Budaya, tradisi, dan kepercayaan itulah yg membuat hindu di bali kuat dan ajeg. Jadi mari bersama" Menjaga bali dengan tradisi dan budaya yg sudah ada.
Justru menurut saya, kerauhan ini tradisi yang sudah ada di nusantara sebelum Hindu Buddha masuk. Kocap, dulu sebelum mengenal Mahabharata & Ramayana, seorang dalang itu ketedunan arwah leluhur dan mementaskan ceritera kehidupan roh yang merasuki badan si dalang. Ini budaya ribuan taun silam! Tabik 🙏
@@watukembar Suksma Jro🙏🏽🙏🏽🙏🏽 meled manah tiang metaken kedik niki Jro, 1) napi sane MELATARBELAKANGI pasemetonan karang buncing sesetan mengunjungi tempat2 (sumur, beji, pura, dsb), lalu ngicenin bawos bahwa sumur/beji/pura tsb dibangun oleh Ida Kebo Taruna??? Apakah sebelumnya Jro mangku yang menjadi sadeg dari Ida Kebo Iwa tsb mendapatkan "pawisik" untuk mengunjungi tempat2 tsb.(NGETUT PEMARGI)??? ataukah ada "alasan2" lainnya ??? 2) Di beberapa tempat yang telah dikunjungi dalam video2 kanal ini, tiang amati, ada beberapa pemangku/prajuru pengemong Pura/tempat tsb tampaknya menyikapi dengan agak "DINGIN" bawos dane Jro Mangku Wayan Sunarya (yang sedang ketapak)???? 3) Ampura niki Jro, tiang wantah sekedar metaken nika tentang MAKSUD n TUJUAN dari PENELUSURAN JEJAK2 Ida Sang Kebo Taruna (melalui jan bangul Ida), santukan wenten sedikit kekhawatiran tiang tentang tanggapan/komentar dari semeton2 liananan sane terkesan "DINGIN" ataupun "SINIS" punika (napimalih wenten lagu2 yang lagi trend tentang trance yang nadanya agak berupa 'sindiran'). SUKSMA Jro. Dumogi ledang ngicenin "penjelasan". Santih3 Om.
Yakin belom ada bukti kebenaran sama dgn belom percaya , yakin besok hujan tapi tdk tetbukti ,, jd tdk petcaya ,, identik dgn.srrtifikat tanah tapi tdk ada tanahnya ,, lebih lngkap klik dapur kami kolom buku kiri atas di www.srikarangbuncing.com
@@watukembar Namanya saja Keyakinan memang tidak ada bukti.. inilah dasar bahwa tidak ada Keyakinan yg paling benar.. semua keyakinan benar berdasarkan yg meyakini.
Mk kita manusia punya sabda bayu idep ada tiga jln u mengetahui pengetahuan ,, Itu berdasar yakin ada asap pasti ada api ?? Blom tentu ,, uap air sungai keluar embun ,, yakin besok hujan tapi pakta nya tidak hujan jd keyakinan itu gugur ,, harus ada bukti kebenaran baru muncul kepercayaan tsb ,,
@@tidaksempurnachanel3525 coba baca pelan topik kerauhan gih ,, kerauhan terjadi bila waktu, tempat, upakara dan pengadegan harus pas ,, ulang baca materi video di bawah 🙏🙏
Ampura titiang klintang nambet, yening tangkil ring ratu gde dalem balingkang, kije tiang patut dumunan, ring pr puncak pnulisan napi rauh ring pura dalem balingkang wau ke pr puncak pnulisan? Titiang damuh saking badung.🙏
Silahkan ngae ngae di ajeng pura pucak penulisan jero ,, yening tan kapilih dados pengadegan lbh baik diem kadi ulasan di atas ,, Ila ila dahat rekayasa dpn gedong pura jagat bali ,, skl lg silahkan dpn gedong dan video kan ,, tyg kasi upah 2 jt byr tunai ,, kpn ??😂😂
Sy tmpt singgah pertama beliau di Bukit Bualu / Jimbaran, krn ada pure Selonding peninggalan SHRI kesari Warmadewa. kmd pindah ke Blanjong Sanur, kmd pindah keutara yaitu Pejeng. kmd merenovasi Pr. Besakih peninggakan Rsi Markandya yg dtng kBali abad ke7 dan dibesakih juga mendirikan merajan Selonding. Shri Kesari Warnadewa Trah Saylendra wangsa yg termasyur mendirikan tempat tempat yg disucikam di Nusantara spt Borobudur utk Budha dan ShiwaSakti spt Prambanan. Wangsa Saylendra selanjutnya bermethamorphose menjadi wangsa Isyana ktk Raja Sanjaya - Mpu sindok dan akhirnya Dharma uttungga warman yg mengambil menantu dari Bali yaitu Sri Erlangga putra dari Raja Udayana Bali trah Warmadewa yg istrinya brnama Mahendradatha yg merupakan saudara Raja Medang yg mrpkn mertua Shri Erlangga..stlh mertuanya wafat pralaya, Shri Erlangga meneruskan kepemerintahan kerajaan medang dan mengganti nama kerajaan bernama Kahuripan yg membagi 2 kerajaan spt Janggala dan Panjalu selanjutnya Erlangga menurunkan anak cucu di Jawa , nama.cucu buyut beliau yg terkenal yaitu Sri Aji JayBaya dari kerajaan Kediri/ Panjalu / Daha yg msh rame disebut sebut sbg ramalan JayaBaya . Dmkn sekedar jnane punya Tyang. Smoga para pembaca smakin gemar mengingat para Leluhur. Trah Warmadhewa yg slanjutnya menonjolkan kata Jaya mungkin diambil dari Nama Ratu Sriwijaya Mahadewi trah Saykendra yg pernah memerinrah pulau Bali yg keturunannya menjadi Raja yg sangat mencurahkan perhatian besar terhadap tmpz tmpt suci peninggalan Leluhurnya atau para Resi yaitu Raja Shri JayaPangus yg punya Istri dari China. dimana petapakan beliau berdua dlm seni divisualisasi sbg barong landung. kika pemerintahan Rj.JayaPangus Hariraya Galungan dirayakan sbg peringatan kemenangan Dharma pemuja Tuham terhadap kalahnya Asura Mayadhanawa .Dmkian.
hati hati pk Sugiarti Schwarz ,, harus jelas sumber sejarahnya ,, Di Bali terdapat 6 (enam) data skunder yang menjadi acuan dalam penulisan sejarah pura atau tempat yaitu PRASASTI, PURANA, PIAGEM, PRAKEMPA, BABAD dan KAJIAN AKADEMIK, masing-masing mempunyai nilai tersendiri.
1/ Prasasti adalah aturan resmi pemerintahan yang dikeluarkan oleh raja pada zamannya sendiri dan tertulis hari, tanggal, bulan, tahun, nama raja, strukturisasi pemerintahanya seperti nama pendeta, nama senapati, samgat, caksu para nayaka lainnya, nama tetua desa, isi prasasti tentang pajak, perluasan desa, batas-batas desa, perabasan hutan menjadi tempat tinggal atau menjadi tempat suci. Teks prasasti jarang menjelaskan tentang asal usul keturunan para raja itu. Supata atau kutukan jika ada wrg yg melanggar Prasasti umumnya ditulis di atas tembaga, batu, perunggu, tahan ribuan tahun sangat disucikan dan distanakan di pura. 2/ Purana, isinya menceritakan silsilah para raja serta kisah peristiwa yg dilakukan keturunannya dan dikaitkan dengan mitos para dewa yang berstana di gunung sekitarnya. Umumnya dalam purana kelihatan nama keluarga dan nama abhiseka setelah menjadi raja yang diberikan oleh kerajaan. Begitu pun nama raja akan ditinggal setelah hidup suci. Setelah dewata pun berbeda nama. Purana ditulis di atas daun lontar menjadi pedoman untuk pangemong dan pangempon pura itu. Dalam purana tercatat nama leluhur warga yang merintis keberadaan sejarah pura. Nama palinggih dan nama stana dewata, upakara nya dll. Purana pun disimpan di pura. 3/ Piagem adalah pegangan dari kelompok warga (klen) yang isinya menceritakan silsilah dan kisah perjalanan leluhur mereka terdahulu dan berkaitan dengan keberadaan purana dan prasasti dari pura tertentu. 4/ Prakempa, adalah pegangan dari klompok warga (klen) yang isinya menceritakan sekelumit jejak leluhur mereka yang hanya ada di desa setempat, di atas itu tdk diketahui. 5/ Babad adalah cerita yang didengar, dari mulut ke mulut, bisa bersumber dari nak kerauhan (trance) atau hasil perenungan seseorang lalu ditulis dan dikait-kaitkan dengan nama tertentu, tanpa sumber sejarah yang jelas, tahun berapa ditulis, u apa menulis, era kekuasaan siapa menulis menjadi milik pribadi. Babad ditulis belakangan menceritakan kisah ratusan bahkan ribuan tahun berlalu yang biasanya mengandung arti kiasan dibalik penulisan. 6/ Hasil deskripsi seseorang dalam persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Ironisnya jika para akademisi memakai acuan babad dalam penulisan suatu karya ilmiah lalu dijadikan pedoman oleh umat kebanyakan maka hasilnya bertentangan dengan apa yang tercantum dalam prasasti dan purana. Walaupun mempunyai data awal berupa piagem, prakempa, babad sebagai pedoman kelompok warga tetapi tidak tercantum kisah leluhurnya dalam purana dan prasasti yang ada di pura, maka isi naskah itu diragukan kebenarannya alias mengambang. Begitupun sebaliknya bila prasasti tembaga dan prasasti batu yang dikeluarkan oleh raja pada zamannya, dan menjadi pedoman pura tetapi tidak tertulis namanya dalam purana dan piagem maka teks itu perlu dianalisis keberadaannya. Dan yang terakhir bila mempunyai purana sebagai data awal keberadaan sejarah pura dan mengisahkan nama-nama raja dan turunannya, tetapi tidak muncul namanya dalam prasasti yang dikeluarkan sebagaimana raja-raja yang lain, serta tidak tercantum nama leluhur warga dalam purana, mengakibatkan kebingungan dalam menguraikan tinggalan naskah itu. Dengan demikian data satu dengan data yang lain harus sinkron antara teks prasasti dan purana milik pura tertentu dengan piagem, prakempa, babad milik suatu kelompok warga. Bila tidak terdapat saling keterkaitan dan berdiri sendiri atau saling tumpang tindih isi data satu dengan data lain maka dapat menimbulkan pembelokan sejarah, disamping menjadi acuan munculnya palinggih atau pura baru. Merebat ngajak nyamo, Kadi Sertifikat Tanah tetapi tanah tidak ketemu lalu menklaim Situs/ tanah milik orang lain yg sdh beratus ratus tahun ditempati. KACAU SEJARAH BALI INI JRO juga Seperti Babad Calonarang ditulis th 1540 M menceritakan ttg ratu Mahendradatta istri Udayana raja Bali th 1000 M yg dikiaskan bisa Ngeleyak, bila babad calonarang ini pakta sejarah mestinya seluruh pelawatan Barong dan Rangda yg ada di Bali datang mapinton ke desa Gurah Kediri Jawa
RESI MARKENDYA ?? Rsi Markendya niki ,, acuan niki muncul dalam BABAD yg tdk jelas th brp ditulis untuk apa menulis, era kekuasaan siapa menulis dll ,, Rsi markendya ada 3 data tertulis ,, versi Mahabarata Rsi Markendya putra dari Bagawan Beregu 5000 th lalu ,, Versi Babad Batur ,, raja penulisan setelah perabuan dilinggihkan di kaki gunung agung disebut Maha Rsi Markendya ,, Versi Babad Rsi Markendya dari gunung raung abad 7 datang ke gunung agung mmbawa 800 pengiring dan sebgian besar tewas krn binatang buas dn balik jawa meditasi dpt pawisik u mulang panca datu di besakih ,, baru ajeg jgd bali ,, yg jd tanya abad 7 pertama datang kala itu org bali msh nyembah langsung Alam dmn kaki dipijak dsn ada Hyang , dewa, bhatara,, jd belom muncul konsep pura palinggih bale tajuk gedong meru padmasana dll kadi mangkin ,, Dan th brp balik ke bali u mulang Panca Datu di besakih ,, setelah abad ke 7 tsb?? Ini bahasa politik ,, dikiaskan agama orang bali sulit dipengaruhi oleh para arya majapahit yg dijaga oleh GEBOG DOMAS artinya 800 org pengikut rsi markendya ,, setelah balik yg kedua baru pura besakih berdiri penyatuan agama bali dgn majapahit ,, dmn konsep majapahit muja aguron guron ada candi brahma siwa bima arjuna dll dan bali muja Alam semesta ,, ada pura gunung, ulundanu, pura segara, pura desa, pura tegal suci dll ,, jawa muja Patung dan Bali muja Alam Hanya satu pura Penulisan tdk kena pengaruh konsep majapahit dlm arti tdk ada padmasana, Gdong meru bertumpang, bale menjang sluang, palinggih batara lainnya cukup bataran tmp puluhan arca arca dewa dewi lingga yoni dll ,, tdk dipuput oleh ida pedanda dukuh mpu dlll ,, biarpun korban kebo 12 ekor tetap yg muput Kubayan Kiwa dan Kubayan Tengen ,, Jd msh rancu Rsi markendya niki apakah nama pendeta atau nama perguruan atau nama Bhatara atau ??? Pemuja kawitan hrus nama orang nama leluhur yg pernah hidup zaman dolo punya jasa u dikenang kini ,,misal Arya kepakisan, Arya sentong, kuta waringin , sri karang buncing dalem tarukan dll ,, Pande, Bendesa, Kubayan, Dukuh, Pasek, Jero mangku, jero alas ,, jero bahu dll adalah nama Jabatan yg diemban kala itu ,, bukan nama orang ,, Ahirnya orang bali bingung cari silsilah kawitan ,, siapa yg mencatat kelahiran seseorang dlm klompok warga scr runut Dlm prasasti Raja Bali Kuno TIDAK TERCATAT kata BESAKIH sebab Besakih dibawah gunung Agung yg masih aktif jaditidak ada kehidupan di pura besakih ,, besakih muncul era Kerajaan Suweca Pura th 1650 Masehi
mengenai Pura Selonding byk sekali pura selonding sama dengan pura desa pura puseh, pura besakih, pura gunung lebah, gunung batur dll ,, sbg pengayatan bila tdk bisa datang ke pura tsb ,, Raja-raja Bali-Kuno Sebelum Ekspansi Majapahit Prasasti adalah ketetapan resmi yang dikeluarkan oleh para raja Bali-Kuno. Prasasti menjelaskan tentang aturan yang telah disepakati bersama. Teks prasasti jarang menjelaskan tentang asal usul keturunan para raja itu. Karena tidak dijumpai secara pasti nama keturunannya, juga secara parsial terputus tahun prasasti yang dikeluarkan dari raja satu ke raja yang lain, maka menimbulkan berbagai macam penafsiran tentang kisah peristiwa apa yang telah terjadi dalam kehidupan mereka terdahulu. Adakah hubungan kekerabatan antara raja satu dengan raja sebelumnya, berapa lama mereka berkuasa, tahun berapa mereka meninggal dan dimana dicandikan? Adakah terjadi pengambilalihan kekuasaan secara paksa dari kerabat dekat raja maupun dari orang luar? Sejarah pemerintahan raja-raja Bali-Kuno, tidak ditemukan peralihan kekuasaan dengan cara paksa, dalam arti jika sang raja meninggal, tapuk pemerintahan akan digantikan oleh istri dan atau anaknya. Apabila sang anak masih kecil, belum cukup umur untuk berkuasa, maka akan digantikan oleh sang paman atau kerabat dekat raja yang lain. Apabila ‘buntu’ tak ada yang mau menggantikan, maka akan dipakai metode yang lain, melaui jalan ‘niskala’, dengan jalan minta petunjuk “nedunang ida bhatara” Hal seperti ini terlihat dalam teks Purana Pura Puseh Gaduh, Blahbatuh, dimana Sri Pasung Grigis, seorang nyuklabrahmacari (tidak kawin seumur hidup), untuk mencari penggantinya sebagai orang suci di Pura Lempuyang, Gamongan, Karangasem. Setelah terkumpul salinan naskah-naskah kuna itu, lalu kita telisik, prasasti satu dengan yang lain dirunut menurut angka tahun dan nama raja yang mengeluarkan prasasti itu. Kadang-kadang terlihat nama samar, dengan perkataan lain, beda nama tetapi orangnya satu, misalnya, antara Raja Sri Jayasakti, Sri Gnijaya Sakti, Sri Gnijaya dan Sri Ragajaya. Masa pemerintahan ke empat nama raja ini, menurut tahun prasasti dan purana, yang dikeluarkan berkisar tahun 1119-1177 Masehi. Dalam prasasti nama Sri Gnijaya Sakti dan Sri Gnijaya tidak muncul, jadi tidak ada prasasti yang dikeluarkan, sebagaimana umumnya raja raja yang lain. Begitu pula dengan raja Sri Ragajaya, hanya mengeluarkan satu prasasti yang disebut Prasasti Tejakula, tahun Isaka 1077/1155 Masehi. Sedangkan Raja Sri Jaya Sakti mengeluarkan prasasti terakhir pada tahun Isaka 1072/1150 Masehi, yang disebut Prasasti Sading Kapal. (Poeger, 1964:105). Tetapi dalam naskah Purana Bali Dwipa, Piagem Dukuh Gamongan, Prasasti Pura Puseh, Sading, Kapal, Purana Pura Batu Karu, Purana Pura Pucak Bukit Gede, dan beberapa naskah lainnya, akan terlihat jelas kisah kehidupan para raja Bali-Kuno itu. Disamping itu, dalam purana tidak disebutkan prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh para raja. Teks Piagem Dukuh Gamongan dan Prasasti Pura Puseh Sading, Kapal, nama raja Sri Jaya Sakti identik dengan Sri Gnijaya Sakti, begitu juga putranya diberi nama sama dengan ayah kandung Sri Gnijaya juga (tanpa ident sakti di belakang namanya). Dalam Piagem Dukuh Gamongan, Sri Gnijaya menjadi raja Bali Isaka 1051/1129 Masehi. Purana Bali Dwipa, Sri Jaya Sakti meninggal dunia Isaka 1072/1150 Masehi. Sedangkan nama Sri Ragajaya tidak muncul dalam purana manapun, Dalam kamus Jawa Kuna (Zoetmulder, 1994:899), kata raga artinya warna merah, Warna merah identik dengan warna Api atau Gni. Dari analisis ini raja Sri Ragajaya adalah nama lain dari Sri Gnijaya, raja ini banyak menjadi titik awal dalam penulisan piagem, purana, babad, prakempa, pamancangah lainnya yang ada di Bali masa kini. Demikian pula setelah Raja Sri Aji Hungsu berkuasa muncul nama Sri Walaprabhu yang menggantikannya. Raja Walaprabhu mengeluarkan tiga prasasti yang disebut Prasasti Babahan, Klandis, Babi A, menjadi raja Bali tahun 1079-1088 Masehi (Semadi Astra, 1977:21). Dalam purana, raja Sri Walaprabhu tidak muncul nama itu, yang muncul menggantikan Sri Aji Hungsu adalah Sri Sakalindu Kirana, anak dari Sri Aji Hungsu yang beribu bangsawan. Hanya satu prasasti yang dikeluarkan raja Sri Sakalindu Kirana yang disebut prasasti Pengotan, Isaka 1010/1088 Masehi. Padahal dalam Purana Bali Dwipa, Purana Pura Pucak Bukit Gede, Raja Sri Sakalindu Kirana berkuasa selama 20 tahun dan digantikan oleh adiknya Sri Suradipa yang berkuasa selama 15 tahun. Dengan demikian Walaprabhu diperkirakan seorang janda yang menjadi raja, kemungkinan setelah Sri Aji Hungsu meninggal, kemudian tapuk pemerintahan diganti oleh sang permaisuri yang seorang janda, maka disebut Waluprabu dalam buku Mengenal Pura Sad Kahyangan dan Kahyangan Jagat oleh Tim (2008:211) istri Sri Aji Hungsu disebut bhatari mandul di-pratista atau dicandikan di Pura Penulisan. Atau analisis lain, dalam Kamus Jawa Kuna, kata walaprabhu berasal dari bahasa sanskerta, dari urat kata wala dan prabhu. Wala artinya muda, kekanakan, tidak tumbuh atau belum berkembang penuh, muncul baru, tolol, junior. Prabhu artinya raja, Jadi walaprabhu artinya raja muda, raja junior. Dengan demikian setelah Sri Aji Hungsu meninggal tapuk pemerintahan digantikan oleh permaisuri bersama putri mahkota yang masih kecil, bersama-sama menjadi penguasa Bali pada era itu. Tetapi kebalikkan dari purana ini yaitu dalam prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Aji Hungsu selalu menyebutkan, paduka haji anak wungsu kalih bhatari lumah ing burwan, bhatara lumah ing banu wka, artinya, raja Sri Aji Hungsu setiap mengeluarkan prasasti selalu mencantumkan almarhumah ibunya yang dicandikan di Buruwan, dan almarhumah ayah yang dicandikan di Banyu Wka. Sedangkan dalam purana tidak muncul nama Sri Aji Hungsu mengatasnamakan almarhum kedua orangtuanya yang dikebumikan di Bhurwan dan Banu Wka. Yang dicandikan di Buruwan adalah Ibunda Sri Mahendradatta dan di Banu Wka (Gunung Kawi) dicandikan ayahnda yaitu Sri Udayana. Demikian pula dengan nama raja Sri Ajnadewi yang berkuasa setelah Sri Udayana. Hanya satu prasasti dikeluarkan oleh raja Sri Ajnadewi yang disebut prasasti Sembiran, tahun Isaka 938/1016 Masehi. Pertanyaannya siapakah Sri Ajnadewi? Di dalam Purana Bali Dwipa, Sri Udayana meninggal dunia Isaka 940/1018 Masehi, dicandikan di Banu Wka. Sri Ajnadewi tidak muncul dalam purana mana pun. Begitu pula dalam teks Purana Bali Dwipa, tertulis Sri Marakata berkuasa bersama-sama ibunya sebagai penguasa Bali pada era itu. Dalam Purana Pura Luhur Batukaru dijelaskan Raja Sri Marakata menjadi raja Bali Isaka 944/1022 Masehi. Sedangkan dalam prasasti yang dikeluarkan tidak kelihatan bahwa raja Sri Marakata berkuasa bersama ibunya. Kalau boleh diartikan secara bebas, Sang Ajnadewi artinya seorang dewi yang mahir dalam bidang ilmu waskita. Dalam dongeng serat calonarang yang ada di Bali, permaisuri Sri Udayana yang bernama Sri Mahendratta Gunaprya Dharmapatni sering dihubungkan ahli dalam ilmu mistis. Raja ini dimakamkan di Buruwan, dikuburanya terlukis arca Durga Mahisasura Wardhini. Arca ini menguatkan dugaan orang bahwa Mahendradatta sebagai penganut ajaran-ajaran ilmu gaib dan Dewi Durgalah yang menganugrahinya kesaktian. Jadi Sri Ajnadewi nama lain dari Sri Mahendratta Gunapriya Dharmapatni.
Begitu pula Raja Patih Kebo Parud identik Sri Jayakatong adik kandung dari Sri Pasung Gerigis. Dalam prasasti Pengotan, tahun Caka 1218/1296 Masehi dan prasasti Sukawana, tahun Caka 1222/1300 Masehi, yang dikeluarkan oleh Raja Patih Makakasir Kebo Parud, berisikan persoalan Desa Kedisan dan Desa Sukawana yang terletak di perbatasan Balingkang. Sedangkan menurut buku Negarakertagama dikatakan bahwa pada tahun 1284 raja Kertanegara telah menyerang Bali dan rajanya ditawan. Sayang sekali dalam buku Negara Kertagama tidak disebutkan SIAPA NAMA raja Bali itu. Dalam Purana Bali Dwipa dijelaskan raja Kertanegara ‘INGIN’ mengusai Bali yang tatkala itu menjadi senapati Bali adalah Raja Patih Kebo Parud. Dalam Piagem Dukuh Gamongan dijelaskan tahun Caka 1238/1318 Masehi, Sri Jayakatong sebagai penguasa di kerajaan Batahanar dan mendirikan Pura Gaduh, Blahbatuh. Setelah raja patih Sri Jaya Katong yang menjadi raja adalah Sri Taruna Jaya, Sri Masula-Masuli dan Sri Astasura Ratna Bumi Banten, raja akhir Bali Kuno. Dari acuan di atas secara tegas menyebutkan yang menjadi pimpinan pemerintahan saat itu seorang Patih atau seorang Senapati bawahan raja yang mewakili dikeluarkannya prasasti tersebut. Dalam skema silsilah Sri Karang Buncing bahwa Raja Patih Kebo Parud menjadi pucuk pimpinan setelah raja Sri Indracakru yang disebut juga Sri Sidhimatra, nama sama dengan sang ayah setelah menjalani hidup suci. Raja Sri Indracakru menggantikan kakaknya yaitu Sri Dewa Lancana. Raja Sri Indracakru satu pun tidak ada mengeluarkan prasasti pada zamannya. Dimana putra dari Sri Dewa Lencana yaitu Sri Taruna Jaya masih kecil yang semestinya menggantikan ayahnya.
Karena kesenangan Sri Indracakru (Sri Sidhimantra) melakukan hidup suci mengikuti jejak para leluhur sebelumnya. Untuk menjalani roda pemerintahan diwakili oleh putranya yang nomor dua yaitu Rajapatih Kebo Parud. Tatkala menduduki tapuk pemerintahan diberi gelar Raja Patih Makakasir Kebo Parud. Setelah Sri Taruna Jaya cukup umur untuk menjadi raja maka raja muda Kebo Parud melakukan hidup suci berganti nama menjadi Sri Jaya Katong dengan mendirikan Pura Gaduh di Blahbatuh. Sri Jaya Katong merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan baru yang disebut Batahanar artinya istana baru, dimana sebelumnya kerajaan Bali Kuno masih berada di Bali Utara, disebut kerajaan Singamandawa, sekarang menjadi nama kota Singaraja. Perkembangan selanjutnya pusat kerajaan menyebar ke selatan daerah Pejeng, Bedulu dan Blahbatuh. Argumentasi lain pada era Kebo Parud muncul nama Kebo Iwa merupakan cucu kandung dari Sri Jaya Katong. Jadi Kebo Parud bukan seorang patih dari Jawa. Dimana beberapa penekun sastra menafsirkan Kebo Parud seorang patih dari kerajaan Singosari. Yang dipengaruhi oleh Kerajaan Singasari terhadap Bali adalah penyebaran paham baru yang disebut agama Bhairawa. Peninggalan paham Bhairawa sangat kentara pada masa kini dengan adanya peninggalan Patung Bhima di Pura Kebo Edan, Pejeng dan Patung Arca Pangulu (patung kepala) di Pura Puseh Gaduh, Blahbatuh dan beberapa tinggalan lain yang tersebar di wilayah Gianyar. Dalam Piagem Dukuh Gamongan disebutkan Arca Pangulu maka lingganira hyang wawudateng artinya patung kepala merupakan simbol suci tuhan ajaran baru era itu. Begitu pula dengan nama Sri Taruna Jaya identik dengan Sri Jayasunu. Catatan prasasti tembaga di Banjar Srokodan, Perbekel Abuan, Susut, Bangli, dialih aksara dan diterjemahkan oleh Putu Budiastra, disebut prasasti Srokodan (Bhatara Guru), satu-satunya prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Taruna Jaya, tahun Isaka 1246/1324 Masehi untuk desa Hyang Putih dan sekitarnya. Tetapi dalam Piagem Dukuh Gamongan, Sri Dewa Lancana menurunkan putra Sri Taruna Jaya. Tidak muncul Sri Taruna Jaya menurunkan putra buncing (kembar laki perempuan) Sri Masula dan Sri Masuli. Dalam Purana Bali Dwipa muncul Sri Jayasunu mempunyai putra buncing bernama Sri Masula dan Sri Masuli setelah menjadi raja diberi gelar Sri Bhatara Mahaguru Dharmotungga Warmadewa, gelar ini identik dalam prasasti Tumbu Isaka 1247/1325 Masehi. Tetapi Sri Jayasunu satupun tidak ada mengeluarkan prasasti sebagai mana raja yang lain. Sedangkan dalam salinan lontar Aji Murti Siwasasana ning Bwana Rwa, milik Desa Pakraman Gamongan, muncul nama Sri Jayasunu yang mengeluarkan pedoman itu disaat rapat besar di Majapahit. Dan beberapa purana lain muncul nama Sri Jayasunu yang menjadi pedoman awal dalam penulisan. Salinan lontar Aji Murti Siwa Sasana dan Purana Bali Dwipa tersebut diatas tidak secara tegas tahun berapa naskah itu ditulis, siapa yang dimaksud dengan Sri Jayasunu? Siapakah orang tua Sri Jayasunu? Kamus Jawa Kuna, oleh P.J. Zoetmulder (1994:1147), sunu artinya putra, anak, keturunan. Jadi Sri Jayasunu artinya raja keturunan Jaya. Tidak terdapatnya prasasti-prasasti Bali yang dikeluarkan oleh raja Sri Jayasunu, membuat kekaburan perjalanan sejarah keturunan raja-raja Bali-Kuno. Yang dimaksud keturunan Jayasunu (turunan jaya) disini adalah turunan dari Sri Jaya Sakti nama lain Sri Gnijaya Sakti yang menjadi raja Bali pada tahun Isaka 1041/1119 Masehi, yang menurunkan 5 putra. Putra ke dua dari Sri Jaya Sakti bernama Sri Maha Sidhimantradewa, menurunkan putra bernama Sri Dewa Lancana, menurunkan putra Sri Taruna Jaya. Dengan demikian Sri Taruna Jaya adalah turunan Jaya juga, tiga generasi setelah Sri Jaya Sakti. Dari analisis ini Sri Jayasunu adalah turunan Jaya versi purana, identik dengan Sri Taruna Jaya turunan Jaya versi Prasasti Srokodan dan Piagem Dukuh Gamongan. Begitu pula dengan keberadaan Sri Batu Ireng identik dengan Sri Astasura Ratna Bumi Banten, raja Bali tahun 1337 Masehi. Dalam prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Bali Kuno, satu pun tidak tercatat nama raja Sri Batu Ireng. Setelah menjadi raja diberi gelar Sri Astasura Ratna Bumi Banten Demikian juga dengan Sri Kebo Iwa dan Sri Karang Buncing. Dalam mitologi yang dikenal masyarakat Bali hingga kini, Kebo Iwa adalah seorang patih sakti pada masa akhir Bali-Kuno. Ia digambarkan seorang lelaki bertubuh besar, tinggi, gagah perkasa serta sakti. Kebo Iwa disebut-sebut bertempat tinggal di Blahbatuh, sebelah baratdaya kota Gianyar. Selain sebagai patih sakti, Kebo Iwa dikenal juga sebagai seorang arsitek (undagi). Banyak bangunan-bangunan kuno sebagai hasil karyanya. Tetapi dalam prasasti yang dikeluarkan Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten, satu pun tidak muncul nama Kebo Iwa sebagai mahapatih kerajaan Batahanar dan kisah kehidupannya. Secara administratif, dalam Prasasti Langgahan, Isaka 1259/1337 Masehi, yang dikeluarkan oleh Raja Sri Astasura Ratna Bumi Bant¬en, terdapat beberapa senapati (mahapatih) kerajaan yang menyak¬sikan dikeluarkannya prasasti di kala itu, antara lain, senapati ku¬turan makakasir mabasa sinom (sang mahapatih di wilayah kuturan bernama makakasir mabasa sinom), sang senapati sarbwa makakasir candri lengis, sang senapati wrasanten makakasir jagatrang, sang se¬napati dinganga makakasir gagak lpas, dan beberapa senapati lainnya. Kebo Iwa hanyalah sebagai penjaga pos keamanan untuk daerah Batahanyar dan Blahbatuh, Ki Tambyak penjaga pos keamanan di Jimbaran, Ki Bwahan di Batur, Si Tunjung Tutur di Tenganan, Ki Pasung Grigis di Tengkulak, serta para ksatria lainnya yang menyebar di jagat Bali. Sedangkan dalam purana, prakempa, babad, pamancangah, lainnya Kebo Iwa adalah mahapatih kerajaan Badhahulu. Sedangkan dalam Purana Pura Luhur Pucak Padang Dawa, Kebo Iwa diberi sebutan bhatara amurbeng rat, dewa gede kebo iwa, bhatara gede sakti, bhatara guru, dan sebagainya. Demikian juga dengan Sri Karang Buncing, karena nyineb wangsa (menutup asal usul), sehingga dalam kehidupan sosial di masyarakat ada menyebut, arya karang buncing, gusti karang buncing, prabali karang buncing, pasek karang buncing, sri arya karang buncing, karang gaduh, bendesa karang buncing, arya kedi dan soroh karang lainnya. Munculnya perbedaan identitas tersebut berdasarkan guna karma, tugas dan fungsi keturunan beliau saat itu. Tatkala keturunannya menjabat sebagai kepala desa, bendesa karang buncing sebutannya. Tatkala keturunannya mendapat tugas pemerintahan Dalem (Majapahit), arya karang buncing sebutannya. Sedangkan keturunan yang berasal dari pertapa raja raja Bali Kuno di Desa Gamongan, persebaranya warga dukuh sebutannya. Tatkala ada pengelompokan dalam penulisan babad antara nak jawa dan nak bali atau keturunan berasal dari Jawa dan orang Bali, prabali karang buncing disebutnya. Jika keturunannya mamarekan (mengabdi) di keluarga dalem atau yang berkasta lebih tinggi, pasek karang buncing disebutnya, dan sebagainya. Sesungguhnya kata-kata Karang Buncing yang berbeda itu berasal dari Sri Karang Buncing adik kandung Sri Kbo Iwa yang hidup pada masa peralihan pemerintahan Bali Kuno ke Majapahit. Beliau berdua adalah keturunan akhir raja-raja Bali Kuno dan misan mindon (sepupu) dengan Sri Astasura Ratna Bumi Banten. Disamping kesepakatan warga dalam Mahasaba, nama Sri Karang Buncing yang dipakai momentum oleh keturunannya masa kini di dalam mendekatkan diri kepada Hyang Kawitan (leluhur) dan Hyang Widhi/ Tuhan.
Sekilas dapat disimpulkan, bila penulisan awal sejarah Bali hanya bersumber dari prasasti prasasti yang dikeluarkan oleh raja yang bersangkutan, akan terlihat mereka berkuasa sangat pendek, ini terlihat berdasarkan awal dan akhir tahun prasasti yang dikeluarkan. Dalam prasasti tidak tertulis hubungan kekerabatan raja satu dengan raja yang lainnya, dan tidak kelihatan kisah kehidupan mereka. Sedangkan dalam purana kadang-kadang mereka berkuasa melebihi dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan, serta asal asul dan kisah peristiwa yang terjadi kepadanya sangat jelas. Sedangkan apabila hanya purana, piagem, babad, prakempa, pemancangah yang dipakai pedoman dalam penulisan awal sejarah Bali tanpa didukung data sejarah yang dikeluarkan pada zaman orangnya sendiri maka teks itu akan mengambang dalam arti masih diragukan kebenarannya. Hanya orang-orang penting yang berkuasa pada zamannya akan tercatat dalam buku sejarah Bali. Sri Kebo Iwa dan Sri Karang Buncing banyak mempunyai nama samar, tergantung masyarakat hendak menggambarkan beliau itu dari sisi yang mana, apakah kisah kehidupannya mau dimitoskan, dilecehkan, dipolitisir, dibudayakan, disucikan, atau dihilangkan dan sebagainya, tentunya akan berdampak mendoktrin pikiran generasi selanjutnya tentang perjalanan sejarah Bali. Runutan nama raja yang berkuasa di Bali, bersumber dari Prasasti, Purana, Piagem, Babad, Prakempa dan Pamancangah lainnya, adalah sebagai berikut: 1. Sri Kesari Warmadewa (isaka 804-837) 2. Sri Ugrasena (isaka 837-864). 3. Sri Haji Tabanendra Warmadewa (877-889). 4. Sri Jaya Singa Warmadewa (isaka 892). 5. Sri Janasadhu Warmadewa (isaka 897). 6. Sri Maharaja Cri Wijaya Mahadewi (isaka 905). 7. Sri Dharmodayana + Mahendradata (isaka 911-933). 8. Sri Sang Ajnadewi (isaka 938). 9. Sri Wardana Marakata (isaka 944-948). 10. Sri Haji Hungsu (isaka 971-999). 11. Sri Walaprabu (isaka 1001-1010). 12. Sri Sakalindu Kirana (isaka 1010-1023). 13. Sri Suradhipa (isaka 1024-1041). 14. Sri Jaya Sakti (isaka 1055-1072). 15. Sri Gnijaya (isaka 1072-1077). 16. Sri Ragajaya (isaka 1077-1099). 17. Sri Maharaja Haji Jaya Pangus (isaka 1099-1103). 18. Sri Hekajaya Lancana (isaka 1103-1122). 19. Sri Adi Kuti Ketana (isaka 1122-1126). 20. Sri Adi Dewa Lancana (isaka 1126-1172). 21. Sri Indra Cakru (isaka 1172). 22. Rajapatih Kebo Parud (1206-1222). 23. Rajapatih Sri Jaya Katong (isaka 1222-1238). 24. Sri Taruna Jaya (isaka 1238-1246). 25. Sri Masula-Masuli (isaka1246-1250). 26. Sri Astasura Ratna Bumi Banten (isaka 1259-1265). 27. Sri Karang Buncing (isaka 1246/ 1324M). 28. Sri Wijaya Rajasa (isaka 1306/ 1384M). 29. Sri Kresna Kepakisan Baturenggong (isaka1407/1485M).
Sal ngaku hindu di bali acuan Panca Srada butir ke 2 hindu percaya dgn adanya Atman, Roh, jiwa, spirit, atom dll ,, jgn kan ketemu dgn sang pencipta alam semesta yg diaebut tuhan god allah hyang widhi dan apapun sebutanNYA suatu kemustahilan ,, maka dipakai metode yg ke dua yaitu percaya adanya ROH asal kata RAUH huruf A+U=O jd Rauh = Roh ,, coba baca ulang ulasan ttg Kerauhan dibawah video jik 😂😂
Tanpa ada kerauhan di bali ini habis ,, artinya pratima wakul daksina yg disembah umat hindu bali tanpa isi ,, itulah bali masih terikat dgn ruh Alam sekitar sbg media kpd sang pencipta alam yg disebut tuhan hyang widhi allah dan apapun sebutaNYA ,, Bagai manusia tanpa jiwa roh adalah MATI alias tidur di setra TI 😂😂
Baca ulasan dumun jero ,, kerauhan akan terjadi apabila Tempat, Upakara, Waktu dan Sadeg (mediator) harus PAS di luar itu msh tanda tanya ,, Maukah pk eksion di kuta nusuk mata, buka kelapa dgn mulut, satu bendel dupa hidup masuk kolongan dan biarkan bbrp menit ,, tyg siap byr 10 juta ,, #JANJI ATAU silahkan datang ke pura Pengerebongan kesiman denpasar dan sebutkan bahwa orang kerauhan itu #ngae_ngae janji kasi upah 5 jt dibayar Tunai ,, ngiring TTD Kontrak ,, monggo 🙏🏽🙏🏽
Mangkin kuta jimbaran akeh alit2 pun ngayah kerauhan tanda Ruh alam msh menyatu dgn kehidupan org bali ,, jika sampun dijumput dados sadeg patih biasanya tak berani sembarangan ngewek mabuk dan hidup semaunya ,, salah langkah akan kerauhan atau kesakitan sebab yg tdk kasat mata kan selalu mengawasi nya ,, syukur kerauhan masih eksis di bali ,, rahayu 🙏🏽🙏🏽
Mau aksion ngurek mata dgn keris ,, buka kelapa dgn mulut ,, masuk dupa hudup satu bendel ke kolongan di kuta tyg siapakan upah 15 juta ? Baca pelan ulasan ttg kerauhan ,, anda nak bali kewala hindu hare krisna atau sai baba aoo 😂😂 Pantesan ,, jawab tantangan sy ,, atau datang ke kuta jimbaran pengrebongan dll tmp nak kerauhan berani kah anda sebut ULUK ULUKA ,, mai
Bhs ada 5 klompok sesuai Panca yadnya yaitu bhs Dewa yaitu Weda ,, bhs Resi adalah Mantram, bhs Manusa adalah bhs lokal setempat, bhs Pitra yaitu Kidung pupuj gaguritan bhs pengiring pengayah pura sekitar dan bhs Bhuta yaitu sesuai bhs binatang yg hidup sekitar ,, Lalu kalo pake bhs hewan apakah anda mengerti ?? 😂😂
Kalau dikasi bhs dewa yaitu weda kita tdk akan ngerti maka dikasi bhs manusia ,, roh itu bebas ruang dan waktu ,, jika mediator orang islam beliau akan paka bhs arab ,, bhs tumbuhan pun ngerti roh tsb ,, Sy Pernah nyaksikan mediator org muslim ,, lalu si mimin sebut kebo iwa telah masuk islam ,, di alam sana sy kira tdk ditanya agama mu apa? 😂😂
Budaya, tradisi, dan kepercayaan itulah yg membuat hindu di bali kuat dan ajeg. Jadi mari bersama" Menjaga bali dengan tradisi dan budaya yg sudah ada.
Berarti kita sangat erat sekali hubungan kekerabatan kita sebagai orang Bali dengan saudara Tionghoa, sungguh luar biasa.
Lebih tepatnya agama Tri Dharma : Konghucu,Tao dan Buddha (Mahayana) 🙏
Justru menurut saya, kerauhan ini tradisi yang sudah ada di nusantara sebelum Hindu Buddha masuk. Kocap, dulu sebelum mengenal Mahabharata & Ramayana, seorang dalang itu ketedunan arwah leluhur dan mementaskan ceritera kehidupan roh yang merasuki badan si dalang. Ini budaya ribuan taun silam! Tabik 🙏
Sy seneng nontonnya. Rahayu..👍👍🙏🙏🙏
Ah ,, mudahan jujur kata itu keluar dr hati org suci seperti anda ratu ,, yg biasa selalu dihujat habis org kerauhan tsb 🙏🏽🙏🏽
Tiang semeton sakeng Sulawesi Tengah bakti ring Ida Betara Kawitan ,mogi ajeg pesetonan makasami, rahayu
Salam saking Keluarga Sri Karang Buncing saking Negara, Jembrana🙏
Nggih salam karang buncing mawang kaja ,ubud
Om Swastiastu, Salam Rahayu majeng ring Jro Supatra Karang, 🙏🙏🙏
Moga kawacen olih jero mangku supatra karang bpk widya ,, rahayu 🙏🏽🙏🏽
@@watukembar Suksma Jro🙏🏽🙏🏽🙏🏽 meled manah tiang metaken kedik niki Jro,
1) napi sane MELATARBELAKANGI pasemetonan karang buncing sesetan mengunjungi tempat2 (sumur, beji, pura, dsb), lalu ngicenin bawos bahwa sumur/beji/pura tsb dibangun oleh Ida Kebo Taruna??? Apakah sebelumnya Jro mangku yang menjadi sadeg dari Ida Kebo Iwa tsb mendapatkan "pawisik" untuk mengunjungi tempat2 tsb.(NGETUT PEMARGI)??? ataukah ada "alasan2" lainnya ???
2) Di beberapa tempat yang telah dikunjungi dalam video2 kanal ini, tiang amati, ada beberapa pemangku/prajuru pengemong Pura/tempat tsb tampaknya menyikapi dengan agak "DINGIN" bawos dane Jro Mangku Wayan Sunarya (yang sedang ketapak)????
3) Ampura niki Jro, tiang wantah sekedar metaken nika tentang MAKSUD n TUJUAN dari PENELUSURAN JEJAK2 Ida Sang Kebo Taruna (melalui jan bangul Ida), santukan wenten sedikit kekhawatiran tiang tentang tanggapan/komentar dari semeton2 liananan sane terkesan "DINGIN" ataupun "SINIS" punika (napimalih wenten lagu2 yang lagi trend tentang trance yang nadanya agak berupa 'sindiran').
SUKSMA Jro. Dumogi ledang ngicenin "penjelasan". Santih3 Om.
Yang penting yakin dan bikin tenang... beragam sekali keyakinan itu
Yakin belom ada bukti kebenaran sama dgn belom percaya , yakin besok hujan tapi tdk tetbukti ,, jd tdk petcaya ,, identik dgn.srrtifikat tanah tapi tdk ada tanahnya ,, lebih lngkap klik dapur kami kolom buku kiri atas di www.srikarangbuncing.com
@@watukembar Namanya saja Keyakinan memang tidak ada bukti.. inilah dasar bahwa tidak ada Keyakinan yg paling benar.. semua keyakinan benar berdasarkan yg meyakini.
Mk kita manusia punya sabda bayu idep ada tiga jln u mengetahui pengetahuan ,,
Itu berdasar yakin ada asap pasti ada api ?? Blom tentu ,, uap air sungai keluar embun ,, yakin besok hujan tapi pakta nya tidak hujan jd keyakinan itu gugur ,, harus ada bukti kebenaran baru muncul kepercayaan tsb ,,
@@tidaksempurnachanel3525 coba baca pelan topik kerauhan gih ,, kerauhan terjadi bila waktu, tempat, upakara dan pengadegan harus pas ,, ulang baca materi video di bawah 🙏🙏
Ampura titiang klintang nambet, yening tangkil ring ratu gde dalem balingkang, kije tiang patut dumunan, ring pr puncak pnulisan napi rauh ring pura dalem balingkang wau ke pr puncak pnulisan? Titiang damuh saking badung.🙏
swasti astu, ring pure napi niki jro 🙏
Pura pucak penulisan kintamani jero
Menit 6.30 sumpah merinding tyg, 😢
Masih d pengaruhi pikiran, mengikuti rasa yg muncul, itu pengalaman sy
Silahkan ngae ngae di ajeng pura pucak penulisan jero ,, yening tan kapilih dados pengadegan lbh baik diem kadi ulasan di atas ,,
Ila ila dahat rekayasa dpn gedong pura jagat bali ,, skl lg silahkan dpn gedong dan video kan ,, tyg kasi upah 2 jt byr tunai ,, kpn ??😂😂
Jln ni darma APA adanya Dan Penh iklas kita orang beragama slm krahuan rhyu
Ring dije nggih Puri sane kelinggihan utawi keselang Niki..tyg jgi nglungsur pemrgin Niskala....
Maaf ,, pengadeg niki ring FB profil Jro Semara Semara saking Jinengdalem Singaraja ,,
Mule becik pisan...damuh lali
Patut pisan jro. 🙏
Rahayu jero
D mogi rahayu..
Ok jro
Kehadiran Atma/ jiwa manusia , mleluhur..
Sy tmpt singgah pertama beliau
di Bukit Bualu / Jimbaran, krn ada pure Selonding peninggalan SHRI kesari Warmadewa. kmd pindah ke Blanjong Sanur, kmd pindah keutara yaitu Pejeng. kmd merenovasi Pr. Besakih peninggakan Rsi Markandya yg dtng kBali abad ke7 dan dibesakih juga mendirikan merajan Selonding.
Shri Kesari Warnadewa Trah Saylendra wangsa yg termasyur mendirikan tempat tempat yg disucikam di Nusantara spt Borobudur utk Budha dan ShiwaSakti spt Prambanan.
Wangsa Saylendra selanjutnya bermethamorphose menjadi wangsa Isyana ktk Raja Sanjaya
- Mpu sindok dan akhirnya Dharma
uttungga warman yg mengambil menantu dari Bali yaitu Sri Erlangga putra dari Raja Udayana Bali trah Warmadewa yg istrinya brnama Mahendradatha yg merupakan
saudara Raja Medang yg mrpkn mertua Shri Erlangga..stlh mertuanya wafat pralaya, Shri Erlangga meneruskan kepemerintahan kerajaan medang dan mengganti nama kerajaan bernama Kahuripan yg membagi 2 kerajaan spt Janggala dan Panjalu
selanjutnya Erlangga menurunkan anak cucu di Jawa , nama.cucu buyut beliau yg terkenal yaitu Sri Aji JayBaya dari kerajaan Kediri/ Panjalu / Daha yg msh rame disebut sebut sbg ramalan JayaBaya .
Dmkn sekedar jnane punya Tyang.
Smoga para pembaca smakin gemar mengingat para Leluhur.
Trah Warmadhewa yg slanjutnya
menonjolkan kata Jaya mungkin diambil dari Nama Ratu Sriwijaya Mahadewi trah Saykendra yg pernah memerinrah pulau Bali yg keturunannya menjadi Raja yg sangat mencurahkan perhatian
besar terhadap tmpz tmpt suci peninggalan Leluhurnya atau para Resi yaitu Raja Shri JayaPangus yg punya Istri dari China. dimana petapakan beliau berdua dlm seni divisualisasi sbg barong landung.
kika pemerintahan Rj.JayaPangus
Hariraya Galungan dirayakan sbg peringatan kemenangan Dharma pemuja Tuham terhadap kalahnya
Asura Mayadhanawa .Dmkian.
hati hati pk Sugiarti Schwarz ,, harus jelas sumber sejarahnya ,, Di Bali terdapat 6 (enam) data skunder yang menjadi acuan dalam penulisan sejarah pura atau tempat yaitu PRASASTI, PURANA, PIAGEM, PRAKEMPA, BABAD dan KAJIAN AKADEMIK, masing-masing mempunyai nilai tersendiri.
1/ Prasasti adalah aturan resmi pemerintahan yang dikeluarkan oleh raja pada zamannya sendiri dan tertulis hari, tanggal, bulan, tahun, nama raja, strukturisasi pemerintahanya seperti nama pendeta, nama senapati, samgat, caksu para nayaka lainnya, nama tetua desa, isi prasasti tentang pajak, perluasan desa, batas-batas desa, perabasan hutan menjadi tempat tinggal atau menjadi tempat suci. Teks prasasti jarang menjelaskan tentang asal usul keturunan para raja itu. Supata atau kutukan jika ada wrg yg melanggar Prasasti umumnya ditulis di atas tembaga, batu, perunggu, tahan ribuan tahun sangat disucikan dan distanakan di pura.
2/ Purana, isinya menceritakan silsilah para raja serta kisah peristiwa yg dilakukan keturunannya dan dikaitkan dengan mitos para dewa yang berstana di gunung sekitarnya. Umumnya dalam purana kelihatan nama keluarga dan nama abhiseka setelah menjadi raja yang diberikan oleh kerajaan. Begitu pun nama raja akan ditinggal setelah hidup suci. Setelah dewata pun berbeda nama. Purana ditulis di atas daun lontar menjadi pedoman untuk pangemong dan pangempon pura itu. Dalam purana tercatat nama leluhur warga yang merintis keberadaan sejarah pura. Nama palinggih dan nama stana dewata, upakara nya dll. Purana pun disimpan di pura.
3/ Piagem adalah pegangan dari kelompok warga (klen) yang isinya menceritakan silsilah dan kisah perjalanan leluhur mereka terdahulu dan berkaitan dengan keberadaan purana dan prasasti dari pura tertentu.
4/ Prakempa, adalah pegangan dari klompok warga (klen) yang isinya menceritakan sekelumit jejak leluhur mereka yang hanya ada di desa setempat, di atas itu tdk diketahui.
5/ Babad adalah cerita yang didengar, dari mulut ke mulut, bisa bersumber dari nak kerauhan (trance) atau hasil perenungan seseorang lalu ditulis dan dikait-kaitkan dengan nama tertentu, tanpa sumber sejarah yang jelas, tahun berapa ditulis, u apa menulis, era kekuasaan siapa menulis menjadi milik pribadi. Babad ditulis belakangan menceritakan kisah ratusan bahkan ribuan tahun berlalu yang biasanya mengandung arti kiasan dibalik penulisan.
6/ Hasil deskripsi seseorang dalam persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Ironisnya jika para akademisi memakai acuan babad dalam penulisan suatu karya ilmiah lalu dijadikan pedoman oleh umat kebanyakan maka hasilnya bertentangan dengan apa yang tercantum dalam prasasti dan purana.
Walaupun mempunyai data awal berupa piagem, prakempa, babad sebagai pedoman kelompok warga tetapi tidak tercantum kisah leluhurnya dalam purana dan prasasti yang ada di pura, maka isi naskah itu diragukan kebenarannya alias mengambang.
Begitupun sebaliknya bila prasasti tembaga dan prasasti batu yang dikeluarkan oleh raja pada zamannya, dan menjadi pedoman pura tetapi tidak tertulis namanya dalam purana dan piagem maka teks itu perlu dianalisis keberadaannya.
Dan yang terakhir bila mempunyai purana sebagai data awal keberadaan sejarah pura dan mengisahkan nama-nama raja dan turunannya, tetapi tidak muncul namanya dalam prasasti yang dikeluarkan sebagaimana raja-raja yang lain, serta tidak tercantum nama leluhur warga dalam purana, mengakibatkan kebingungan dalam menguraikan tinggalan naskah itu.
Dengan demikian data satu dengan data yang lain harus sinkron antara teks prasasti dan purana milik pura tertentu dengan piagem, prakempa, babad milik suatu kelompok warga. Bila tidak terdapat saling keterkaitan dan berdiri sendiri atau saling tumpang tindih isi data satu dengan data lain maka dapat menimbulkan pembelokan sejarah, disamping menjadi acuan munculnya palinggih atau pura baru. Merebat ngajak nyamo, Kadi Sertifikat Tanah tetapi tanah tidak ketemu lalu menklaim Situs/ tanah milik orang lain yg sdh beratus ratus tahun ditempati. KACAU SEJARAH BALI INI JRO juga Seperti Babad Calonarang ditulis th 1540 M menceritakan ttg ratu Mahendradatta istri Udayana raja Bali th 1000 M yg dikiaskan bisa Ngeleyak, bila babad calonarang ini pakta sejarah mestinya seluruh pelawatan Barong dan Rangda yg ada di Bali datang mapinton ke desa Gurah Kediri Jawa
RESI MARKENDYA ??
Rsi Markendya niki ,, acuan niki muncul dalam BABAD yg tdk jelas th brp ditulis untuk apa menulis, era kekuasaan siapa menulis dll ,,
Rsi markendya ada 3 data tertulis ,, versi Mahabarata Rsi Markendya putra dari Bagawan Beregu 5000 th lalu ,,
Versi Babad Batur ,, raja penulisan setelah perabuan dilinggihkan di kaki gunung agung disebut Maha Rsi Markendya ,,
Versi Babad Rsi Markendya dari gunung raung abad 7 datang ke gunung agung mmbawa 800 pengiring dan sebgian besar tewas krn binatang buas dn balik jawa meditasi dpt pawisik u mulang panca datu di besakih ,, baru ajeg jgd bali ,, yg jd tanya abad 7 pertama datang kala itu org bali msh nyembah langsung Alam dmn kaki dipijak dsn ada Hyang , dewa, bhatara,, jd belom muncul konsep pura palinggih bale tajuk gedong meru padmasana dll kadi mangkin ,,
Dan th brp balik ke bali u mulang Panca Datu di besakih ,, setelah abad ke 7 tsb??
Ini bahasa politik ,, dikiaskan agama orang bali sulit dipengaruhi oleh para arya majapahit yg dijaga oleh GEBOG DOMAS artinya 800 org pengikut rsi markendya ,, setelah balik yg kedua baru pura besakih berdiri penyatuan agama bali dgn majapahit ,, dmn konsep majapahit muja aguron guron ada candi brahma siwa bima arjuna dll dan bali muja Alam semesta ,, ada pura gunung, ulundanu, pura segara, pura desa, pura tegal suci dll ,, jawa muja Patung dan Bali muja Alam
Hanya satu pura Penulisan tdk kena pengaruh konsep majapahit dlm arti tdk ada padmasana, Gdong meru bertumpang, bale menjang sluang, palinggih batara lainnya cukup bataran tmp puluhan arca arca dewa dewi lingga yoni dll ,, tdk dipuput oleh ida pedanda dukuh mpu dlll ,, biarpun korban kebo 12 ekor tetap yg muput Kubayan Kiwa dan Kubayan Tengen ,,
Jd msh rancu Rsi markendya niki apakah nama pendeta atau nama perguruan atau nama Bhatara atau ???
Pemuja kawitan hrus nama orang nama leluhur yg pernah hidup zaman dolo punya jasa u dikenang kini ,,misal Arya kepakisan, Arya sentong, kuta waringin , sri karang buncing dalem tarukan dll ,,
Pande, Bendesa, Kubayan, Dukuh, Pasek, Jero mangku, jero alas ,, jero bahu dll adalah nama Jabatan yg diemban kala itu ,, bukan nama orang ,, Ahirnya orang bali bingung cari silsilah kawitan ,, siapa yg mencatat kelahiran seseorang dlm klompok warga scr runut
Dlm prasasti Raja Bali Kuno TIDAK TERCATAT kata BESAKIH sebab Besakih dibawah gunung Agung yg masih aktif jaditidak ada kehidupan di pura besakih ,, besakih muncul era Kerajaan Suweca Pura th 1650 Masehi
mengenai Pura Selonding byk sekali pura selonding sama dengan pura desa pura puseh, pura besakih, pura gunung lebah, gunung batur dll ,, sbg pengayatan bila tdk bisa datang ke pura tsb ,,
Raja-raja Bali-Kuno Sebelum Ekspansi Majapahit
Prasasti adalah ketetapan resmi yang dikeluarkan oleh para raja Bali-Kuno. Prasasti menjelaskan tentang aturan yang telah disepakati bersama. Teks prasasti jarang menjelaskan tentang asal usul keturunan para raja itu. Karena tidak dijumpai secara pasti nama keturunannya, juga secara parsial terputus tahun prasasti yang dikeluarkan dari raja satu ke raja yang lain, maka menimbulkan berbagai macam penafsiran tentang kisah peristiwa apa yang telah terjadi dalam kehidupan mereka terdahulu. Adakah hubungan kekerabatan antara raja satu dengan raja sebelumnya, berapa lama mereka berkuasa, tahun berapa mereka meninggal dan dimana dicandikan? Adakah terjadi pengambilalihan kekuasaan secara paksa dari kerabat dekat raja maupun dari orang luar?
Sejarah pemerintahan raja-raja Bali-Kuno, tidak ditemukan peralihan kekuasaan dengan cara paksa, dalam arti jika sang raja meninggal, tapuk pemerintahan akan digantikan oleh istri dan atau anaknya. Apabila sang anak masih kecil, belum cukup umur untuk berkuasa, maka akan digantikan oleh sang paman atau kerabat dekat raja yang lain. Apabila ‘buntu’ tak ada yang mau menggantikan, maka akan dipakai metode yang lain, melaui jalan ‘niskala’, dengan jalan minta petunjuk “nedunang ida bhatara” Hal seperti ini terlihat dalam teks Purana Pura Puseh Gaduh, Blahbatuh, dimana Sri Pasung Grigis, seorang nyuklabrahmacari (tidak kawin seumur hidup), untuk mencari penggantinya sebagai orang suci di Pura Lempuyang, Gamongan, Karangasem.
Setelah terkumpul salinan naskah-naskah kuna itu, lalu kita telisik, prasasti satu dengan yang lain dirunut menurut angka tahun dan nama raja yang mengeluarkan prasasti itu. Kadang-kadang terlihat nama samar, dengan perkataan lain, beda nama tetapi orangnya satu, misalnya, antara Raja Sri Jayasakti, Sri Gnijaya Sakti, Sri Gnijaya dan Sri Ragajaya. Masa pemerintahan ke empat nama raja ini, menurut tahun prasasti dan purana, yang dikeluarkan berkisar tahun 1119-1177 Masehi. Dalam prasasti nama Sri Gnijaya Sakti dan Sri Gnijaya tidak muncul, jadi tidak ada prasasti yang dikeluarkan, sebagaimana umumnya raja raja yang lain. Begitu pula dengan raja Sri Ragajaya, hanya mengeluarkan satu prasasti yang disebut Prasasti Tejakula, tahun Isaka 1077/1155 Masehi. Sedangkan Raja Sri Jaya Sakti mengeluarkan prasasti terakhir pada tahun Isaka 1072/1150 Masehi, yang disebut Prasasti Sading Kapal. (Poeger, 1964:105). Tetapi dalam naskah Purana Bali Dwipa, Piagem Dukuh Gamongan, Prasasti Pura Puseh, Sading, Kapal, Purana Pura Batu Karu, Purana Pura Pucak Bukit Gede, dan beberapa naskah lainnya, akan terlihat jelas kisah kehidupan para raja Bali-Kuno itu. Disamping itu, dalam purana tidak disebutkan prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh para raja.
Teks Piagem Dukuh Gamongan dan Prasasti Pura Puseh Sading, Kapal, nama raja Sri Jaya Sakti identik dengan Sri Gnijaya Sakti, begitu juga putranya diberi nama sama dengan ayah kandung Sri Gnijaya juga (tanpa ident sakti di belakang namanya). Dalam Piagem Dukuh Gamongan, Sri Gnijaya menjadi raja Bali Isaka 1051/1129 Masehi. Purana Bali Dwipa, Sri Jaya Sakti meninggal dunia Isaka 1072/1150 Masehi. Sedangkan nama Sri Ragajaya tidak muncul dalam purana manapun, Dalam kamus Jawa Kuna (Zoetmulder, 1994:899), kata raga artinya warna merah, Warna merah identik dengan warna Api atau Gni. Dari analisis ini raja Sri Ragajaya adalah nama lain dari Sri Gnijaya, raja ini banyak menjadi titik awal dalam penulisan piagem, purana, babad, prakempa, pamancangah lainnya yang ada di Bali masa kini.
Demikian pula setelah Raja Sri Aji Hungsu berkuasa muncul nama Sri Walaprabhu yang menggantikannya. Raja Walaprabhu mengeluarkan tiga prasasti yang disebut Prasasti Babahan, Klandis, Babi A, menjadi raja Bali tahun 1079-1088 Masehi (Semadi Astra, 1977:21).
Dalam purana, raja Sri Walaprabhu tidak muncul nama itu, yang muncul menggantikan Sri Aji Hungsu adalah Sri Sakalindu Kirana, anak dari Sri Aji Hungsu yang beribu bangsawan. Hanya satu prasasti yang dikeluarkan raja Sri Sakalindu Kirana yang disebut prasasti Pengotan, Isaka 1010/1088 Masehi. Padahal dalam Purana Bali Dwipa, Purana Pura Pucak Bukit Gede, Raja Sri Sakalindu Kirana berkuasa selama 20 tahun dan digantikan oleh adiknya Sri Suradipa yang berkuasa selama 15 tahun.
Dengan demikian Walaprabhu diperkirakan seorang janda yang menjadi raja, kemungkinan setelah Sri Aji Hungsu meninggal, kemudian tapuk pemerintahan diganti oleh sang permaisuri yang seorang janda, maka disebut Waluprabu dalam buku Mengenal Pura Sad Kahyangan dan Kahyangan Jagat oleh Tim (2008:211) istri Sri Aji Hungsu disebut bhatari mandul di-pratista atau dicandikan di Pura Penulisan. Atau analisis lain, dalam Kamus Jawa Kuna, kata walaprabhu berasal dari bahasa sanskerta, dari urat kata wala dan prabhu. Wala artinya muda, kekanakan, tidak tumbuh atau belum berkembang penuh, muncul baru, tolol, junior. Prabhu artinya raja, Jadi walaprabhu artinya raja muda, raja junior. Dengan demikian setelah Sri Aji Hungsu meninggal tapuk pemerintahan digantikan oleh permaisuri bersama putri mahkota yang masih kecil, bersama-sama menjadi penguasa Bali pada era itu.
Tetapi kebalikkan dari purana ini yaitu dalam prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Aji Hungsu selalu menyebutkan, paduka haji anak wungsu kalih bhatari lumah ing burwan, bhatara lumah ing banu wka, artinya, raja Sri Aji Hungsu setiap mengeluarkan prasasti selalu mencantumkan almarhumah ibunya yang dicandikan di Buruwan, dan almarhumah ayah yang dicandikan di Banyu Wka. Sedangkan dalam purana tidak muncul nama Sri Aji Hungsu mengatasnamakan almarhum kedua orangtuanya yang dikebumikan di Bhurwan dan Banu Wka. Yang dicandikan di Buruwan adalah Ibunda Sri Mahendradatta dan di Banu Wka (Gunung Kawi) dicandikan ayahnda yaitu Sri Udayana.
Demikian pula dengan nama raja Sri Ajnadewi yang berkuasa setelah Sri Udayana. Hanya satu prasasti dikeluarkan oleh raja Sri Ajnadewi yang disebut prasasti Sembiran, tahun Isaka 938/1016 Masehi. Pertanyaannya siapakah Sri Ajnadewi? Di dalam Purana Bali Dwipa, Sri Udayana meninggal dunia Isaka 940/1018 Masehi, dicandikan di Banu Wka. Sri Ajnadewi tidak muncul dalam purana mana pun. Begitu pula dalam teks Purana Bali Dwipa, tertulis Sri Marakata berkuasa bersama-sama ibunya sebagai penguasa Bali pada era itu. Dalam Purana Pura Luhur Batukaru dijelaskan Raja Sri Marakata menjadi raja Bali Isaka 944/1022 Masehi.
Sedangkan dalam prasasti yang dikeluarkan tidak kelihatan bahwa raja Sri Marakata berkuasa bersama ibunya. Kalau boleh diartikan secara bebas, Sang Ajnadewi artinya seorang dewi yang mahir dalam bidang ilmu waskita. Dalam dongeng serat calonarang yang ada di Bali, permaisuri Sri Udayana yang bernama Sri Mahendratta Gunaprya Dharmapatni sering dihubungkan ahli dalam ilmu mistis. Raja ini dimakamkan di Buruwan, dikuburanya terlukis arca Durga Mahisasura Wardhini. Arca ini menguatkan dugaan orang bahwa Mahendradatta sebagai penganut ajaran-ajaran ilmu gaib dan Dewi Durgalah yang menganugrahinya kesaktian. Jadi Sri Ajnadewi nama lain dari Sri Mahendratta Gunapriya Dharmapatni.
Begitu pula Raja Patih Kebo Parud identik Sri Jayakatong adik kandung dari Sri Pasung Gerigis. Dalam prasasti Pengotan, tahun Caka 1218/1296 Masehi dan prasasti Sukawana, tahun Caka 1222/1300 Masehi, yang dikeluarkan oleh Raja Patih Makakasir Kebo Parud, berisikan persoalan Desa Kedisan dan Desa Sukawana yang terletak di perbatasan Balingkang.
Sedangkan menurut buku Negarakertagama dikatakan bahwa pada tahun 1284 raja Kertanegara telah menyerang Bali dan rajanya ditawan. Sayang sekali dalam buku Negara Kertagama tidak disebutkan SIAPA NAMA raja Bali itu.
Dalam Purana Bali Dwipa dijelaskan raja Kertanegara ‘INGIN’ mengusai Bali yang tatkala itu menjadi senapati Bali adalah Raja Patih Kebo Parud.
Dalam Piagem Dukuh Gamongan dijelaskan tahun Caka 1238/1318 Masehi, Sri Jayakatong sebagai penguasa di kerajaan Batahanar dan mendirikan Pura Gaduh, Blahbatuh. Setelah raja patih Sri Jaya Katong yang menjadi raja adalah Sri Taruna Jaya, Sri Masula-Masuli dan Sri Astasura Ratna Bumi Banten, raja akhir Bali Kuno.
Dari acuan di atas secara tegas menyebutkan yang menjadi pimpinan pemerintahan saat itu seorang Patih atau seorang Senapati bawahan raja yang mewakili dikeluarkannya prasasti tersebut. Dalam skema silsilah Sri Karang Buncing bahwa Raja Patih Kebo Parud menjadi pucuk pimpinan setelah raja Sri Indracakru yang disebut juga Sri Sidhimatra, nama sama dengan sang ayah setelah menjalani hidup suci. Raja Sri Indracakru menggantikan kakaknya yaitu Sri Dewa Lancana. Raja Sri Indracakru satu pun tidak ada mengeluarkan prasasti pada zamannya. Dimana putra dari Sri Dewa Lencana yaitu Sri Taruna Jaya masih kecil yang semestinya menggantikan ayahnya.
Karena kesenangan Sri Indracakru (Sri Sidhimantra) melakukan hidup suci mengikuti jejak para leluhur sebelumnya. Untuk menjalani roda pemerintahan diwakili oleh putranya yang nomor dua yaitu Rajapatih Kebo Parud. Tatkala menduduki tapuk pemerintahan diberi gelar Raja Patih Makakasir Kebo Parud. Setelah Sri Taruna Jaya cukup umur untuk menjadi raja maka raja muda Kebo Parud melakukan hidup suci berganti nama menjadi Sri Jaya Katong dengan mendirikan Pura Gaduh di Blahbatuh. Sri Jaya Katong merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan baru yang disebut Batahanar artinya istana baru, dimana sebelumnya kerajaan Bali Kuno masih berada di Bali Utara, disebut kerajaan Singamandawa, sekarang menjadi nama kota Singaraja.
Perkembangan selanjutnya pusat kerajaan menyebar ke selatan daerah Pejeng, Bedulu dan Blahbatuh. Argumentasi lain pada era Kebo Parud muncul nama Kebo Iwa merupakan cucu kandung dari Sri Jaya Katong. Jadi Kebo Parud bukan seorang patih dari Jawa. Dimana beberapa penekun sastra menafsirkan Kebo Parud seorang patih dari kerajaan Singosari. Yang dipengaruhi oleh Kerajaan Singasari terhadap Bali adalah penyebaran paham baru yang disebut agama Bhairawa. Peninggalan paham Bhairawa sangat kentara pada masa kini dengan adanya peninggalan Patung Bhima di Pura Kebo Edan, Pejeng dan Patung Arca Pangulu (patung kepala) di Pura Puseh Gaduh, Blahbatuh dan beberapa tinggalan lain yang tersebar di wilayah Gianyar. Dalam Piagem Dukuh Gamongan disebutkan Arca Pangulu maka lingganira hyang wawudateng artinya patung kepala merupakan simbol suci tuhan ajaran baru era itu.
Begitu pula dengan nama Sri Taruna Jaya identik dengan Sri Jayasunu. Catatan prasasti tembaga di Banjar Srokodan, Perbekel Abuan, Susut, Bangli, dialih aksara dan diterjemahkan oleh Putu Budiastra, disebut prasasti Srokodan (Bhatara Guru), satu-satunya prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Taruna Jaya, tahun Isaka 1246/1324 Masehi untuk desa Hyang Putih dan sekitarnya.
Tetapi dalam Piagem Dukuh Gamongan, Sri Dewa Lancana menurunkan putra Sri Taruna Jaya. Tidak muncul Sri Taruna Jaya menurunkan putra buncing (kembar laki perempuan) Sri Masula dan Sri Masuli. Dalam Purana Bali Dwipa muncul Sri Jayasunu mempunyai putra buncing bernama Sri Masula dan Sri Masuli setelah menjadi raja diberi gelar Sri Bhatara Mahaguru Dharmotungga Warmadewa, gelar ini identik dalam prasasti Tumbu Isaka 1247/1325 Masehi.
Tetapi Sri Jayasunu satupun tidak ada mengeluarkan prasasti sebagai mana raja yang lain. Sedangkan dalam salinan lontar Aji Murti Siwasasana ning Bwana Rwa, milik Desa Pakraman Gamongan, muncul nama Sri Jayasunu yang mengeluarkan pedoman itu disaat rapat besar di Majapahit. Dan beberapa purana lain muncul nama Sri Jayasunu yang menjadi pedoman awal dalam penulisan.
Salinan lontar Aji Murti Siwa Sasana dan Purana Bali Dwipa tersebut diatas tidak secara tegas tahun berapa naskah itu ditulis, siapa yang dimaksud dengan Sri Jayasunu? Siapakah orang tua Sri Jayasunu? Kamus Jawa Kuna, oleh P.J. Zoetmulder (1994:1147), sunu artinya putra, anak, keturunan. Jadi Sri Jayasunu artinya raja keturunan Jaya. Tidak terdapatnya prasasti-prasasti Bali yang dikeluarkan oleh raja Sri Jayasunu, membuat kekaburan perjalanan sejarah keturunan raja-raja Bali-Kuno. Yang dimaksud keturunan Jayasunu (turunan jaya) disini adalah turunan dari Sri Jaya Sakti nama lain Sri Gnijaya Sakti yang menjadi raja Bali pada tahun Isaka 1041/1119 Masehi, yang menurunkan 5 putra. Putra ke dua dari Sri Jaya Sakti bernama Sri Maha Sidhimantradewa, menurunkan putra bernama Sri Dewa Lancana, menurunkan putra Sri Taruna Jaya. Dengan demikian Sri Taruna Jaya adalah turunan Jaya juga, tiga generasi setelah Sri Jaya Sakti. Dari analisis ini Sri Jayasunu adalah turunan Jaya versi purana, identik dengan Sri Taruna Jaya turunan Jaya versi Prasasti Srokodan dan Piagem Dukuh Gamongan.
Begitu pula dengan keberadaan Sri Batu Ireng identik dengan Sri Astasura Ratna Bumi Banten, raja Bali tahun 1337 Masehi. Dalam prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Bali Kuno, satu pun tidak tercatat nama raja Sri Batu Ireng. Setelah menjadi raja diberi gelar Sri Astasura Ratna Bumi Banten
Demikian juga dengan Sri Kebo Iwa dan Sri Karang Buncing. Dalam mitologi yang dikenal masyarakat Bali hingga kini, Kebo Iwa adalah seorang patih sakti pada masa akhir Bali-Kuno. Ia digambarkan seorang lelaki bertubuh besar, tinggi, gagah perkasa serta sakti. Kebo Iwa disebut-sebut bertempat tinggal di Blahbatuh, sebelah baratdaya kota Gianyar. Selain sebagai patih sakti, Kebo Iwa dikenal juga sebagai seorang arsitek (undagi). Banyak bangunan-bangunan kuno sebagai hasil karyanya. Tetapi dalam prasasti yang dikeluarkan Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten, satu pun tidak muncul nama Kebo Iwa sebagai mahapatih kerajaan Batahanar dan kisah kehidupannya.
Secara administratif, dalam Prasasti Langgahan, Isaka 1259/1337 Masehi, yang dikeluarkan oleh Raja Sri Astasura Ratna Bumi Bant¬en, terdapat beberapa senapati (mahapatih) kerajaan yang menyak¬sikan dikeluarkannya prasasti di kala itu, antara lain, senapati ku¬turan makakasir mabasa sinom (sang mahapatih di wilayah kuturan bernama makakasir mabasa sinom), sang senapati sarbwa makakasir candri lengis, sang senapati wrasanten makakasir jagatrang, sang se¬napati dinganga makakasir gagak lpas, dan beberapa senapati lainnya.
Kebo Iwa hanyalah sebagai penjaga pos keamanan untuk daerah Batahanyar dan Blahbatuh, Ki Tambyak penjaga pos keamanan di Jimbaran, Ki Bwahan di Batur, Si Tunjung Tutur di Tenganan, Ki Pasung Grigis di Tengkulak, serta para ksatria lainnya yang menyebar di jagat Bali. Sedangkan dalam purana, prakempa, babad, pamancangah, lainnya Kebo Iwa adalah mahapatih kerajaan Badhahulu. Sedangkan dalam Purana Pura Luhur Pucak Padang Dawa, Kebo Iwa diberi sebutan bhatara amurbeng rat, dewa gede kebo iwa, bhatara gede sakti, bhatara guru, dan sebagainya.
Demikian juga dengan Sri Karang Buncing, karena nyineb wangsa (menutup asal usul), sehingga dalam kehidupan sosial di masyarakat ada menyebut, arya karang buncing, gusti karang buncing, prabali karang buncing, pasek karang buncing, sri arya karang buncing, karang gaduh, bendesa karang buncing, arya kedi dan soroh karang lainnya.
Munculnya perbedaan identitas tersebut berdasarkan guna karma, tugas dan fungsi keturunan beliau saat itu. Tatkala keturunannya menjabat sebagai kepala desa, bendesa karang buncing sebutannya. Tatkala keturunannya mendapat tugas pemerintahan Dalem (Majapahit), arya karang buncing sebutannya. Sedangkan keturunan yang berasal dari pertapa raja raja Bali Kuno di Desa Gamongan, persebaranya warga dukuh sebutannya. Tatkala ada pengelompokan dalam penulisan babad antara nak jawa dan nak bali atau keturunan berasal dari Jawa dan orang Bali, prabali karang buncing disebutnya. Jika keturunannya mamarekan (mengabdi) di keluarga dalem atau yang berkasta lebih tinggi, pasek karang buncing disebutnya, dan sebagainya. Sesungguhnya kata-kata Karang Buncing yang berbeda itu berasal dari Sri Karang Buncing adik kandung Sri Kbo Iwa yang hidup pada masa peralihan pemerintahan Bali Kuno ke Majapahit. Beliau berdua adalah keturunan akhir raja-raja Bali Kuno dan misan mindon (sepupu) dengan Sri Astasura Ratna Bumi Banten. Disamping kesepakatan warga dalam Mahasaba, nama Sri Karang Buncing yang dipakai momentum oleh keturunannya masa kini di dalam mendekatkan diri kepada Hyang Kawitan (leluhur) dan Hyang Widhi/ Tuhan.
Sekilas dapat disimpulkan, bila penulisan awal sejarah Bali hanya bersumber dari prasasti prasasti yang dikeluarkan oleh raja yang bersangkutan, akan terlihat mereka berkuasa sangat pendek, ini terlihat berdasarkan awal dan akhir tahun prasasti yang dikeluarkan. Dalam prasasti tidak tertulis hubungan kekerabatan raja satu dengan raja yang lainnya, dan tidak kelihatan kisah kehidupan mereka. Sedangkan dalam purana kadang-kadang mereka berkuasa melebihi dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan, serta asal asul dan kisah peristiwa yang terjadi kepadanya sangat jelas. Sedangkan apabila hanya purana, piagem, babad, prakempa, pemancangah yang dipakai pedoman dalam penulisan awal sejarah Bali tanpa didukung data sejarah yang dikeluarkan pada zaman orangnya sendiri maka teks itu akan mengambang dalam arti masih diragukan kebenarannya. Hanya orang-orang penting yang berkuasa pada zamannya akan tercatat dalam buku sejarah Bali.
Sri Kebo Iwa dan Sri Karang Buncing banyak mempunyai nama samar, tergantung masyarakat hendak menggambarkan beliau itu dari sisi yang mana, apakah kisah kehidupannya mau dimitoskan, dilecehkan, dipolitisir, dibudayakan, disucikan, atau dihilangkan dan sebagainya, tentunya akan berdampak mendoktrin pikiran generasi selanjutnya tentang perjalanan sejarah Bali.
Runutan nama raja yang berkuasa di Bali, bersumber dari Prasasti, Purana, Piagem, Babad, Prakempa dan Pamancangah lainnya, adalah sebagai berikut:
1. Sri Kesari Warmadewa (isaka 804-837)
2. Sri Ugrasena (isaka 837-864).
3. Sri Haji Tabanendra Warmadewa (877-889).
4. Sri Jaya Singa Warmadewa (isaka 892).
5. Sri Janasadhu Warmadewa (isaka 897).
6. Sri Maharaja Cri Wijaya Mahadewi (isaka 905).
7. Sri Dharmodayana + Mahendradata (isaka 911-933).
8. Sri Sang Ajnadewi (isaka 938).
9. Sri Wardana Marakata (isaka 944-948).
10. Sri Haji Hungsu (isaka 971-999).
11. Sri Walaprabu (isaka 1001-1010).
12. Sri Sakalindu Kirana (isaka 1010-1023).
13. Sri Suradhipa (isaka 1024-1041).
14. Sri Jaya Sakti (isaka 1055-1072).
15. Sri Gnijaya (isaka 1072-1077).
16. Sri Ragajaya (isaka 1077-1099).
17. Sri Maharaja Haji Jaya Pangus (isaka 1099-1103).
18. Sri Hekajaya Lancana (isaka 1103-1122).
19. Sri Adi Kuti Ketana (isaka 1122-1126).
20. Sri Adi Dewa Lancana (isaka 1126-1172).
21. Sri Indra Cakru (isaka 1172).
22. Rajapatih Kebo Parud (1206-1222).
23. Rajapatih Sri Jaya Katong (isaka 1222-1238).
24. Sri Taruna Jaya (isaka 1238-1246).
25. Sri Masula-Masuli (isaka1246-1250).
26. Sri Astasura Ratna Bumi Banten (isaka 1259-1265).
27. Sri Karang Buncing (isaka 1246/ 1324M).
28. Sri Wijaya Rajasa (isaka 1306/ 1384M).
29. Sri Kresna Kepakisan Baturenggong (isaka1407/1485M).
Apakah bisa tityang nunas silsilah kerajaan singamandawa?
Lebih lengkap kiri atas kolom.BUKU sami menu dapur ada disini klik www.srikangbuncing.com ,,
@@watukembar ga bisa dibuka niki link
Coba buka lwt google jro
Apa kerauhan sesuai dengan ajaran Weda...apakah bisa dipertanggung jawabkan?
Sal ngaku hindu di bali acuan Panca Srada butir ke 2 hindu percaya dgn adanya Atman, Roh, jiwa, spirit, atom dll ,, jgn kan ketemu dgn sang pencipta alam semesta yg diaebut tuhan god allah hyang widhi dan apapun sebutanNYA suatu kemustahilan ,, maka dipakai metode yg ke dua yaitu percaya adanya ROH asal kata RAUH huruf A+U=O jd Rauh = Roh ,, coba baca ulang ulasan ttg Kerauhan dibawah video jik 😂😂
Kalau jik asal majapahit jawa jelas tdk ada konsep kerauhan 😂😂
Tanpa ada kerauhan di bali ini habis ,, artinya pratima wakul daksina yg disembah umat hindu bali tanpa isi ,, itulah bali masih terikat dgn ruh Alam sekitar sbg media kpd sang pencipta alam yg disebut tuhan hyang widhi allah dan apapun sebutaNYA ,, Bagai manusia tanpa jiwa roh adalah MATI alias tidur di setra TI 😂😂
Tiang tidak yakin ,roh2 manusia bisa rauh di pure pucak penulisan,karena disana bersentana dewa2 alam atas,
Baca ulasan dumun jero ,, kerauhan akan terjadi apabila Tempat, Upakara, Waktu dan Sadeg (mediator) harus PAS di luar itu msh tanda tanya ,,
Maukah pk eksion di kuta nusuk mata, buka kelapa dgn mulut, satu bendel dupa hidup masuk kolongan dan biarkan bbrp menit ,, tyg siap byr 10 juta ,, #JANJI
ATAU silahkan datang ke pura Pengerebongan kesiman denpasar dan sebutkan bahwa orang kerauhan itu #ngae_ngae janji kasi upah 5 jt dibayar Tunai ,, ngiring TTD Kontrak ,, monggo 🙏🏽🙏🏽
Ila_Ila dahat #Ngae_Ngae kerauhan di ajeng pura jagat ,, nyawa taruhan nya puak ,,
Pak juari ngae ngae kerauhan di pura pucak penulisan?? Tyg kasi upah 5 juta dibayar kontan ,, tolong videokan ,, colek @Watukembar Deglung 🙏🏽🙏🏽
Bpk2 yg pertama ucap beliau bkn sangsekerta tapi bhs betara tdk bisa ngerti bila tdk sering latih utk tau arti nya bila yg jadi pengabih jero nya ..
Betara dan betari cina tdk pernah pakai bhs sangsekerta dan sri jaya pangus bhs beliau bali age atau bhs melayu ..
Damuh damuhe jani..nyewek...mabuk kepayangm.yan baang ngisi jagad usak gumine..ratu kawitan???
Mangkin kuta jimbaran akeh alit2 pun ngayah kerauhan tanda Ruh alam msh menyatu dgn kehidupan org bali ,, jika sampun dijumput dados sadeg patih biasanya tak berani sembarangan ngewek mabuk dan hidup semaunya ,, salah langkah akan kerauhan atau kesakitan sebab yg tdk kasat mata kan selalu mengawasi nya ,, syukur kerauhan masih eksis di bali ,, rahayu 🙏🏽🙏🏽
Bahasa manusia....bukan dewa...
Uluk2
Mau aksion ngurek mata dgn keris ,, buka kelapa dgn mulut ,, masuk dupa hudup satu bendel ke kolongan di kuta tyg siapakan upah 15 juta ?
Baca pelan ulasan ttg kerauhan ,, anda nak bali kewala hindu hare krisna atau sai baba aoo 😂😂
Pantesan ,, jawab tantangan sy ,, atau datang ke kuta jimbaran pengrebongan dll tmp nak kerauhan berani kah anda sebut ULUK ULUKA ,, mai
Kerauhan akan terjadi apabila Tempat, Upakara, Waktu dan Sadeg harus PAS
Jawab tantangan sy ,, siap 15 juta 👍👍
Sy tunggu jawaban anda 10 menit bila tdk jawab artinyan anda Bungut Gebuh ,, moga Ruh alam bali membaca tulisan ini 👍👍
Ini kerauhan ajeng gedong pura penulisan kintamani ,, bani kah anda rekayasa ngae uluk uluk ajeng pura pucak penulisan ,, nambah upah malih 2 juta mas
kok bahasanya menggunakan Bahasa BALI? jaman Jayapangus menggunakan BAHASA BALI KUNO
Bhs ada 5 klompok sesuai Panca yadnya yaitu bhs Dewa yaitu Weda ,, bhs Resi adalah Mantram, bhs Manusa adalah bhs lokal setempat, bhs Pitra yaitu Kidung pupuj gaguritan bhs pengiring pengayah pura sekitar dan bhs Bhuta yaitu sesuai bhs binatang yg hidup sekitar ,,
Lalu kalo pake bhs hewan apakah anda mengerti ?? 😂😂
Kalau dikasi bhs dewa yaitu weda kita tdk akan ngerti maka dikasi bhs manusia ,, roh itu bebas ruang dan waktu ,, jika mediator orang islam beliau akan paka bhs arab ,, bhs tumbuhan pun ngerti roh tsb ,,
Sy Pernah nyaksikan mediator org muslim ,, lalu si mimin sebut kebo iwa telah masuk islam ,, di alam sana sy kira tdk ditanya agama mu apa? 😂😂
Sekarang sy tanya ,, kasi contoh bahasa Bali kuno yg mana jero ?? 🙏🏽