Salah satu down side dari akselerasi adalah anak tercabut dari lingkugan social yg tidak sesuai dengan usianya dan perkembangan social emotional nya. Pencapaian siswa seharusnya holistic for both academic competency(grades) dan social emotional learning di mana salah satu element penting adalah identify emotions & how to regulate them. Many of educators are inclined towards academic competency only. Btw salut buat pencapaian, usahanya.
Sebagai org tua, ini mmg jd dilema. Pengalaman anak sy yg cerdas, nggk pernah belajar dr smp s/d sma tapi nilainya selalu tinggi. Sy khawatir ada gangguan emosi dan interaksi sosial shg tdk sy izinkan utk ikut jalur aksel. Tapi akibatnya ada semacam 'kebosanan' sehingga selalu 'berulah'. Kuliah di UI jurusan Arsitek, dg IPK 3,5 selam 4 semester kemudian bosan dan pindah ke UGM fak psikologi, lulus dg IP 3,6 lanjut ambil master dpt IP 3,7 (tertinggi di angkatannya) Ternyata maslahnya adlh kecerdasan emosional spt yg anda sampaikan.
Saya juga mulai nulis jurnal sejak 4 tahun lalu, kalo pas tengah malam lagi overthinking. Sekarang, selain nulis saya juga dibantu dengan meditasi setiap hari. Saat meditasi, perasaan cemas saya benar-benar terurai. Yg saya dapatkan dari meditasi adalah rasa cemas itu jangan dilawan tapi biarkan dia bertamu dan dengarkan ceritanya sejenak. Setelah itu biarkan dia pergi dengan sendirinya, dan nanti suatu saat pasti bakal datang lagi.
@@gakpunyanama429 meditasi intinya perhatiin napas aja, tinggal duduk atau tiduran juga boleh, kalo mau bantuan video RUclips juga banyak contohnya video2 di channel mas Adjie ruclips.net/video/z8-EQLUu9YQ/видео.html
1:54 relate banget. Aku dulu pas sekolah anak akselerasi, ikut psikotest lalala IQ aku katanya masuk kategori cerdas istimewa. Sampai2 di kertas hasil tesku ada tulisan “nilai yang diharapkan di sekolah: >90”. Itu adalah titik awal di mana aku takut sama ekspektasi orang2, selalu diomelin krn ranking rendah. Aku sadar aku bisa lbh serius di sekolah, tapi aku ngerasa pengen hidup normal aja, pengen main kayak anak2 kelas reguler. Aku jd suka nangis tiap hari, diburu2 dan dituntut masuk PTN. Kadang kalau punya pencapaian, aku sampe bilang ke mamaku, gak usah cerita ke siapa2, tetangga atau saudara. Aku capek bgt sama ekspektasi org padahal aku gak sehebat itu. Aku keluar dari masa stress itu pas aku masuk kuliah sih, ikut UKM marching band. Dulu kebiasa pake headset dengerin lagu kenceng2 supaya gak denger ocehan orang tua, ada trauma krn sering dibentak juga, jd merasa lbh nyaman kalo denger musik. Aku rasa aku berubah jd lebih dewasa semenjak kuliah.
Sama kak, sy merupakan ex aksel waktu SMP yg dituntut dgn ekspektasi tinggi hanya karna sy mendapatkan IQ tertinggi se-angkatan waktu itu. Awal msuk aja sdh membuat stres, ketika teman" yg lain masih bermain, kami anak aksel sudah belajar dgn waktu belajar 11 jam (6 pagi sampai 5 sore), dimana kami dicekoki dgn mtk, ipa, dan bing setiap harinya. Dengan porsi mapel lain hanya 1 jam. Sy yg notabene olahragawan waktu SD merasa tertekan bgt dgn budaya bljr seperti itu. Akhirnya karna gk kuat lagi, pada bulan ke-3 sy memutuskan utk keluar dr kelas aksel dan masuk ke kelas reguler. Dimana, pihak sekolah waktu itu agk keberatan karena sy merupakan peraih IQ tertinggi. Pihak sklh berusaha meyakinkan sy, namun sy sudah dgn keputusan sy, akhirnya mereka menyerah dan mengizinkan sy utk pindah kelas. Saat SMA pun sy dpt aksel jg, namun sy menolaknya karena alasan stres tadi. Walaupun kesempatan masuk PTN lebih besar kalo di aksel. Namun, justru itu adalah keputusan yg tepat, dikarenakan sy lebih bisa mengekspresikan diri dgn menjadi pengurus osis, pramuka dan ketua karang taruna di komplek sy. Yg lebih membahagiakan lg tanpa aksel pun alhamdulillah sy bisa masuk PTN impian sy 💫. Sebenarnya masuk kelas aksel itu gk buruk" amat, malah kita lebih ke majikan yg dilayani sekolah scr full yg gk didapatkan siswa reguler, dimana kita diberi kulkas, AC, TV, dan dibuatkan buku tabungan. Bahkan ktika kami berbuat salah, kmi hanya ditegur sedangkan kelas reguler kalo berbuat salah auto di hajar atau dikeluarkan😅.
Dari dulu sudah bukan rahasia umum lagi kalau lulusan Kelas Akselerasi kerap bermasalah pada saat masuk dunia kuliah. IQ tidak menjamin Critical Thinking yang matang, apalagi dengan dunia perkuliahan yang tidak hanya belajar tetapi juga berdiskusi. Sedangkan hal ini sedikit bertolak belakang dengan apa yang diberikan di SMA.
relate bgt pas liat video ini sama yg sy alami ke anak2. Alhamdulillah kami dikaruniai Allah anak2 yg cerdas, bbrp kali ditawari untuk loncat kelas karena sdh dianggap mampu melewati kelas2 yg ada. waktu mereka masih kecil, sy yg menolak. waktu mereka sdh mulai teens, sy tanya pendapat mereka soal tawaran loncat kelas dsb, mereka yg nolak, alasannya: biarkan aku menikmati masa remajaku yg gak akan terulang lagi, let me grow normally. 😁 okay... sebenernya alasan ini jg yg dulu sy pakai waktu anak2 ditawari loncat kelas waktu kecil, sy takut mereka kehilangan masa anak2nya, yg harusnya masih bermain, harus memikirkan olimpiade2 sains & matematika meskipun mereka mampu. tp sy tdk tega merebut masa kecil mereka. Alhamdulillah meskipun berjalan sesuai track yg ada, naik kelas secara normal, mereka tetap bisa berprestasi & tetap menikmati masa2 tumbuhnya dari anak2 dan sekarang jd remaja yang bahagia & selalu update dgn kehidupan sosialnya. kegalauan2 yg disebutkan td bukan mengada2, tp memang begitulah cara berpikir orang2 yg diberkahi otak cerdas luar biasa. mereka memikirkan apa2 yg tdk dipikirkan orang2 biasa. 😁 yg penting tetap bahagia, menjadi manusia yg utuh, bermanfaat buat orang banyak. kalian memang orang2 terpilih.
Terima kasih banyak, Bro sudah berbagi. Sedikit banyak cukup berkaitan dengan saya. Akselerasi saat SMA, masuk SD usia 5 tahun, hingga mulai kuliah S-1 di usia 16 tahun. Alhamdulillaah-nya sewaktu angkatan saya SMA, kami ber-19 termasuk yang cukup bergaul, tidak terlalu ambisius dibandingkan angkatan-angkatan sebelumnya. Saat kuliah di UMY, alhamdulillaah fase transisi tidak terlalu terasa perjuangannya. Hanya saja ada beberapa momen kegagalan yang sangat terasa berat, karena di banyak kesempatan sebelumnya, termasuk saat SMA, cenderung mulus. Di saat SMA sempat diperkenalkan dengan blogging, tidak rutin untuk mencurahkan perasaan dan merekam jejak cerita perjalanan. Barulah saat S-2 di negeri orang seringkali terpikirkan apa terlalu cepat masa di SMA hanya dua tahun, banyak momen emosi yang penuh perjuangan mengelolanya, terlebih selepas satu semester studi S-2, Papa, ayahanda tercinta berpulang. Alhamdulillaah seiring dengan pengalaman dan tahun berjalan, yang bisa menempa. Cerita yang Bro sampaikan, kembali mengingatkan diri saya untuk merutinkan kembali menulis, untuk mencurahkan perasaan.
gpp kok bang, walau cuma 2thn, setidaknya itu adalah 2thn yg memiliki banyakan kenangan, tidak seperti aku bg, karena aku termasuk angkatan covid, jadi kls 1,2 kurang memori di sekolah, bahkan baru mengenal setengah kelas ku yang lainnya saat kls 3(karena pas kls 1,2 sistemnya 1 kls dibagi 2), tapi alhamdulillah sekarang sudah banyak bergaul dengan teman² di sekolah, (kata kaka ku si bg, walaupun momen itu cuma sebentar, jadikan momen itu momen² berharga yang akan selalu diingat, karena pas besar nanti kadang bakal kangen sama momen² itu)
Alhamdulilah....untuk adik-adik yang masih bisa hidup normal sampai sekarang, walau ndak tamat sekolah di ITB (atau PT favorit lainnya). Temanku seangkatan dulu di ITB ada yang sampai Gila karena frustasi, tidak siap dengan perubahan dengan umur yang masih terlalu muda di banding teman lain yang seangkatan. Ada juga teman, 3 kali lulus masuk ITB dengan Fakultas yang berbeda FMIPA, FTI, FTSP tapi akhirnya kuliah di swasta jurusan Ekonomi dan jadi Dosen. Jadi jalani lah hidup hidup itu dengan Bahagia ( selalu bersyukur).
saya banget ini mah bang wkwkwk. masuk Fasilkom UI umur 16 tahun, tapi IP semester 1 saya 1,93 dan gak lulus 3 dari 5 matkul yang diambil. bahkan udah dikirim surat terancam DO ke ortu. culture shock banget waktu itu, karena dari SMA terbiasa leha-leha, belajar kebut semalem, dan notabene terbiasa dgn kultur santai karena asal dari SMA biasa, bukan SMA top yg udah biasa ngambis kyk anak2 lainnya. belom lagi secara psikologis belom siap kuliah, dan sebenernya udah diwanti2 sama keluarga besar. 2 semester gak kuat, akhirnya UTBK dan SIMAK lagi (waktu itu pahamify bantu banget btw), masuk FEB. yah walaupun IP nggak tinggi (3.5+), tapi alhamdulillah survive dan tiap semester stabil diatas 3. makasih banyak bang sharing pengalaman dan insightnya.
@@abimanyusakh3805 mungkin masuk sd nya lebih cepet. Temen² saya jg banyak yg 2 tahun lebih muda yg artinya masuk kuliah jg di umur 16 tahun, alasannya ya krn masuk sd nya lebih cepat
Datang ke sini karena judulnya… Saya juga masuk ITB usia 15 tahun. Hal yang sama terjadi pada saya. Saya mengalami kegagalan pertama di tahun ke-tiga. Mungkin bagi orang lain itu kegagalan sepele tetapi itu membuat saya sangat down. Saya tidak bisa berfungsi dengan normal selama dua tahun setelahnya. Dua tahun. Saya kembali meneruskan studi di tahun ke-enam. Ironi, saya masuk ITB 2 tahun lebih cepat dan lulus 2 tahun lebih lambat dari semestinya. Saya tidak bilang kalau “akselerasi” atau “program 4 semester” atau apalah itu buruk. Banyak juga teman2 aksel saya yang tidak mengalami kegagalan. I know it’s something subjective. Bagaimanapun juga, seharusnya program akselerasi di sekolah disertai juga dengan edukasi EI karena saya tahu bukan saya seorang yang mengalami masalah setelah lulus dari sekolah.
bener bgt, program akselerasi di sekolah itu kurang di dukung dengan bimbingan konseling yang cukup untuk siswanya. Teman saya akselerasi untungnya cuma 1 tahun tapi saya rasa juga pikirannya masih agak ke kanak-kanakan
setiap individu punya kecepatan berbeda untuk berkembang. yang cepat belum tentu akan terus cepat dan yang lambat bukan berarti seterusnya lambat. nikmati saja proses nya tanpa compare diri kita ke orang lain
Saya ditolak tahun ini 2 kali oleh ITB dan saya sendiri saat ditolak itu kecewa minta ampun padahal saya sudah belajar mati-matian. Saya sendiri memang tergolong lebih muda dari teman-teman seangkatan dan setelah 1 bulan saya sendiri sadar bahwa saya sendiri belum 100 persen siap, mungkin dari segi akademik sudah cukup,namun seperti yang dijelaskan di video ini saya masih sangat lemah di bagian emotional intelligence, social intelligence, dan mental and Physical health maintenance dan time management. Saya yang awalnya kecewa akhirnya bersyukur saya gagal tahun ini, melalui kegagalan ini saya sadar bahwa saya masih ignorant dengan hal-hal selain akademik, dan mungkin melalui kegagalan yang sementara ini, saya diselamatkan dari kerusakan mental dan fisik bagi diri saya bukan hanya saat kuliah nanti tapi sepanjang kehidupan saya. Dan satu lagi hal yang paling berharga yang saya pelajarin di 4 bulan terakhir adalah bahwa hidup ini bukan kompetisi melawan orang lain, tapi kompetisi melawan diri sendiri/otak lo sendiri dan keinginan-keinginanya yang menghalangi/merusak.
Saya juga punya teman yang IPKnya ya rata-rata dan lulus S3 usia 27, tapi memang ada kok orang yang "serajin" itu, nilai pas-pasan untuk mata kuliah berat, tapi ya self-motivationnya well maintain banget. Kalau mau ujian jarang lembur, tapi kalau skripsi, tesis, disertasi ya tiap hari ada progress.
Share pengalaman pribadi + belajar dr berbagai literasi + diskusi dg banyk org, seorg yg cerdas secr IQ ttp hrs berproses sesuai pola hidup se-usianya agar tdk mengalami gap & tekanan diluar kemampuan emosinya. Kebanykn ortu & lingk beranggapan seseorg dg IQ tinggi pasti hebat, tp lupa bhw idealnya hidup adalah bahagia dan itu hanya bs dilalui dg mempunyai IQ, EQ, SQ yg seimbang. Adapun jk terjd pemaksaan (disengaja ataupun tdk) dlm arti melompati proses yg tdk sesuai dg usianya yg timbul adalah stress. Cont simple, knp SIM hanya boleh di apply unt usia 17 th keatas ? sebab usia dibwh itu sgt rawan emosi disaat mengemudi. Atau anak2 yg terpaksa hidup dijalanan, dll.
Gpp dek. Toh sepinter2nya org sama aja bodong klo: 1. Branggapan sesuatu itu bisa lahir dr ketidakadaan 2. Randomness bisa melahirkan hukum, konsistensi, fitur, fungsi dan desain 3. Beranggapan klo moralitas itu sebenernya tdk ada atau subjektif 4. Beranggapan bahwa science bs menjawab segala/semua hal 5. Ga nghormatin ortu 6. Ga percaya Tuhan 7. Percaya sm sesuatu tanpa alasan (reasoning) yg jelas dan masuk akal
Belakangan ini udah beberapa tahun, emang sering merasa kayak perlu tahu lebih dalam dan mempelajari kecerdasan emosi untuk diri sendiri Makasih untuk postingan ini, jadi tambah sadar bahwa hal tersebut emang penting
Broo salut , seharusnya begitu belajar dan belajar ,terus dan terus , jgn sok kayak kadrun , bodoh ,tolol dan goblok ,main ngomong ngawur ,ttg surga ,neraka ,kafir dan murtad , GK mo belajar
Sama bang saya juga suka nulis, beda nya saya nulis di hape, jadi bisa nulis dimana aja dan lebih privasi. Nulis penting menurut saya karena untuk meningkatkan focus kita. "Internal" distraksi seperti kapan harus beli ini itu, ketemu orang, mau belajar apa dll, kalo ga ditulisin akan mengganggu focus apa yg di hadapan kita
Hal tsb bisa dikarenakan sekolah yang terlalu cepat, apalagi buat seorang cowok.Anak yang terlalu muda dan cepat,sisi negatifnya adalah anak menjadi kurang dewasa, mudah putus asa dll.Sebaiknya sekolah itu sesuai umurnya saja.Dan diberikan calistung 5 th keatas.
Terima Kasih banyak bang atas pencerahannya. Saya sebagai mahasiswa yang sedang menjalani tpb memang sedang merasa resah semoga video ini bisa membantu saya memperbaiki diri di masa tpb. Thanks Hujan Tanda Tanya🙏
Iya bener, bikin sakit kepala sampai saat i i belum bisa mengenali diri sendiri, kadang" Down entah itu kanapa, mikir, kenapa sih dipikirin itu nga penting! Tapi masih aja dipikirin dan jadi overthinking langsung jatuh sakit 😞
IP memang penting, tapi yang paling penting setelah lulus ya kemampuan diri sendiri. Mas beruntung baru punya pemikiran di semester awal-awal, saya baru kepikiran semester menjelang akhir.
@@rotteyzn6800 'cara kita mengaplikasikan kemampuan kita hasil dari kita kuliah selama 4 tahun?' menurutku mulai dari bisa berpikir kritis, terus mengasah EQ dan kemampuan diri, makin banyak membaca namun juga bisa mengurai memilah ngga cuma sekedar baca, dan terakhir bisa mengaitkan inti perkuliahan walau sedikit dengan isu yg related, setelah itu coba cari lainnya sendiri :) semester 4 masih bisa melakukan banyak hal, it's a bless i think, bisa gali'' more at google for more questions.
Saya masuk S1 Fisika usia 15 tahun, selesai 19 tahun. Ngajar 1 tahun lalu lanjut S2. Jadi dosen PNS 23 tahun. Alhamdulillah... Nggak ada yang salah, selama kita menikmati semua berjalan lancar si
@@faridsolana Saya asli Jambi yg ga boleh kuliah jauh dr ortu waktu itu, jadi S1 di Univ. Jambi, S2 di Universitas Negeri Malang, dan rejeki mengejarnya di Universitas Negeri Malang juga mas
bahas mengenai pentingnya CT Critical Thinking untuk meminimkan bias, bahas cara memetakan masalah kita mungkin kak, sama cara memilih karir mungkin :D Thank you kak for this episode session, rasanya saya punya teman yang sama-sama memiliki masalah yang berkaitan.
Saya punya pengalaman yg mirip kaya bang fikri. Sewaktu SMA saya sempat konsul ke guru BK buat minta rekomendasi prodi yg diambil. Nilai tes potensi akademik saya tinggi, tapi rapot ancur. Di situ guru BK bukannya cari akar permasalahan atau nanyain malah langsung nyimpulin kalo saya lagi hoki makanya bisa dpt skor tes potensi akademik tinggi. Jujur omongan guru tsb sempet buat saya overthinking lumayan lama, di saat itu juga sempet mikir kalo ya memang nyatanya saya bodoh kok. Tambah merasa bodoh lagi karena di tahun itu saya harus gap year karena gk lolos berbagai macam ujian masuk perguruan tinggi. Akhirnya saya coba lagi di tahun berikutnya, alhamdullilah lolos di teknik, jurusan yg paling tdk disarankan oleh guru BK saya. Dan sejauh ini saya enjoy ngejalanin perkuliahan
Saya dlu juga masuk Andalas di umur 15 tahun, tepat tahun 2007 juga, karena akselerasi. 3 tahun pertama kuliah itu 3 tahun terberat dengan IPK hancur2an, dimana teman2 seangkatan lain malah sangat tinggi di tahun2 awal tersebut. Alhasil saya lulus dalam 9 semester ( bahkan hampir masuk semester 10 karena berkali2 gagal ujian kompre) dengan IPK pas2an. Sejak saat itu, saya berpikiran bahwa mungkin ada baiknya jika fase sekolah saya saat itu saya biarkan tetap 3 tahun, mungkin saat masuk fase kuliah saya lebih matang.
Ini bagus sih, anak pertama saya lumayan lah kira2 otaknya, mulai tk banyak temen2 yg menyayangkan anak saya dimasukkan ke TK biasa, dan sesuai umur, krn memang kemampuannya diatas umurnya. SD pun banyak menyarankan masuk kesekolah yg mempunyai kelas khusus. Saat berdialog dng psikiater diminta jg dimasukkan kesekolah yg satu kelasnya mempunyai kemampuan kurang lebih sama dengan anak saya. Krn kemampuan dia akan semakin terasah lgi jika sekelasnya mempunyai kemampuan yg sama. Tpi semenjak tk saya berusaha agar dia masih menikmati masa anak2nya, dan berusaha dia tidak lompat kelas, krn yg skrng saya tau namanya intelejensi emosi dia takut malah terhambat. Sangat kasian kalau dia lompat2 kelas dan menemukan teman2nya yg sudah lbih matang dlm cara berpikir dan lainnya, dan menurut saya kepintaran dia akan ttp bisa terasah dengan cara yg lain. Walau memang skrng dia mengikuti ritme teman2nya disekolah, semua gurunya jg bilang klo anak saya ini tidak menggunakan kemampuannya yg sebenernya. Hanya 50 persen dri kemampuannya kira2. Tpi selama dia bahagia, dan dia terus belajar krn masih sd jg, saya pikir untuk skrng ini sdh cukup. Krn saya ingin dia mendptkan keseimbangan, krn hidup tidak melulu soal akademis, akan ada waktunya dimana saya akan memulai push dia untuk menggunakan kemampuan dia yg sebenarnya. Krn anak saya ini berpikir lbih cepat dibawah tekanan, dan hal ini tidak saya inginkan untuk anak saya yg masih berumur 9 tahun. Buat saya iq dan eq hrs diusahakan berimbang. Walaupun otak hrs diasah, mental dia jg hrs belajar dan bahagia. Just hope cara saya ini tidak salah.
Adekku Maba terumuda di ITB.....aku senang mendengar vedio anda,mdah2an jadi motivasi buat anak milenial sekarang,ibu meminta sama anda supaya mencetak buku karangan anda ini bahasa Indosia aja, supaya yg ngak bisa bahasa Inggris bisa membaca nya terima kasih.....
Kecerdasan emosi dilatih sejak kecil, sbnrnya jika dilakukan beriringan dengan akademis nya tidak akan ada masalah, yg jd mslah itu ketika tidak dilatih dan malah cenderung diabaikan.
Saya waktu SD bacaannya novel Lupus, komik Detektif Conan dan Sailormoon, majalah Kawanku dan Gadis.. Masnya malah Emotional Intelligence-nya Daniel Goleman? Kepingin nangis saya dengarnya 😭 Kayaknya bagian RUclips yang ini tuh another dimension terasing buat saya. Btw soal Daniel Goleman, yang ada di wishlist saya di lima tahun terakhir ini dan baru saya beli dan selesai baca di tahun ini, terus berakhir di e-book "The Anatomy of Violence", enggak tau lagi deh habis itu buku lingkup EQ lainnya, paling saya craving buku yang habis di Periplus online "With The Heart in Mind". Soal journaling, setuju banget sama masnya, memang banyak banget manfaatnya walaupun terlihat sepele, dari bisa regulasi emosi, meluruskan pikiran dan perasaan, sama jadi tau masalah apa sebenarnya yang kita hadapi beserta solusinya, dsb.
Thank you for sharing ya. Saya sebagai mahasiswa psikologi juga masih banyakkk sekali belajar tentang manajemen emosi, karena dari kurikulum sekolah maupun pembelajaran dgn org tua kadang ini tidak diberikan. Jadi sebagai remaja - dewasa pun perlu mempelajarinya secara mandiri.
Iya nih cukup sulit krn mau ga mau jd ke arah belajar mandiri, mayoritas ortu jg blm matang atau menganggap tidak penting jd mungkin terlewat untuk mengajari itu. Sedangkan di sekolah selain tdk ada kurikulum pasti terkait itu, klo pun ada jg krn ga akan bisa klo di sekolah aja, waktu ga cukup dan hal itu hrs kontinu kan jd klo disekolah di latih tp dirumah sebaliknya ya ancur deh. Atau sebaliknya di rumah di kasih tau tp lingkungan sekolah ga gitu
Kadang sebuah ketakutan dalam diri muncul karena pengalaman kurang baik di masa lalu (tidak perlu generalisir dan menaruh dendam kepada masa lalu) tapi tidak perlu merasa kecil diri, Elon musk aja dulu kurang lancar ketika bicara depan publik. Setiap orang punya timing dan jalan sendiri2
Saya masuk sekolah cepet, aksel 3x, jadinya pas keterima di ITB masih bocah. Jadi anak rantau, ngekos sendiri. Masuk masa pubertas. Pernah punya IP 0, dateng ke kelas cuma pas UTS atau UAS. Akhirnya keluar dari ITB lewat annex, bukan sabuga. Hahaha.
Nah, sama. masuk kuliah 16 tahun hasil akselerasi, semester 1 boleh lah IP 3+, eh pas pandemi jeblok karena kuliah online ga ada disiplinnya sama sekali. Karena sd, smp, sma ga belajar main seharian juga tetep rangking angkatan sekolah, jadi ga pernah punya etik belajar
kayaknya mindset akselerasi itu merasa kita yg hebat padahal kalo sekolah formal sd,smp,sma itu khususnya di indonesia teman2nya yg gak akselerasi aja yg lemah dan kita yg cerdas ini sebenarnya biasa aja memang harusnya begitu terus tertampar ditingkat berikutnya dimana hal cerdas itu biasa aja malah banyak melebihi diluar ekspektasi itulah yg menimbulkan stress, jalan keluar ya betul yaitu belajar lagi temukan metode yg cocok dengan kondisi kita supaya bounce back ke arah grow up yg lebih cepat..
The main reason you want to know why you're in trouble is because you didn't allow yourself to become nothing. Kamu benar-benar anak ITB sejati. Salam Ganesha! 130990XX
Mas..ank sy kuliah di itb..udah th ke 2...blajarnya gk bisa fokus...tpi TPB llus smua gk ada yg ngulang...kdg klo blajar itu smbil mikir ato ngerjain yg laen...kalo dibilangin suka ngeyel..dia bilang dia paham . Gmna tuh mas
Banyakin main game block puzzle & sering berenang, & makan jgn berlebihan; karena bisa melumpuhkan/ melemahkan otak Buat pelajaran, sebagai hobi; bukan sebagai beban Selalu melatih pernapasan; karena disitu, letak sirkulasi darah ke otak
Pantes dlu ttga ibu guru atau apa gt lupa blg kl pny ank masukin sd nya sesuai umur aj jgn kemudaan nnti males tp skrg gw ngrsain sih bkn males tp lbh ke mental blm kuat aj
Bang, kalau ikut aksel, apakah nggak didampingi psikolog atau minimal guru BK waktu itu? Apakah problematika diusia remaja sama dengan teman sebaya atau lebih berat? Secara, circle-nya sama anak lebih besar
@@ultiumlabs4899 Imba dari kata imbalance yg sering kalo di game diartikan sebagai overpower. Kalo di itb imba mengacu pada mereka yg *pinternya ga ngotak* dan bikin insecure
kak, ini cuma pendapat aja yaa, menurutku, kakak kurang cocok pake kacamata berbentuk itu. rasanya kayak kurang pas aja di muka. agak terganggu nontonnya
W liat anak banyak prestasi masib kecil justru kasian. Ni anak bukanny maen malah urus org dewasa. Klo dy punya rival si ok ok ae lah kgk ad cuma jadi bahas cibir ortu ae..
Salah satu down side dari akselerasi adalah anak tercabut dari lingkugan social yg tidak sesuai dengan usianya dan perkembangan social emotional nya. Pencapaian siswa seharusnya holistic for both academic competency(grades) dan social emotional learning di mana salah satu element penting adalah identify emotions & how to regulate them. Many of educators are inclined towards academic competency only. Btw salut buat pencapaian, usahanya.
Setuju bgt...
Sepakat...untung cuma mencicipi aksel pas SMA aja. Lumayan bisa hemat bayar SPP cukup 2 tahun aja jd bisa ngeringanin orang tua buat biaya masuk univ.
padahal kalo emang pinter, masa sekolah itu waktu yang bagus buat ngumpulin prestasi, ikut lomba ini itu. belom juga pengalaman lainnya.
@@chairmanrosethewisegentleman bener banget, ngehemat spp wkwkwk
Sebagai org tua, ini mmg jd dilema. Pengalaman anak sy yg cerdas, nggk pernah belajar dr smp s/d sma tapi nilainya selalu tinggi. Sy khawatir ada gangguan emosi dan interaksi sosial shg tdk sy izinkan utk ikut jalur aksel. Tapi akibatnya ada semacam 'kebosanan' sehingga selalu 'berulah'. Kuliah di UI jurusan Arsitek, dg IPK 3,5 selam 4 semester kemudian bosan dan pindah ke UGM fak psikologi, lulus dg IP 3,6 lanjut ambil master dpt IP 3,7 (tertinggi di angkatannya)
Ternyata maslahnya adlh kecerdasan emosional spt yg anda sampaikan.
Saya juga mulai nulis jurnal sejak 4 tahun lalu, kalo pas tengah malam lagi overthinking. Sekarang, selain nulis saya juga dibantu dengan meditasi setiap hari. Saat meditasi, perasaan cemas saya benar-benar terurai. Yg saya dapatkan dari meditasi adalah rasa cemas itu jangan dilawan tapi biarkan dia bertamu dan dengarkan ceritanya sejenak. Setelah itu biarkan dia pergi dengan sendirinya, dan nanti suatu saat pasti bakal datang lagi.
wah, ini advice bagus banget nih kayaknya, makasih ya bro udah berbagii
👍😇
Bagus curhatnya,saya termotivasi
Cara meditasi nya gimana bg?
@@gakpunyanama429 meditasi intinya perhatiin napas aja, tinggal duduk atau tiduran juga boleh, kalo mau bantuan video RUclips juga banyak contohnya video2 di channel mas Adjie ruclips.net/video/z8-EQLUu9YQ/видео.html
1:54 relate banget. Aku dulu pas sekolah anak akselerasi, ikut psikotest lalala IQ aku katanya masuk kategori cerdas istimewa. Sampai2 di kertas hasil tesku ada tulisan “nilai yang diharapkan di sekolah: >90”. Itu adalah titik awal di mana aku takut sama ekspektasi orang2, selalu diomelin krn ranking rendah. Aku sadar aku bisa lbh serius di sekolah, tapi aku ngerasa pengen hidup normal aja, pengen main kayak anak2 kelas reguler. Aku jd suka nangis tiap hari, diburu2 dan dituntut masuk PTN. Kadang kalau punya pencapaian, aku sampe bilang ke mamaku, gak usah cerita ke siapa2, tetangga atau saudara. Aku capek bgt sama ekspektasi org padahal aku gak sehebat itu.
Aku keluar dari masa stress itu pas aku masuk kuliah sih, ikut UKM marching band. Dulu kebiasa pake headset dengerin lagu kenceng2 supaya gak denger ocehan orang tua, ada trauma krn sering dibentak juga, jd merasa lbh nyaman kalo denger musik. Aku rasa aku berubah jd lebih dewasa semenjak kuliah.
Sama kak, sy merupakan ex aksel waktu SMP yg dituntut dgn ekspektasi tinggi hanya karna sy mendapatkan IQ tertinggi se-angkatan waktu itu. Awal msuk aja sdh membuat stres, ketika teman" yg lain masih bermain, kami anak aksel sudah belajar dgn waktu belajar 11 jam (6 pagi sampai 5 sore), dimana kami dicekoki dgn mtk, ipa, dan bing setiap harinya. Dengan porsi mapel lain hanya 1 jam. Sy yg notabene olahragawan waktu SD merasa tertekan bgt dgn budaya bljr seperti itu. Akhirnya karna gk kuat lagi, pada bulan ke-3 sy memutuskan utk keluar dr kelas aksel dan masuk ke kelas reguler. Dimana, pihak sekolah waktu itu agk keberatan karena sy merupakan peraih IQ tertinggi. Pihak sklh berusaha meyakinkan sy, namun sy sudah dgn keputusan sy, akhirnya mereka menyerah dan mengizinkan sy utk pindah kelas. Saat SMA pun sy dpt aksel jg, namun sy menolaknya karena alasan stres tadi. Walaupun kesempatan masuk PTN lebih besar kalo di aksel. Namun, justru itu adalah keputusan yg tepat, dikarenakan sy lebih bisa mengekspresikan diri dgn menjadi pengurus osis, pramuka dan ketua karang taruna di komplek sy. Yg lebih membahagiakan lg tanpa aksel pun alhamdulillah sy bisa masuk PTN impian sy 💫. Sebenarnya masuk kelas aksel itu gk buruk" amat, malah kita lebih ke majikan yg dilayani sekolah scr full yg gk didapatkan siswa reguler, dimana kita diberi kulkas, AC, TV, dan dibuatkan buku tabungan. Bahkan ktika kami berbuat salah, kmi hanya ditegur sedangkan kelas reguler kalo berbuat salah auto di hajar atau dikeluarkan😅.
Dari dulu sudah bukan rahasia umum lagi kalau lulusan Kelas Akselerasi kerap bermasalah pada saat masuk dunia kuliah. IQ tidak menjamin Critical Thinking yang matang, apalagi dengan dunia perkuliahan yang tidak hanya belajar tetapi juga berdiskusi. Sedangkan hal ini sedikit bertolak belakang dengan apa yang diberikan di SMA.
relate bgt pas liat video ini sama yg sy alami ke anak2. Alhamdulillah kami dikaruniai Allah anak2 yg cerdas, bbrp kali ditawari untuk loncat kelas karena sdh dianggap mampu melewati kelas2 yg ada. waktu mereka masih kecil, sy yg menolak. waktu mereka sdh mulai teens, sy tanya pendapat mereka soal tawaran loncat kelas dsb, mereka yg nolak, alasannya: biarkan aku menikmati masa remajaku yg gak akan terulang lagi, let me grow normally. 😁 okay... sebenernya alasan ini jg yg dulu sy pakai waktu anak2 ditawari loncat kelas waktu kecil, sy takut mereka kehilangan masa anak2nya, yg harusnya masih bermain, harus memikirkan olimpiade2 sains & matematika meskipun mereka mampu. tp sy tdk tega merebut masa kecil mereka. Alhamdulillah meskipun berjalan sesuai track yg ada, naik kelas secara normal, mereka tetap bisa berprestasi & tetap menikmati masa2 tumbuhnya dari anak2 dan sekarang jd remaja yang bahagia & selalu update dgn kehidupan sosialnya.
kegalauan2 yg disebutkan td bukan mengada2, tp memang begitulah cara berpikir orang2 yg diberkahi otak cerdas luar biasa. mereka memikirkan apa2 yg tdk dipikirkan orang2 biasa. 😁 yg penting tetap bahagia, menjadi manusia yg utuh, bermanfaat buat orang banyak. kalian memang orang2 terpilih.
Terima kasih banyak, Bro sudah berbagi. Sedikit banyak cukup berkaitan dengan saya. Akselerasi saat SMA, masuk SD usia 5 tahun, hingga mulai kuliah S-1 di usia 16 tahun. Alhamdulillaah-nya sewaktu angkatan saya SMA, kami ber-19 termasuk yang cukup bergaul, tidak terlalu ambisius dibandingkan angkatan-angkatan sebelumnya. Saat kuliah di UMY, alhamdulillaah fase transisi tidak terlalu terasa perjuangannya. Hanya saja ada beberapa momen kegagalan yang sangat terasa berat, karena di banyak kesempatan sebelumnya, termasuk saat SMA, cenderung mulus. Di saat SMA sempat diperkenalkan dengan blogging, tidak rutin untuk mencurahkan perasaan dan merekam jejak cerita perjalanan. Barulah saat S-2 di negeri orang seringkali terpikirkan apa terlalu cepat masa di SMA hanya dua tahun, banyak momen emosi yang penuh perjuangan mengelolanya, terlebih selepas satu semester studi S-2, Papa, ayahanda tercinta berpulang. Alhamdulillaah seiring dengan pengalaman dan tahun berjalan, yang bisa menempa.
Cerita yang Bro sampaikan, kembali mengingatkan diri saya untuk merutinkan kembali menulis, untuk mencurahkan perasaan.
gpp kok bang, walau cuma 2thn, setidaknya itu adalah 2thn yg memiliki banyakan kenangan, tidak seperti aku bg, karena aku termasuk angkatan covid, jadi kls 1,2 kurang memori di sekolah, bahkan baru mengenal setengah kelas ku yang lainnya saat kls 3(karena pas kls 1,2 sistemnya 1 kls dibagi 2), tapi alhamdulillah sekarang sudah banyak bergaul dengan teman² di sekolah, (kata kaka ku si bg, walaupun momen itu cuma sebentar, jadikan momen itu momen² berharga yang akan selalu diingat, karena pas besar nanti kadang bakal kangen sama momen² itu)
Alhamdulilah....untuk adik-adik yang masih bisa hidup normal sampai sekarang, walau ndak tamat sekolah di ITB (atau PT favorit lainnya). Temanku seangkatan dulu di ITB ada yang sampai Gila karena frustasi, tidak siap dengan perubahan dengan umur yang masih terlalu muda di banding teman lain yang seangkatan. Ada juga teman, 3 kali lulus masuk ITB dengan Fakultas yang berbeda FMIPA, FTI, FTSP tapi akhirnya kuliah di swasta jurusan Ekonomi dan jadi Dosen. Jadi jalani lah hidup hidup itu dengan Bahagia ( selalu bersyukur).
saya banget ini mah bang wkwkwk. masuk Fasilkom UI umur 16 tahun, tapi IP semester 1 saya 1,93 dan gak lulus 3 dari 5 matkul yang diambil. bahkan udah dikirim surat terancam DO ke ortu. culture shock banget waktu itu, karena dari SMA terbiasa leha-leha, belajar kebut semalem, dan notabene terbiasa dgn kultur santai karena asal dari SMA biasa, bukan SMA top yg udah biasa ngambis kyk anak2 lainnya. belom lagi secara psikologis belom siap kuliah, dan sebenernya udah diwanti2 sama keluarga besar. 2 semester gak kuat, akhirnya UTBK dan SIMAK lagi (waktu itu pahamify bantu banget btw), masuk FEB. yah walaupun IP nggak tinggi (3.5+), tapi alhamdulillah survive dan tiap semester stabil diatas 3. makasih banyak bang sharing pengalaman dan insightnya.
lah kok lu bisa dah lulus sma umur 16 bro? gw juga setahun yg lalu lulus umur 16 sma nya, tapi itu juga karena gw aksel pas smp
@@abimanyusakh3805 aksel itu apaan bang?
@@NeoMorphIN3 di percepat doang waktu nya, ibarat jangka normal smp/ sma 3 tahun, ini cuma 2 tahun. Gito doang. kurikulum , dll nya mah sama semua
@@NeoMorphIN3 akselerasi
@@abimanyusakh3805 mungkin masuk sd nya lebih cepet. Temen² saya jg banyak yg 2 tahun lebih muda yg artinya masuk kuliah jg di umur 16 tahun, alasannya ya krn masuk sd nya lebih cepat
Datang ke sini karena judulnya… Saya juga masuk ITB usia 15 tahun. Hal yang sama terjadi pada saya. Saya mengalami kegagalan pertama di tahun ke-tiga. Mungkin bagi orang lain itu kegagalan sepele tetapi itu membuat saya sangat down. Saya tidak bisa berfungsi dengan normal selama dua tahun setelahnya. Dua tahun. Saya kembali meneruskan studi di tahun ke-enam. Ironi, saya masuk ITB 2 tahun lebih cepat dan lulus 2 tahun lebih lambat dari semestinya. Saya tidak bilang kalau “akselerasi” atau “program 4 semester” atau apalah itu buruk. Banyak juga teman2 aksel saya yang tidak mengalami kegagalan. I know it’s something subjective. Bagaimanapun juga, seharusnya program akselerasi di sekolah disertai juga dengan edukasi EI karena saya tahu bukan saya seorang yang mengalami masalah setelah lulus dari sekolah.
lebih baik mba dibanding yg mental keluar itb krn gk kuat kuliah.....
bener layla.. baiknya ada "edukasi"..
bener bgt, program akselerasi di sekolah itu kurang di dukung dengan bimbingan konseling yang cukup untuk siswanya. Teman saya akselerasi untungnya cuma 1 tahun tapi saya rasa juga pikirannya masih agak ke kanak-kanakan
@@dahaproject3498 semua ada pertimbangannya mas. Kita gak tau bener2 alasan orang kenapa mereka memutuskan untuk berhenti kuliah.
anjir kok bisa kuliah umur 15 ya? tk nya lebih awal atau gumana ya?gw 18 baru masuk
setiap individu punya kecepatan berbeda untuk berkembang. yang cepat belum tentu akan terus cepat dan yang lambat bukan berarti seterusnya lambat. nikmati saja proses nya tanpa compare diri kita ke orang lain
Saya ditolak tahun ini 2 kali oleh ITB dan saya sendiri saat ditolak itu kecewa minta ampun padahal saya sudah belajar mati-matian. Saya sendiri memang tergolong lebih muda dari teman-teman seangkatan dan setelah 1 bulan saya sendiri sadar bahwa saya sendiri belum 100 persen siap, mungkin dari segi akademik sudah cukup,namun seperti yang dijelaskan di video ini saya masih sangat lemah di bagian emotional intelligence, social intelligence, dan mental and Physical health maintenance dan time management. Saya yang awalnya kecewa akhirnya bersyukur saya gagal tahun ini, melalui kegagalan ini saya sadar bahwa saya masih ignorant dengan hal-hal selain akademik, dan mungkin melalui kegagalan yang sementara ini, saya diselamatkan dari kerusakan mental dan fisik bagi diri saya bukan hanya saat kuliah nanti tapi sepanjang kehidupan saya. Dan satu lagi hal yang paling berharga yang saya pelajarin di 4 bulan terakhir adalah bahwa hidup ini bukan kompetisi melawan orang lain, tapi kompetisi melawan diri sendiri/otak lo sendiri dan keinginan-keinginanya yang menghalangi/merusak.
Tetap semangat broooo!
wah thanks banget ini bener bener jadi reminder buat saya juga
Pinter
Life is a game 😁
Klo ditolak brrti g lolos tesnya
Saya juga punya teman yang IPKnya ya rata-rata dan lulus S3 usia 27, tapi memang ada kok orang yang "serajin" itu, nilai pas-pasan untuk mata kuliah berat, tapi ya self-motivationnya well maintain banget. Kalau mau ujian jarang lembur, tapi kalau skripsi, tesis, disertasi ya tiap hari ada progress.
Share pengalaman pribadi + belajar dr berbagai literasi + diskusi dg banyk org, seorg yg cerdas secr IQ ttp hrs berproses sesuai pola hidup se-usianya agar tdk mengalami gap & tekanan diluar kemampuan emosinya. Kebanykn ortu & lingk beranggapan seseorg dg IQ tinggi pasti hebat, tp lupa bhw idealnya hidup adalah bahagia dan itu hanya bs dilalui dg mempunyai IQ, EQ, SQ yg seimbang. Adapun jk terjd pemaksaan (disengaja ataupun tdk) dlm arti melompati proses yg tdk sesuai dg usianya yg timbul adalah stress. Cont simple, knp SIM hanya boleh di apply unt usia 17 th keatas ? sebab usia dibwh itu sgt rawan emosi disaat mengemudi. Atau anak2 yg terpaksa hidup dijalanan, dll.
Semua itu ada waktunya masing-masing dalam berkompetisi
Setujuuu
Gpp dek. Toh sepinter2nya org sama aja bodong klo:
1. Branggapan sesuatu itu bisa lahir dr ketidakadaan
2. Randomness bisa melahirkan hukum, konsistensi, fitur, fungsi dan desain
3. Beranggapan klo moralitas itu sebenernya tdk ada atau subjektif
4. Beranggapan bahwa science bs menjawab segala/semua hal
5. Ga nghormatin ortu
6. Ga percaya Tuhan
7. Percaya sm sesuatu tanpa alasan (reasoning) yg jelas dan masuk akal
Usia oma 73 th..apa yg disamp Cunda sgt menarik dan sgt bermanfaat..sukses sll.
Belakangan ini udah beberapa tahun, emang sering merasa kayak perlu tahu lebih dalam dan mempelajari kecerdasan emosi untuk diri sendiri
Makasih untuk postingan ini, jadi tambah sadar bahwa hal tersebut emang penting
Broo salut , seharusnya begitu belajar dan belajar ,terus dan terus , jgn sok kayak kadrun , bodoh ,tolol dan goblok ,main ngomong ngawur ,ttg surga ,neraka ,kafir dan murtad , GK mo belajar
Sama bang saya juga suka nulis, beda nya saya nulis di hape, jadi bisa nulis dimana aja dan lebih privasi. Nulis penting menurut saya karena untuk meningkatkan focus kita. "Internal" distraksi seperti kapan harus beli ini itu, ketemu orang, mau belajar apa dll, kalo ga ditulisin akan mengganggu focus apa yg di hadapan kita
Hal tsb bisa dikarenakan sekolah yang terlalu cepat, apalagi buat seorang cowok.Anak yang terlalu muda dan cepat,sisi negatifnya adalah anak menjadi kurang dewasa, mudah putus asa dll.Sebaiknya sekolah itu sesuai umurnya saja.Dan diberikan calistung 5 th keatas.
Setuju.
Memetakan Emosi ...
Salam Salaman!!
Wkkkk
Keren.
Terima Kasih banyak bang atas pencerahannya. Saya sebagai mahasiswa yang sedang menjalani tpb memang sedang merasa resah semoga video ini bisa membantu saya memperbaiki diri di masa tpb. Thanks Hujan Tanda Tanya🙏
Iya bener, bikin sakit kepala sampai saat i i belum bisa mengenali diri sendiri, kadang" Down entah itu kanapa, mikir, kenapa sih dipikirin itu nga penting! Tapi masih aja dipikirin dan jadi overthinking langsung jatuh sakit 😞
IP memang penting, tapi yang paling penting setelah lulus ya kemampuan diri sendiri. Mas beruntung baru punya pemikiran di semester awal-awal, saya baru kepikiran semester menjelang akhir.
sama kak :) namun setidaknya masih diberi kesempatan deteksi ini walau yaa rada telat.
@@lu.luk_a.Z1712 maksudnya bagaimana cara kita mengaplikasikan kemampuan kita hasil dari kita kuliah selama 4 tahun?
@@rotteyzn6800 'cara kita mengaplikasikan kemampuan kita hasil dari kita kuliah selama 4 tahun?' menurutku mulai dari bisa berpikir kritis, terus mengasah EQ dan kemampuan diri, makin banyak membaca namun juga bisa mengurai memilah ngga cuma sekedar baca, dan terakhir bisa mengaitkan inti perkuliahan walau sedikit dengan isu yg related, setelah itu coba cari lainnya sendiri :) semester 4 masih bisa melakukan banyak hal, it's a bless i think, bisa gali'' more at google for more questions.
Saya masuk S1 Fisika usia 15 tahun, selesai 19 tahun. Ngajar 1 tahun lalu lanjut S2. Jadi dosen PNS 23 tahun. Alhamdulillah... Nggak ada yang salah, selama kita menikmati semua berjalan lancar si
Ngajar dimana
Klo di Amerika ini sih hal biasa aja..
Krn sistem pendidikan yg mendukung
Diterima di S1 Fisika kampus mana? Lanjutin S2 dimana? Jadi dosen PNS di kampus mana?
@@wrightars7394 Universitas Negeri Malang 🙏
@@faridsolana Saya asli Jambi yg ga boleh kuliah jauh dr ortu waktu itu, jadi S1 di Univ. Jambi, S2 di Universitas Negeri Malang, dan rejeki mengejarnya di Universitas Negeri Malang juga mas
bahas mengenai pentingnya CT Critical Thinking untuk meminimkan bias, bahas cara memetakan masalah kita mungkin kak, sama cara memilih karir mungkin :D Thank you kak for this episode session, rasanya saya punya teman yang sama-sama memiliki masalah yang berkaitan.
Saya punya pengalaman yg mirip kaya bang fikri. Sewaktu SMA saya sempat konsul ke guru BK buat minta rekomendasi prodi yg diambil. Nilai tes potensi akademik saya tinggi, tapi rapot ancur. Di situ guru BK bukannya cari akar permasalahan atau nanyain malah langsung nyimpulin kalo saya lagi hoki makanya bisa dpt skor tes potensi akademik tinggi. Jujur omongan guru tsb sempet buat saya overthinking lumayan lama, di saat itu juga sempet mikir kalo ya memang nyatanya saya bodoh kok. Tambah merasa bodoh lagi karena di tahun itu saya harus gap year karena gk lolos berbagai macam ujian masuk perguruan tinggi.
Akhirnya saya coba lagi di tahun berikutnya, alhamdullilah lolos di teknik, jurusan yg paling tdk disarankan oleh guru BK saya. Dan sejauh ini saya enjoy ngejalanin perkuliahan
ti kah? dimana kak
@@rizkyhandoyo1103 bukan bang, saya di teknik geologi
Saya dlu juga masuk Andalas di umur 15 tahun, tepat tahun 2007 juga, karena akselerasi. 3 tahun pertama kuliah itu 3 tahun terberat dengan IPK hancur2an, dimana teman2 seangkatan lain malah sangat tinggi di tahun2 awal tersebut. Alhasil saya lulus dalam 9 semester ( bahkan hampir masuk semester 10 karena berkali2 gagal ujian kompre) dengan IPK pas2an. Sejak saat itu, saya berpikiran bahwa mungkin ada baiknya jika fase sekolah saya saat itu saya biarkan tetap 3 tahun, mungkin saat masuk fase kuliah saya lebih matang.
Mantap
Alhamdulillah ada deep talk lagi. Thanks for sharing ka Fikri
Saya senang dengan materi ini, saya juga maseh berusaha mengurangi depresi saya, semoga sehat selalu bro,
Dulu juga gagal 2x msk itb, akhirnya milih kuliah dan magang di Perancis. Skrg posisi kerja jauh di atas teman2 yg lulusan dari itb.
Gmn kak caranya ?
Cara milih kuliah keperancis jalur beasiswa apa gmn ?
Ini bagus sih, anak pertama saya lumayan lah kira2 otaknya, mulai tk banyak temen2 yg menyayangkan anak saya dimasukkan ke TK biasa, dan sesuai umur, krn memang kemampuannya diatas umurnya. SD pun banyak menyarankan masuk kesekolah yg mempunyai kelas khusus. Saat berdialog dng psikiater diminta jg dimasukkan kesekolah yg satu kelasnya mempunyai kemampuan kurang lebih sama dengan anak saya. Krn kemampuan dia akan semakin terasah lgi jika sekelasnya mempunyai kemampuan yg sama. Tpi semenjak tk saya berusaha agar dia masih menikmati masa anak2nya, dan berusaha dia tidak lompat kelas, krn yg skrng saya tau namanya intelejensi emosi dia takut malah terhambat. Sangat kasian kalau dia lompat2 kelas dan menemukan teman2nya yg sudah lbih matang dlm cara berpikir dan lainnya, dan menurut saya kepintaran dia akan ttp bisa terasah dengan cara yg lain. Walau memang skrng dia mengikuti ritme teman2nya disekolah, semua gurunya jg bilang klo anak saya ini tidak menggunakan kemampuannya yg sebenernya. Hanya 50 persen dri kemampuannya kira2. Tpi selama dia bahagia, dan dia terus belajar krn masih sd jg, saya pikir untuk skrng ini sdh cukup. Krn saya ingin dia mendptkan keseimbangan, krn hidup tidak melulu soal akademis, akan ada waktunya dimana saya akan memulai push dia untuk menggunakan kemampuan dia yg sebenarnya. Krn anak saya ini berpikir lbih cepat dibawah tekanan, dan hal ini tidak saya inginkan untuk anak saya yg masih berumur 9 tahun. Buat saya iq dan eq hrs diusahakan berimbang. Walaupun otak hrs diasah, mental dia jg hrs belajar dan bahagia. Just hope cara saya ini tidak salah.
Adekku Maba terumuda di ITB.....aku senang mendengar vedio anda,mdah2an jadi motivasi buat anak milenial sekarang,ibu meminta sama anda supaya mencetak buku karangan anda ini bahasa Indosia aja, supaya yg ngak bisa bahasa Inggris bisa membaca nya terima kasih.....
Kecerdasan emosi dilatih sejak kecil, sbnrnya jika dilakukan beriringan dengan akademis nya tidak akan ada masalah, yg jd mslah itu ketika tidak dilatih dan malah cenderung diabaikan.
Saya waktu SD bacaannya novel Lupus, komik Detektif Conan dan Sailormoon, majalah Kawanku dan Gadis.. Masnya malah Emotional Intelligence-nya Daniel Goleman? Kepingin nangis saya dengarnya 😭
Kayaknya bagian RUclips yang ini tuh another dimension terasing buat saya.
Btw soal Daniel Goleman, yang ada di wishlist saya di lima tahun terakhir ini dan baru saya beli dan selesai baca di tahun ini, terus berakhir di e-book "The Anatomy of Violence", enggak tau lagi deh habis itu buku lingkup EQ lainnya, paling saya craving buku yang habis di Periplus online "With The Heart in Mind".
Soal journaling, setuju banget sama masnya, memang banyak banget manfaatnya walaupun terlihat sepele, dari bisa regulasi emosi, meluruskan pikiran dan perasaan, sama jadi tau masalah apa sebenarnya yang kita hadapi beserta solusinya, dsb.
Makasih kak sudah ngasih tipsnya, saya coba karena saya juga merasa seperti apa yang kakak rasakan semasa kuliah
Menarik mas pengalamannya... Pentingnya menulis utk bisa mengelola emosi... Itu juga pernah sy rasakan
Thank you for sharing ya. Saya sebagai mahasiswa psikologi juga masih banyakkk sekali belajar tentang manajemen emosi, karena dari kurikulum sekolah maupun pembelajaran dgn org tua kadang ini tidak diberikan. Jadi sebagai remaja - dewasa pun perlu mempelajarinya secara mandiri.
Iya nih cukup sulit krn mau ga mau jd ke arah belajar mandiri, mayoritas ortu jg blm matang atau menganggap tidak penting jd mungkin terlewat untuk mengajari itu. Sedangkan di sekolah selain tdk ada kurikulum pasti terkait itu, klo pun ada jg krn ga akan bisa klo di sekolah aja, waktu ga cukup dan hal itu hrs kontinu kan jd klo disekolah di latih tp dirumah sebaliknya ya ancur deh. Atau sebaliknya di rumah di kasih tau tp lingkungan sekolah ga gitu
menulis di buku harian emang manjur buat mengetahui perasaan kita
Terimakasih ka atas ilmunya aku coba praktekkan saat merasa resah pikiran
Kadang sebuah ketakutan dalam diri muncul karena pengalaman kurang baik di masa lalu (tidak perlu generalisir dan menaruh dendam kepada masa lalu) tapi tidak perlu merasa kecil diri, Elon musk aja dulu kurang lancar ketika bicara depan publik. Setiap orang punya timing dan jalan sendiri2
Sukses selalu gan.
Thanks sharenya.
satu-satunya orang yang gagal adalah mereka yang tidak mau bangkit lagi setelah jatuh.
Saya masuk sekolah cepet, aksel 3x, jadinya pas keterima di ITB masih bocah. Jadi anak rantau, ngekos sendiri. Masuk masa pubertas. Pernah punya IP 0, dateng ke kelas cuma pas UTS atau UAS. Akhirnya keluar dari ITB lewat annex, bukan sabuga. Hahaha.
Aksel apaan 3x? SD juga ada aksel ?
Nah, sama. masuk kuliah 16 tahun hasil akselerasi, semester 1 boleh lah IP 3+, eh pas pandemi jeblok karena kuliah online ga ada disiplinnya sama sekali. Karena sd, smp, sma ga belajar main seharian juga tetep rangking angkatan sekolah, jadi ga pernah punya etik belajar
@@sakantiwoi iya, SD 5 tahun
@@iceseic masih kuliah kan berarti? Belom DO atau ngundurin diri dari kampus? Kelarin, bro!
@@ciaci55555 ko bisa gt 😭😭
Dulu waktu aku SD pernah ada yg ngomong, masuk SD tuh diusia 6-7 tahun. Bukan 5 tahun. Takutnya di masa depan otak malah ga kuat!
Terima kasih mas,, saya juga sedang berusaha membiasakan diri
Terima kasih banyak sharing' bermanfaat banget buat hidup saya yang lagi berantakan, next bahas critical thinking kak
Thanks for sharing kak Fikri
kayaknya mindset akselerasi itu merasa kita yg hebat padahal kalo sekolah formal sd,smp,sma itu khususnya di indonesia teman2nya yg gak akselerasi aja yg lemah dan kita yg cerdas ini sebenarnya biasa aja memang harusnya begitu terus tertampar ditingkat berikutnya dimana hal cerdas itu biasa aja malah banyak melebihi diluar ekspektasi itulah yg menimbulkan stress, jalan keluar ya betul yaitu belajar lagi temukan metode yg cocok dengan kondisi kita supaya bounce back ke arah grow up yg lebih cepat..
Mungkin bisa buatin konten tentang emosional kak,karena belajar membutuhkan keadaan emosional yang baik
Dia masuk kuliah gw masuk SMA, umur mah sama. Sukses terus mas
Program apa sih ko bisa gotu ya
Masya Allah..Sangat menginspirasi..
The main reason you want to know why you're in trouble is because you didn't allow yourself to become nothing. Kamu benar-benar anak ITB sejati.
Salam Ganesha!
130990XX
Mas..ank sy kuliah di itb..udah th ke 2...blajarnya gk bisa fokus...tpi TPB llus smua gk ada yg ngulang...kdg klo blajar itu smbil mikir ato ngerjain yg laen...kalo dibilangin suka ngeyel..dia bilang dia paham . Gmna tuh mas
masalahnya bukan usia atau IPK tapi masalah KEMATANGAN alias mature.
Gw lebih penasaran dan prihatin sama nasib anak tetangganya 😢
Di kampus gk cuma akademis yang menentukan. Kalo lu gk pinter bergaul di dunia real bakal kelabakan.
Bener.. kalo ga punya temen se penanggungan pasti kelabakan ))):
Thanks utk sharingnya mas...
On 'ok nice well played
banyakin cerita cerita kaya gini kak 🤗
Banyakin main game block puzzle & sering berenang, & makan jgn berlebihan; karena bisa melumpuhkan/ melemahkan otak
Buat pelajaran, sebagai hobi; bukan sebagai beban
Selalu melatih pernapasan; karena disitu, letak sirkulasi darah ke otak
Mohon info buku2 lainnya 🙏🙏🙏
Semoga ibadahnya tetap lancar ya
Dulu saya kuliah, teknik, dapet C gamau ngulang, wkwk alhasil banyak nilai2 mefet, bc, c
Tapi alhamdulillah skrg karyawan saya banyak 😄
Usaha bang?
thankyou for sharing bang 👍👍
Ga nyangka 2007 ke sekarang udah 15 tahun aja
Pantes dlu ttga ibu guru atau apa gt lupa blg kl pny ank masukin sd nya sesuai umur aj jgn kemudaan nnti males tp skrg gw ngrsain sih bkn males tp lbh ke mental blm kuat aj
Bang, kalau ikut aksel, apakah nggak didampingi psikolog atau minimal guru BK waktu itu?
Apakah problematika diusia remaja sama dengan teman sebaya atau lebih berat? Secara, circle-nya sama anak lebih besar
Entar lulus usia dini 19 sudah sarjana saat jadi pejabat dikira ijasahnya palsu.hahaha bersyukurlah jadi orang cerdas.
Ada tips survive di STEI kah bang? Mungkin cara biar bisa cepet deket sama kaum super imba kayak temen abang 😅
Caranya ayo gabung unit robotika hehe
apa itu super imba?
@@ultiumlabs4899 adalah kaum paling banyak di stei (bukan termasuk saya 😔)
@@syfx1485 maksudnya ambisius ya? Baru denger istilahnya.
@@ultiumlabs4899 Imba dari kata imbalance yg sering kalo di game diartikan sebagai overpower. Kalo di itb imba mengacu pada mereka yg *pinternya ga ngotak* dan bikin insecure
Salfok sama Mic nya Gede bangeeeeet
Mantap
sirine ambulans oh bandung
Makasih bang..
Nulisnya itu kayak gimana kak? Kalau sekadar menuliskan apa yang menjadi keresahan sih dari bertahun-tahun lalu juga nulis begitu aku. :(
Psikolog Unpad kan yak yg di ITB, kalo gak salah
Backsoundnya wiu wiu
Buku emotional equationnya karya siapa Kak?
Chip Conley
Pertanyaan "Apa yang salah dengan kamu?" pun juga salah..
Sekarang usia berapa Kak...
kak, ini cuma pendapat aja yaa, menurutku, kakak kurang cocok pake kacamata berbentuk itu. rasanya kayak kurang pas aja di muka. agak terganggu nontonnya
How to deal with silent treatment person? I want to help my bestfriend :(
Well shit man, seems you're doding fine.
Sekarang kuliah bukanlah jenjang gampang dan gak gampang juga lulus kuliah langsung kerja, intinya semua tergantung dari diri sendiri skill
Menyaksikan dulu
Institut Teknologi Buadidawwww
goks S3 nya
Bro, itu mic lu gede banget :D
Ini bukan yg harus di dengerin satu kali
Saya merasa kecerdasan emosi dan empati saya rendah
Sekolah akselerasi gmn sih maksudnya
Yang ditulis kira² apa aja ya kak, mau nulis tapi bingung
Depptalkmalam tpi posting nya pagi😁
Abangnya kelalawar 🤝
W liat anak banyak prestasi masib kecil justru kasian. Ni anak bukanny maen malah urus org dewasa. Klo dy punya rival si ok ok ae lah kgk ad cuma jadi bahas cibir ortu ae..
miknya gede banget bang
Too many ads
JURUSAN ANDA APA?.
1st
Gercep
👍