika dan nalar tanpa dasar empiris. Banyak teori rasional yang tidak dapat diuji atau diverifikasi secara ilmiah. Model seperti Big Bang tidak mengklaim apa yang terjadi sebelum atau penyebab langsung dari Big Bang. Namun, ada teori-teori fisika yang mencoba menjelaskan kondisi awal alam semesta tanpa melibatkan entitas metafisik. Kompleksitas alam semesta dan kehidupan dapat dijelaskan melalui proses evolusi, seleksi alam, dan hukum fisika tanpa memerlukan intervensi entitas cerdas. Logical Fallacies Appeal to Ignorance: Mengklaim bahwa karena metode ilmiah tidak bisa menjawab semua pertanyaan, maka ada metode lain (seperti rasionalisme atau agama) yang lebih unggul tanpa bukti yang mendukung. Banyak teori etika sekuler, seperti etika humanistik, yang menunjukkan bahwa moralitas dapat dibangun tanpa mengandalkan entitas non-material. Moralitas bisa didasarkan pada prinsip kesejahteraan manusia dan keadilan sosial. Banyak sekali klaim agama dan teori ilmiah bertentangan, seperti dalam kasus evolusi vs kreasionisme.
menurut saya ada perbedaan mendasar di mana orang yang memegang agama sebagai sumber kebenaran cenderung lebih bersifat "kolot" susah menerima kebenaran baru, karena sudah terdoktrin bahwa kebenaran agama adalah bersifat mutlak atau final dan berlaku selamanya, sementara sains lebih dewasa di mana jika ada suatu penemuan atau teori baru yang dapat mengugurkan penemuan sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan maka akan diterima, mereka cenderung bersifat terbuka, mungkin inilah kenapa terobosan kemajuan selalu dicetuskan oleh para saintis bukan agamis,
@@salafimubarok betul kak, upaya untuk mencocokkan agama dan sains sering kali memunculkan kebingungan. Ini karena keduanya memiliki dasar dan tujuan yang berbeda. Sains bergerak dalam ranah empiris, mencari jawaban berbasis bukti, logika, dan eksperimen. Sebaliknya, agama sering kali berada di ranah keyakinan, memberi panduan moral, spiritual, dan eksistensial yang tidak selalu bisa diuji secara ilmiah. Maka, mencoba menempatkan agama dalam kerangka sains, atau sebaliknya, cenderung menghasilkan ketegangan.
Ilmu pengetahuan bersifat agnostik terhadap entitas yang tidak dapat diuji atau diobservasi secara empiris. Fakta empiris tidak dapat membuktikan atau menyangkal keberadaan Tuhan karena Tuhan, dalam banyak agama, didefinisikan sebagai entitas supranatural yang berada di luar jangkauan pengamatan empiris. Namun, beban pembuktian terletak pada klaim keberadaan, bukan pada klaim ketidakberadaan. Misalnya, tidak adanya bukti empiris yang mendukung keberadaan Tuhan adalah dasar logis untuk meragukan klaim keberadaan Tuhan (prinsip Occam’s Razor). Membandingkan klaim keberadaan dan ketidakberadaan Tuhan sebagai dua hal yang setara dari segi pembuktian adalah salah. Tidak adanya bukti keberadaan lebih sesuai dengan posisi netral (agnostik) atau skeptis, bukan posisi yang memerlukan pembuktian aktif terhadap ketidakberadaan. Dalam metodologi ilmiah, klaim tentang realitas harus dapat diuji secara empiris. Tanpa bukti empiris, klaim tersebut masuk ke ranah metafisik atau spekulasi. Argumen logis tanpa dasar empiris hanya menghasilkan hipotesis, bukan fakta yang dapat diterima secara universal. Perbedaan utama antara klaim ilmiah dan klaim metafisik adalah falsifiabilitas. Klaim ilmiah dapat diuji dan disanggah, sedangkan klaim metafisik tentang Tuhan tidak bisa diverifikasi atau disangkal. Hal ini membuat klaim keberadaan Tuhan berada di luar metode pengetahuan yang teruji. Jadi, beban pembuktian berada pada pihak yang membuat klaim positif. Klaim keberadaan Tuhan memerlukan bukti yang memadai. Tanpa bukti tersebut, posisi netral atau skeptis lebih logis.
Gampang bro membuktikannya. Saat kita mati semua akan terungkap. Dan pendalaman soal mana agama yang benar gak bisa cuman dibahas secara filosofis atau sainstifik. Karena baik itu filosofi dan sains memiliki dogma. Dogma yang dianut penggemarnya agar dianggap filosofis atau sainstifik. "It is not the scientific knowledge itself that is the danger, but the illusion that it answers all the questions." C.S. Lewis
21:15 ''keberadaan Tuhan adalah kepastian''. Artinya tidak dimungkinkan adanya interpretasi lain selain kepastian Tuhan. Nyatanya?, ada loh kemungkinan2 interpretasi ketiadaan Tuhan. Maka derajat kepastian itu harusnya sudah bukan menjadi pasti lagi, karena ada pembandingnya. Kendati pemandingnya memiliki persentase lebih rendah daripada god exist, tapi itu berimplikasi pada ''kepastian'' yang diklaim.
"orang yang percaya tuhan lebih beruntung jika tuhan betul-betul ada, secara matematis lebih beruntung daripada yang tidak percaya tuhan" Sanggahan: Ada banyak definisi dan konsep Tuhan dalam berbagai agama (misalnya, Tuhan dalam Islam, Kristen, Hindu, dan deisme). Jika seseorang percaya pada Tuhan tertentu, mereka mungkin dianggap salah oleh penganut agama lain. Keputusan untuk percaya pada satu Tuhan tidak menjamin "keberuntungan" jika Tuhan yang benar adalah yang berbeda. Jika ada banyak Tuhan atau sistem kepercayaan, peluang seseorang memilih Tuhan yang "benar" menjadi kecil, sehingga perhitungan probabilitas dalam argumen ini menjadi lebih kompleks dan tidak mendukung kesimpulan yang jelas. Mempercayai Tuhan seringkali memerlukan waktu, sumber daya, dan komitmen, seperti mengikuti ritual agama, memberi sumbangan, atau menahan diri dari tindakan tertentu. Jika Tuhan tidak ada, semua ini bisa dianggap sebagai "kerugian peluang" (opportunity cost) karena waktu dan sumber daya tersebut bisa digunakan untuk hal lain yang memberikan manfaat langsung. Bagi sebagian orang, kepercayaan pada Tuhan bisa menyebabkan tekanan psikologis, seperti rasa takut terhadap hukuman ilahi atau kecemasan religius. Mempercayai Tuhan tertentu juga bisa menimbulkan konflik dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda, yang dapat memengaruhi hubungan sosial dan kesempatan hidup.
Jika Tuhan benar-benar ada dan Maha Tahu, Tuhan dapat mengetahui apakah seseorang percaya karena keyakinan tulus atau hanya "berjaga-jaga." Jika kepercayaan hanya berdasarkan pertaruhan, Tuhan mungkin tidak menganggapnya sah atau pantas untuk diberi manfaat. Banyak agama menekankan moralitas dan perbuatan baik sebagai kriteria utama untuk mendapatkan manfaat, bukan sekadar percaya pada Tuhan. Dengan demikian, seseorang yang tidak percaya pada Tuhan tetapi hidup dengan moralitas tinggi mungkin lebih "beruntung" daripada orang yang percaya namun tidak bertindak sesuai moralitas.
Posisi netral atau agnostik adalah pilihan yang sama-sama masuk akal. Orang yang tidak percaya pada Tuhan tetap dapat menjalani hidup yang bermoral dan bermakna, tanpa harus membuat pertaruhan tentang keberadaan Tuhan.
Jika pun (semisal) Tuhan ada, mungkin pandangan deisme lebih tepat dengan science daripada teisme. Alam semesta berjalan berdasarkan hukum-hukum alam yang stabil, seperti gravitasi, termodinamika, dan mekanika kuantum. Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa hukum-hukum alam ini pernah dilanggar atau berubah karena intervensi supranatural. Misalnya, fenomena seperti gerhana, penyakit, atau bencana alam yang dulu dianggap sebagai tanda campur tangan Tuhan kini dijelaskan dengan ilmu pengetahuan. Deisme sesuai dengan bukti ilmiah karena menempatkan Tuhan hanya sebagai pencipta hukum alam, tanpa intervensi lebih lanjut. Penderitaan dan kejahatan di dunia dijelaskan sebagai konsekuensi dari hukum alam yang berjalan tanpa campur tangan Tuhan. Misalnya, gempa bumi terjadi karena pergeseran lempeng tektonik, bukan karena hukuman Tuhan atau rencana ilahi. Deisme lebih masuk akal karena tidak mengharapkan Tuhan untuk mengintervensi dan mencegah penderitaan, sejalan dengan pengamatan kita terhadap dunia. Deisme tidak bertentangan dengan hukum alam atau fakta ilmiah dan tidak bergantung pada klaim wahyu atau mukjizat yang tidak terbukti.
Tunggu saja pembuktiannya setelah kita mati... Sementara sekarang masih hidup, ayo berbuat baik. Yg menyedihkan itu ngotot soal keberadaan/ketidakberadaan Tuhan, tapi praktek jadi manusia 0 besar. Yg percaya Tuhan dan yg tidak percaya Tuhan sama2 sombong, angkuh, kepala batu
Semangat bang
Selalu menarik menyimak penjelasan Ust. Titok Priastomo. Barakallahu fiikum
Semoga bermanfaat
Realllll~ alhamdulillah
Terus semarakkan bung❤❤❤❤
Bikin kelompok diskusiii daring donggg...
Keren refrensi nya syekh taqi.
Sering2 aplud kang
Ini josss😊
Obrolan pria jam 02.15 WIB
20:10 mungkin yang dimaksud itu pascal warger?, sebenarnya taruhan itu sangat lemah.
Bagaimana jika Tuhan yang sebenarnya adalah Tuhan deisme?, atau bagaiamana jika Tuhan yang sebenarnya adalah Tuhan kristen?. Dalam taruhan ini, theism sama sama mempunyai resiko yang tinggi untuk menghadapi kesengsaraan abadi.
40 menit poecast, kang Afri batuk² aja 😢
Kesadaran kita setelah mati ada di cetra big data Meta, dikelola pake AI
Penelitian dalam bidang neurosains menunjukkan bahwa kesadaran terkait erat dengan aktivitas otak. Tidak ada bukti empiris yang mendukung keberlanjutan kesadaran setelah kematian otak. Fenomena seperti pengalaman mendekati kematian (NDE) dapat dijelaskan melalui proses biologis dan kimiawi yang terjadi di otak saat tubuh mengalami stres ekstrem.
Rasionalisme sendiri memiliki keterbatasan karena mengandalkan logika dan nalar tanpa dasar empiris. Banyak teori rasional yang tidak dapat diuji atau diverifikasi secara ilmiah.
Model seperti Big Bang tidak mengklaim apa yang terjadi sebelum atau penyebab langsung dari Big Bang. Namun, ada teori-teori fisika yang mencoba menjelaskan kondisi awal alam semesta tanpa melibatkan entitas metafisik. Kompleksitas alam semesta dan kehidupan dapat dijelaskan melalui proses evolusi, seleksi alam, dan hukum fisika tanpa memerlukan intervensi entitas cerdas.
Logical Fallacies Appeal to Ignorance: Mengklaim bahwa karena metode ilmiah tidak bisa menjawab semua pertanyaan, maka ada metode lain (seperti rasionalisme atau agama) yang lebih unggul tanpa bukti yang mendukung.
Banyak teori etika sekuler, seperti etika humanistik, yang menunjukkan bahwa moralitas dapat dibangun tanpa mengandalkan entitas non-material. Moralitas bisa didasarkan pada prinsip kesejahteraan manusia dan keadilan sosial.
Banyak sekali klaim agama dan teori ilmiah bertentangan, seperti dalam kasus evolusi vs kreasionisme.
Betul tapi agama masih bisa dicocokkan dg evolusi yaitu dg cara interpretasi bahwa kisah penciptaam itu hanya metafora bukam literal
@ saya bahas di komentar lainnya disini, deisme lebih masuk akal dari teisme.
menurut saya ada perbedaan mendasar di mana orang yang memegang agama sebagai sumber kebenaran cenderung lebih bersifat "kolot" susah menerima kebenaran baru, karena sudah terdoktrin bahwa kebenaran agama adalah bersifat mutlak atau final dan berlaku selamanya, sementara sains lebih dewasa di mana jika ada suatu penemuan atau teori baru yang dapat mengugurkan penemuan sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan maka akan diterima, mereka cenderung bersifat terbuka, mungkin inilah kenapa terobosan kemajuan selalu dicetuskan oleh para saintis bukan agamis,
@@salafimubarok betul kak, upaya untuk mencocokkan agama dan sains sering kali memunculkan kebingungan. Ini karena keduanya memiliki dasar dan tujuan yang berbeda. Sains bergerak dalam ranah empiris, mencari jawaban berbasis bukti, logika, dan eksperimen. Sebaliknya, agama sering kali berada di ranah keyakinan, memberi panduan moral, spiritual, dan eksistensial yang tidak selalu bisa diuji secara ilmiah. Maka, mencoba menempatkan agama dalam kerangka sains, atau sebaliknya, cenderung menghasilkan ketegangan.
Diluar pemahaman sains adalah kehaluan yg hakiki
part 1 nya mana yak?
ruclips.net/video/kEP4SRxVWPQ/видео.htmlsi=_QkPk51ljDypawOp
Ilmu pengetahuan bersifat agnostik terhadap entitas yang tidak dapat diuji atau diobservasi secara empiris. Fakta empiris tidak dapat membuktikan atau menyangkal keberadaan Tuhan karena Tuhan, dalam banyak agama, didefinisikan sebagai entitas supranatural yang berada di luar jangkauan pengamatan empiris. Namun, beban pembuktian terletak pada klaim keberadaan, bukan pada klaim ketidakberadaan. Misalnya, tidak adanya bukti empiris yang mendukung keberadaan Tuhan adalah dasar logis untuk meragukan klaim keberadaan Tuhan (prinsip Occam’s Razor).
Membandingkan klaim keberadaan dan ketidakberadaan Tuhan sebagai dua hal yang setara dari segi pembuktian adalah salah. Tidak adanya bukti keberadaan lebih sesuai dengan posisi netral (agnostik) atau skeptis, bukan posisi yang memerlukan pembuktian aktif terhadap ketidakberadaan.
Dalam metodologi ilmiah, klaim tentang realitas harus dapat diuji secara empiris. Tanpa bukti empiris, klaim tersebut masuk ke ranah metafisik atau spekulasi. Argumen logis tanpa dasar empiris hanya menghasilkan hipotesis, bukan fakta yang dapat diterima secara universal. Perbedaan utama antara klaim ilmiah dan klaim metafisik adalah falsifiabilitas. Klaim ilmiah dapat diuji dan disanggah, sedangkan klaim metafisik tentang Tuhan tidak bisa diverifikasi atau disangkal. Hal ini membuat klaim keberadaan Tuhan berada di luar metode pengetahuan yang teruji.
Jadi, beban pembuktian berada pada pihak yang membuat klaim positif. Klaim keberadaan Tuhan memerlukan bukti yang memadai. Tanpa bukti tersebut, posisi netral atau skeptis lebih logis.
Gampang bro membuktikannya. Saat kita mati semua akan terungkap.
Dan pendalaman soal mana agama yang benar gak bisa cuman dibahas secara filosofis atau sainstifik. Karena baik itu filosofi dan sains memiliki dogma. Dogma yang dianut penggemarnya agar dianggap filosofis atau sainstifik.
"It is not the scientific knowledge itself that is the danger, but the illusion that it answers all the questions." C.S. Lewis
Apa pertanyaannya?
21:15 ''keberadaan Tuhan adalah kepastian''. Artinya tidak dimungkinkan adanya interpretasi lain selain kepastian Tuhan. Nyatanya?, ada loh kemungkinan2 interpretasi ketiadaan Tuhan. Maka derajat kepastian itu harusnya sudah bukan menjadi pasti lagi, karena ada pembandingnya. Kendati pemandingnya memiliki persentase lebih rendah daripada god exist, tapi itu berimplikasi pada ''kepastian'' yang diklaim.
Jadi kesimpulannya apa ya bang?
"orang yang percaya tuhan lebih beruntung jika tuhan betul-betul ada, secara matematis lebih beruntung daripada yang tidak percaya tuhan"
Sanggahan: Ada banyak definisi dan konsep Tuhan dalam berbagai agama (misalnya, Tuhan dalam Islam, Kristen, Hindu, dan deisme). Jika seseorang percaya pada Tuhan tertentu, mereka mungkin dianggap salah oleh penganut agama lain. Keputusan untuk percaya pada satu Tuhan tidak menjamin "keberuntungan" jika Tuhan yang benar adalah yang berbeda. Jika ada banyak Tuhan atau sistem kepercayaan, peluang seseorang memilih Tuhan yang "benar" menjadi kecil, sehingga perhitungan probabilitas dalam argumen ini menjadi lebih kompleks dan tidak mendukung kesimpulan yang jelas.
Mempercayai Tuhan seringkali memerlukan waktu, sumber daya, dan komitmen, seperti mengikuti ritual agama, memberi sumbangan, atau menahan diri dari tindakan tertentu. Jika Tuhan tidak ada, semua ini bisa dianggap sebagai "kerugian peluang" (opportunity cost) karena waktu dan sumber daya tersebut bisa digunakan untuk hal lain yang memberikan manfaat langsung. Bagi sebagian orang, kepercayaan pada Tuhan bisa menyebabkan tekanan psikologis, seperti rasa takut terhadap hukuman ilahi atau kecemasan religius. Mempercayai Tuhan tertentu juga bisa menimbulkan konflik dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda, yang dapat memengaruhi hubungan sosial dan kesempatan hidup.
Jika Tuhan benar-benar ada dan Maha Tahu, Tuhan dapat mengetahui apakah seseorang percaya karena keyakinan tulus atau hanya "berjaga-jaga." Jika kepercayaan hanya berdasarkan pertaruhan, Tuhan mungkin tidak menganggapnya sah atau pantas untuk diberi manfaat. Banyak agama menekankan moralitas dan perbuatan baik sebagai kriteria utama untuk mendapatkan manfaat, bukan sekadar percaya pada Tuhan. Dengan demikian, seseorang yang tidak percaya pada Tuhan tetapi hidup dengan moralitas tinggi mungkin lebih "beruntung" daripada orang yang percaya namun tidak bertindak sesuai moralitas.
Posisi netral atau agnostik adalah pilihan yang sama-sama masuk akal. Orang yang tidak percaya pada Tuhan tetap dapat menjalani hidup yang bermoral dan bermakna, tanpa harus membuat pertaruhan tentang keberadaan Tuhan.
Jika pun (semisal) Tuhan ada, mungkin pandangan deisme lebih tepat dengan science daripada teisme.
Alam semesta berjalan berdasarkan hukum-hukum alam yang stabil, seperti gravitasi, termodinamika, dan mekanika kuantum. Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa hukum-hukum alam ini pernah dilanggar atau berubah karena intervensi supranatural. Misalnya, fenomena seperti gerhana, penyakit, atau bencana alam yang dulu dianggap sebagai tanda campur tangan Tuhan kini dijelaskan dengan ilmu pengetahuan. Deisme sesuai dengan bukti ilmiah karena menempatkan Tuhan hanya sebagai pencipta hukum alam, tanpa intervensi lebih lanjut.
Penderitaan dan kejahatan di dunia dijelaskan sebagai konsekuensi dari hukum alam yang berjalan tanpa campur tangan Tuhan. Misalnya, gempa bumi terjadi karena pergeseran lempeng tektonik, bukan karena hukuman Tuhan atau rencana ilahi. Deisme lebih masuk akal karena tidak mengharapkan Tuhan untuk mengintervensi dan mencegah penderitaan, sejalan dengan pengamatan kita terhadap dunia.
Deisme tidak bertentangan dengan hukum alam atau fakta ilmiah dan tidak bergantung pada klaim wahyu atau mukjizat yang tidak terbukti.
Tunggu saja pembuktiannya setelah kita mati... Sementara sekarang masih hidup, ayo berbuat baik. Yg menyedihkan itu ngotot soal keberadaan/ketidakberadaan Tuhan, tapi praktek jadi manusia 0 besar. Yg percaya Tuhan dan yg tidak percaya Tuhan sama2 sombong, angkuh, kepala batu
@@HINOK8 betul yang perlu dibangun adalah moral kita, dan prinsip memanusiakan manusia, menjaga alam, dan selalu berbuat baik