Persiapan Puasa Wajib Rhomadhon secara Tasawuf dan Amalannya . Part vid 5 lima.

Поделиться
HTML-код
  • Опубликовано: 31 янв 2025

Комментарии • 1

  • @adangsutisno3517
    @adangsutisno3517  10 дней назад +1

    Berangkat dari tema judul dari Risalah hari ini yaitu Majlis fi fadhail syahri ramadhan artinya Majlis tentang Keutamaan Bulan Ramadan dalam kitab al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqqa Azza wa Jalla, yang dikarang Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, pertama-tama Syekh al-Jailani menjelaskan secara panjang lebar mengenai tafsir puasa. Dia pun menjelaskan secara gamblang persoalan syariat dan perintah puasa yang juga berlaku pada umat-umat terdahulu, terutama Yahudi dan Kristen. Ini diawali dari diskusi tafsir-an kalimat .
    Firman Allah SWT .كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ QS al-Baqarah [2]: 183. Yang Artinya : Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu.
    Dalam mengurai makna Ramadan, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memulainya dengan penjelasan hadis dan analisis kebahasaan. Pertama-tama, dia mengutip satu hadis yang bersumber dari Ibnu Umar ra. Yang mengisahkan sabda Nabi Saw:
    نحن أميون (أميون) ، لا نستطيع الكتابة ولا نحسب. شهر واحد على هذا النحو ، هذا ، وهذا (أنزل إبهامه للمرة الثالثة) ، مضيفًا ما يصل إلى ثلاثين Artinya : “Kita adalah umat yang ummiy (buta huruf), kita tidak bisa menulis dan tidak pula menghitung. Satu bulan itu sama dengan begini, begini, dan begini (beliau menurun-kan ibu jarinya pada kali yang ketiga) dgn menggenapkan menjadi tiga puluh.”
    Menurutnya, dinamakan bulan (syahr) karena putihnya. Ini terambil dari kata syahirat (putih) yang artinya keputihan (al-bayadh).Selain itu, ada pula yg mengata-kan: Pedang itu tampak putih kemilau (syahirat) ketika terhunus; bulan terlihat terang keputihan saat kemun-culannya.Bertolak dari pengertian ini,Syekh Abdul Qadir al-Jailani melanjutkan pembahasan tentang perbedaan makna Ramadn.Sebagian mengartikan & memaknai Ramadan sebagai nama Allah SWT. Ini disandarkan pada riwayat Jafar As-Shadiq yang bersumber dari ayahnya. Dia mengatakan, "شهر رمضان شهر الله (شهر الله)
    “Bulan Ramadan adalah bulannya Allah (Syahrullah).” Karena itulah, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menasehati agar jangan sekadar menyebutkan“Ramadan tanpa“bulan’ tetapi hendaknya sematkan padanya kata “bulan (syahr)” sebagaimana Allah menyematkannya didalam Alquran dalam firman-Nya “Syahru Romadhon (bulan Ramadan).” Demikian penjelasan dari Anas bin Malik ra.
    Adapun dinamakan Romadon karena di dalamnya terjadi perubahan sehingga cuaca menjadi panas, sehingga bebatuan pun memanas. Al-Khalil mengatakan bahwa Ramadan diambil dari ar-Ramdhu, yang artinya hujan yg turun ditengah musim gugur. Maka pada bulan Ramadan tubuh-tubuh dibersihkan dan disucikan dari berbagai keburukan, dan hati disucikan agar menjadi suci. Lebih jauh dari makna-makna tersebut bahwa pada bulan itu hati manusia dikeluarkan dari panas lewat nasihat dan pemikiran tentang urusan akhirat, layaknya mengangkat bebatuan dan kerikil dari panasnya matahari. Sebagai yang disemati dengan poros kesufian (Qutb ash-Shufi) Rupa-rupanya Sang Syekh masih mempertimbangkan pemahaman awam dalam memahami ayat-ayat Alquran. Terbukti dalam memahami ayat-ayat tentang keutamaan Ramadan tidak terlalu banyak menggunakan terminologi rumit khas para sufi.Seperti tampak dalam karya tafsir-nya yang diberi judul Tafsir Al-Jailani. Dalam karya tafsir ini, aspek normatif yang dia kutip dari hadis-hadis shahih masih mendominasi penjelasannya berkenaan dengan rahasia bulan Ramadan. Dengan pernyataan para sahabat dan salafus saleh yg menjadi acuan dalam penjelasan tema tersebut.Ini tidak lantas memberikan kesimpulan bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tidak memiliki karya dgn ragam kerumitan. Jika antum sebagai pembaca mau menyeli-diki kitab-kitabnya yg diperuntukkan para salik seperti Sirrul-Asror, as-Safinahal-Qadiriyyah, dan beberapa bagian di al-Ghunyah li Thalibi Thariqil-Haqq, dll. Kita akan mendapati sejumlah kerumitan di dalamnya. Jadi untuk merunut penjelasan Ramadan dari sisi penafsiran Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.