TOKOH EMANSIPASI WANITA DARI MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG Dalam catatan sejarah nasional Indonesia tokoh emansipasi yang populer diantaranya ada dua yaitu RA Kartini lahir di Jepara Jawa tengah, 21 April 1879 dan Ibu Raden Dewi Sartika lahir di Cicalengka kabupaten Bandung Jawa barat, 4 Desember 1884. Tapi menurut Aan Merdeka Permana seorang penulis sekaligus jurnalis khususnya media berbahasa Sunda, lahir 16 Nopember 1950 di Bandung mengungkapkan bahwa ada tokoh emansipasi yang lebih awal dari RA Kartini dan Ibu Raden Dewi Sartika yaitu Ratu Nimbang Waringin. Dalam bukunya yang diberi judul “ Ratu Nimbang Waringin, Pajoang emansipasi abad 16 ti Majalaya” yang kalau diterjemahkan “Ratu Nimbang Waringin, Pejuang emansipasi abad 16 dari Majalaya”, buku ini ditulis dalam bahasa daerah yaitu Sunda cetakan pertama tahun 2017 dan diterbitkan oleh PUTRA PAJAJARAN MANDIRI, ditulis dengan gaya naratif deskriptif, runut, masa waktu lengkap dengan nama-nama figur serta moment kejadian yang menjadi triger cerita. Aan Merdeka Permana melukiskan didalam bukunya, disuatu wilayah Majalaya lebih tepatnya di Rajadesa kampung Kadatuan kecamatan Paseh kabupaten Bandung telah berdiri sebuah kerajaan bernama Saunggalah yang didirikan pada tahun 1375 Masehi, memang sampai sekarang masih terdapat sungai di wilayah itu dengan nama sungai Cisunggalah yang kemungkinan diambil dari nama kerajaan di wilayah itu yaitu Saunggalah. Alkisah diceritakan dalam buku ini bahwa kerajaan Saunggalah didirikan oleh Prabu Srihama Warhia Baraja sekaligus menjadi raja pertama di kerajaan tersebut, sebenarnya Ia tokoh yang berasal dari Galuh Ciamis tepatnya dari Prande Kraton (pusat kota Ciamis sekarang), ada enam Raja pasca Prabu Srihama Warhia Baraja yang pernah memerintah, yaitu : 1. Prabu Pranu Wijaya Manggala 2. Prabu Rampa Salihaju 3. Prabu Sahditna Tarama 4. Prabu Pamulihan 5. Ratu Nimbang Waringin 6. Prabu Senda Mahdi Tatar RATU NIMBANG WARINGIN Dikisahkan Nyi Nimbang Waringin adalah sosok putri jelita dengan banyak keahlian dan terampil dalam banyak hal termasuk dalam politik dan tatanegara, Nyi Nimbang Waringin naik tahta pada tahun 1550 M menjadi pengganti ayahnya Prabu Pamulihan, tidak dijelaskan secara rinci apa latar belakang penobatan Nyi Nimbang Waringin di kerajaan Saunggalah padahal dimungkinkan pada masa itu masalah jender masih sangat sensitif yang mungkin perlu dikompromikan lebih intensif. Dikisahkan pada masa sebelum pemerintahan Ratu Nimbang Waringin kaum wanita hanya diberikan peranan kecil saja seperti Candoli (ngurusi masakan), pejangsora atau juru mamaos (pelantun naskah dengan kawih), juru ibing (penari), juru kaput (penjahit) dengan keterampilan memintal kapas menjadi benang dan lain sebagainya, tapi dimasa kekuasaan Ratu Nimbang Waringin kaum wanita mulai diajarkan keterampilan yang lazimnya di kuasai oleh seorang pria seperti berkuda, baca tulis, bertani, kanuragan, tatanegara bahkan politik. Kemudian Ratu mulai mengangkat pejabat-pejabat dari kalangan perempuan. Apa yang dilakukan oleh sang Ratu berawal dari kehawatirannya, tatkala sang suami dari si perempuan itu tidak berdaya karena sesuatu hal maka sang istri harus menggantikan peran sang suami sehingga keluarganya dapat bertahan, hingga sampai ketataran bernegara sang Ratu berfikir apabila kaum pria tidak dapat melakukan tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban terhadap negara maka kaum permpuan harus tampil sebagaimana halnya kaum pria, sehingga apabila kaum laki-laki dinilai tidak lagi mampu melindungi negara maka kaum perempuan akan tampil sehingga pada akhirnya banyak sekali jabatan yang dipegang oleh kaum perempuan pada masa kekuasaan Ratu Nimbang Waringin di kerajaan Saunggalah. Mungkin ini yang menjadi dasar penulis untuk mengangkat judul “Ratu Nimbang Waringin, pajoang emansipasi abad 16 ti Majalaya”.
TOKOH EMANSIPASI WANITA DARI MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG
Dalam catatan sejarah nasional Indonesia tokoh emansipasi yang populer diantaranya ada dua yaitu RA Kartini lahir di Jepara Jawa tengah, 21 April 1879 dan Ibu Raden Dewi Sartika lahir di Cicalengka kabupaten Bandung Jawa barat, 4 Desember 1884.
Tapi menurut Aan Merdeka Permana seorang penulis sekaligus jurnalis khususnya media berbahasa Sunda, lahir 16 Nopember 1950 di Bandung mengungkapkan bahwa ada tokoh emansipasi yang lebih awal dari RA Kartini dan Ibu Raden Dewi Sartika yaitu Ratu Nimbang Waringin.
Dalam bukunya yang diberi judul “ Ratu Nimbang Waringin, Pajoang emansipasi abad 16 ti Majalaya” yang kalau diterjemahkan “Ratu Nimbang Waringin, Pejuang emansipasi abad 16 dari Majalaya”, buku ini ditulis dalam bahasa daerah yaitu Sunda cetakan pertama tahun 2017 dan diterbitkan oleh PUTRA PAJAJARAN MANDIRI, ditulis dengan gaya naratif deskriptif, runut, masa waktu lengkap dengan nama-nama figur serta moment kejadian yang menjadi triger cerita.
Aan Merdeka Permana melukiskan didalam bukunya, disuatu wilayah Majalaya lebih tepatnya di Rajadesa kampung Kadatuan kecamatan Paseh kabupaten Bandung telah berdiri sebuah kerajaan bernama Saunggalah yang didirikan pada tahun 1375 Masehi, memang sampai sekarang masih terdapat sungai di wilayah itu dengan nama sungai Cisunggalah yang kemungkinan diambil dari nama kerajaan di wilayah itu yaitu Saunggalah.
Alkisah diceritakan dalam buku ini bahwa kerajaan Saunggalah didirikan oleh Prabu Srihama Warhia Baraja sekaligus menjadi raja pertama di kerajaan tersebut, sebenarnya Ia tokoh yang berasal dari Galuh Ciamis tepatnya dari Prande Kraton (pusat kota Ciamis sekarang), ada enam Raja pasca Prabu Srihama Warhia Baraja yang pernah memerintah, yaitu :
1. Prabu Pranu Wijaya Manggala
2. Prabu Rampa Salihaju
3. Prabu Sahditna Tarama
4. Prabu Pamulihan
5. Ratu Nimbang Waringin
6. Prabu Senda Mahdi Tatar
RATU NIMBANG WARINGIN
Dikisahkan Nyi Nimbang Waringin adalah sosok putri jelita dengan banyak keahlian dan terampil dalam banyak hal termasuk dalam politik dan tatanegara, Nyi Nimbang Waringin naik tahta pada tahun 1550 M menjadi pengganti ayahnya Prabu Pamulihan, tidak dijelaskan secara rinci apa latar belakang penobatan Nyi Nimbang Waringin di kerajaan Saunggalah padahal dimungkinkan pada masa itu masalah jender masih sangat sensitif yang mungkin perlu dikompromikan lebih intensif.
Dikisahkan pada masa sebelum pemerintahan Ratu Nimbang Waringin kaum wanita hanya diberikan peranan kecil saja seperti Candoli (ngurusi masakan), pejangsora atau juru mamaos (pelantun naskah dengan kawih), juru ibing (penari), juru kaput (penjahit) dengan keterampilan memintal kapas menjadi benang dan lain sebagainya, tapi dimasa kekuasaan Ratu Nimbang Waringin kaum wanita mulai diajarkan keterampilan yang lazimnya di kuasai oleh seorang pria seperti berkuda, baca tulis, bertani, kanuragan, tatanegara bahkan politik. Kemudian Ratu mulai mengangkat pejabat-pejabat dari kalangan perempuan.
Apa yang dilakukan oleh sang Ratu berawal dari kehawatirannya, tatkala sang suami dari si perempuan itu tidak berdaya karena sesuatu hal maka sang istri harus menggantikan peran sang suami sehingga keluarganya dapat bertahan, hingga sampai ketataran bernegara sang Ratu berfikir apabila kaum pria tidak dapat melakukan tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban terhadap negara maka kaum permpuan harus tampil sebagaimana halnya kaum pria, sehingga apabila kaum laki-laki dinilai tidak lagi mampu melindungi negara maka kaum perempuan akan tampil sehingga pada akhirnya banyak sekali jabatan yang dipegang oleh kaum perempuan pada masa kekuasaan Ratu Nimbang Waringin di kerajaan Saunggalah.
Mungkin ini yang menjadi dasar penulis untuk mengangkat judul “Ratu Nimbang Waringin, pajoang emansipasi abad 16 ti Majalaya”.
Mantapp
Mantap...
Saya asli lahir dan besar di kaki gunung selasih,baru tau dongengnya.. trima kasih..
Ia ka sama2 😁
Salam wanoh....ti pribados urang Majalaya
Hatur nuhun kang @Iyan Azis
Saya baru tau,klo gunung salasih ada dongeng nya kebetulan itu daerah saya deket sama gungung salasih gunung mandalawangi
Ia dongeng dari masyarakat dan beberapa sumber ka 😁
Izin bertanya, ini kejadiannya di majalaya Bandung bukan?
Ia legenda nya😁
Suka banget sama dongeng 😅
Minta saran dari video nya temen2🙏
Wilayah mana saja yang disebutkan dalam perjalanan raja Purwakarta sehingga menjadi nama-nama wilayah kabupaten bandung?
Sampurasun urang sunda kumaha daramang?:v
Sampurasun😁
Rampes 😁
odan saiman
lahir di kaki salasih sampurasun rampes baraya baraya majalaya dararamang