SOE HOK GIE ; Mati Muda adalah Nasib Terbaik, Berbahagialah Dalam Ketiadaanmu.

Поделиться
HTML-код
  • Опубликовано: 22 окт 2024

Комментарии • 16

  • @okayonantara
    @okayonantara Год назад +4

    Lembah Mandalawangi

  • @jocelynaudreyputridavina
    @jocelynaudreyputridavina Год назад +7

    Dari masa ke masa, Indonesia selalu memiliki pentolan seorang aktivis di setiap zamannya. Mulai dari Orde Lama hingga Orde Baru. Nama yang cukup mentereng di jajaran tersebut adalah Soe Hok Gie, aktivis keturunan Tionghoa yang berkuliah di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia (UI) pada kurun waktu 1962-1969.
    Soe Hok Gie yang menjadi ikon idealisme bagi banyak kalangan muda--khususnya mahasiswa--lahir pada pada 17 Desember 1942 di Jakarta. Gie merupakan putra dari pasangan Soe Lie Pit dan Nio Hoe An. Sejak kecil Gie sudah dekat dengan dunia sastra. Ia berkaca pada sang ayah yang merupakan seorang novelis dan kegemarannya menyambangi perpustakaan sejak kecil.
    Gie sempat bersekolah di SMA Kolese Kanisius dan melanjutkannya di jurusan sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Selama berkuliah Gie menjadi mahasiswa yang kritis dengan kritik-kritik tajam yang dilayangkannya kepada pemerintah Orde Lama maupun Orde Baru. Tidak hanya itu, ia juga kerap mengkritik kawan-kawan mahasiswa-nya yang duduk di parlemen.
    “Bergabunglah dengan partai politik kalau mau berpolitik, jangan mencatut nama mahasiswa,” ujar Gie dalam suatu artikel berjudul “Setelah Tiga Tahun” yang termaktub dalam kumpulan tulisannya berjudul Zaman Peralihan. Kegeramannya terhadap hal tersebut, ia juga pernah mengirimkan seperangkat alat kosmetik kepada kawan-kawannya yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR). Gie memberikan pesan yang bernada satire kepada kawan-kawannya agar “para wakil mahasiswa yang tak kenal menyerah dan tak mengenal kompromi” bisa tampil lebih cantik lagi di muka penguasa.
    Tidak hanya mengkritik situasi politik di Indonesia pada masa Orde Lama yang menjalar ke kampus-kampus. Gie juga ikut mengkritik sistem pemerintahan Orde Baru ketika terjadi pembantaian massal anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Ini juga termasuk di dalam keresahan Gie yang ia tuangkan dalam catatan dan menjadi buku Catatan Seorang Demonstran dan Zaman Peralihan.
    Terkait hal ini peneliti asal Cornell University sekaligus sahabatnya, Ben Anderson mengungkapkan bahwa Soe Hok Gie juga mengkritik kebungkaman para tokoh intelektual asal Indonesia ketika terjadi pembantaian massal yang terjadi pada saat itu.
    Menukil Majalah Tempo edisi 10 Oktober 2016, "Saya ingat hanya seorang kolega muda yang begitu saya rindukan, Soe Hok Gie, memiliki keberanian itu, sejak 1967, untuk berbicara masalah ini," ujar Ben Anderson dalam kuliah umum di Jakarta, 4 Maret 1999.

  • @rafaelbimaoktaviano
    @rafaelbimaoktaviano Год назад +5

    Di puncak Gunung Semeru (Puncak Mahameru) pendaki disarankan untuk tidak menuju kawah Jonggring Saloko, juga dilarang mendaki dari sisi sebelah selatan, karena adanya gas beracun dan aliran lahar. Gas beracun ini dikenal dengan sebutan Wedhus Gembel (Bahasa Jawa yang berarti "kambing gimbal", yakni kambing yang berbulu seperti rambut gimbal) oleh penduduk setempat. Suhu dipuncak Mahameru berkisar 4 - 10 derajat Celsius, pada puncak musim kemarau minus 0 derajat Celsius, dan dijumpai kristal-kristal es. Cuaca sering berkabut terutama pada siang, sore dan malam hari. Angin bertiup kencang, pada bulan Desember - Januari sering ada badai.
    Terjadi letusan Wedus Gembel setiap 15-30 menit pada puncak gunung Semeru yang masih aktif. Pada November 1997, Gunung Semeru meletus sebanyak 2990 kali. Siang hari arah angin menuju puncak, untuk itu hindari datang siang hari di puncak, karena gas beracun dan letusan mengarah ke puncak.
    Letusan berupa asap putih, kelabu sampai hitam dengan tinggi letusan 300-800 meter. Material yang keluar pada setiap letusan berupa abu, pasir, kerikil, bahkan batu-batu panas menyala yang sangat berbahaya apabila pendaki terlalu dekat. Pada awal tahun 1994 lahar panas mengaliri lereng selatan Gunung Semeru dan telah memakan beberapa korban jiwa, walaupun pemandangan sungai panas yang berkelok- kelok menuju ke laut ini menjadi tontonan yang sangat menarik.
    Erupsi pada awal Januari 2021 mengakibatkan penduduk 5 kecamatan di lereng Semeru; Kecamatan Candipuro, Kecamatan Pasrujambe, Kecamatan Senduro, Kecamatan Gucialit, dan Kecamatan Pasirian. Pihak PVMBG mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan beraktivitas dalam radius 1 km dari kawah puncak G. Semeru dan jarak 4 Km arah bukaan kawah di sektor selatan-tenggara, serta mewaspadai awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru. Radius dan jarak rekomendasi ini akan dievaluasi terus untuk antisipasi jika terjadi gejala perubahan ancaman bahaya.
    Soe Hok Gie, salah seorang tokoh aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, meninggal di Gunung Semeru pada tahun 1969 akibat menghirup asap beracun di Gunung Semeru. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis.

  • @jocelynaudreyputridavina
    @jocelynaudreyputridavina Год назад +4

    Pemuda keturunan China, yang dikenal sebagai aktivis dan penulis yang kritis pada dekade 1960-an. Gie - nama panggilannya - memiliki sikap hidup yang berbeda dengan orang kebanyakan. Ia merupakan orang yang jujur, lurus, tapi juga berani dalam bersikap.
    Sikapnya yang seperti itu membuatnya sulit diterima lingkungannya. Menjelang dewasa pergulatan Gie lebih rumit lagi. Di kampus, yang semestinya steril dari imbas pergulatan politik negara ternyata menjadi ajang trik dan intrik politik partai yang ada.

  • @adamrizalsa
    @adamrizalsa Год назад +4

    Soe Hok Gie, “Si China Kecil” yang Bahagia Mati Muda
    Semangat Soe Hok Gie tak pernah mati. Kematiannya saat mendaki ke puncak Semeru 16 Desember 1969 membuat sosoknya jadi legenda. Saat meninggal usianya 27 tahun kurang sehari. Para sahabat memanggilnya si china kecil.
    Soe Hok Gie menjadi simbol pemuda idealis yang menentang kemunafikan dan mereka yang oportunis. Para aktivis yang memilih tetap kritis daripada bermanis-manis kemudian jadi politikus di DPR.
    Buku harian Soe Hok Gie dicetak jadi buku berjudul Catatan Seorang Demonstran. Dicetak berulang kali dan jadi bacaan wajib aktivis mahasiswa sampai kini.
    Foto Gie dan kata-katanya dicetak jadi stiker, poster dan disablon di kaos-kaos. Dengan bangga orang-orang muda mengenakannya. Di saat orang muda kehilangan sosok pemuda yang bersih, antikorupsi dan cinta tanah air, mereka menemukan sosok itu pada Gie.
    Mungkin generasi kini muak dengan politikus muda yang tersangkut korupsi. Kesal lihat barisan orang muda penghuni tahanan KPK macam Anas urbaningrum, Nazaruddin, Angelina Sondakh atau mafia pajak Gayus Tambunan yang kelakuannya bikin geleng-geleng. Mereka rindu orang muda bersih yang tak korupsi.
    Soe Hok Gie ikut dalam pergerakan tahun 1965 bersama rekan-rekannya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI). Saat Soekarno tumbang, dia memilih tetap kritis pada pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto.
    Tulisan-tulisan Gie yang dikirim ke surat kabar mengkritik kebijakan di awal-awal Orde Baru. Dia melihat kenyataan pahit, teman-temannya sesama aktivis kini merapat pada penguasa. Mereka jadi wakil rakyat di DPRD atau mulai menempati posisi pada birokrasi.
    Gie menyindir mereka, dia mengirim bedak dan pupur agar teman-temannya bisa berdandan supaya lebih 'cantik' di depan penguasa. Dia pun dijauhi.
    "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan," Gie menyemangati dirinya.
    Soe Hok Gie juga yang pertama mempelopori Mapala FS UI. Dia rajin blusukan ke gunung bersama kawan-kawannya. Menurut Gie, patriotisme tak akan tumbuh hanya dengan mendengarkan pidato.
    Dia memang berdarah keturunan Tionghoa, tetapi mungkin lebih nasionalis daripada sebagian besar pribumi.
    "Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung."
    Soe Hok Gie mati muda seperti keinginannya. Gas beracun dari kawah Mahameru mengakhiri hidup Gie.
    Jenazah Soe Hok Gie dibawa dari Puncak Semeru dan dimakamkan di Tanah Abang I, Jakarta Pusat. Tahun 1975 pemakaman itu akan digusur. Jenazah Gie pun diangkat dan dikremasi. Abunya ditebar di Lembah Mandalawangi Pangrango.
    Tuhan mengabulkan keinginannya untuk mati muda.
    "Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

  • @prawiraputra
    @prawiraputra Год назад +5

    Politik identitas ini runyam. Tak pernah bisa selesai walaupun kakak Soe Hok Gie, yakni Soe Hok Djin, memilih substitusi nama menjadi Arief Budiman (aliran asimilasi). Atau, Gie tetap bertahan dengan nama Tionghoa-nya sebagaimana diperjuangkan Baperki.
    Soe Hok Gie cawe-cawe memikirkan soal ini lantaran perihal ini merupakan api dalam sekam. Sebagai mahasiswa sejarah yang tinggal di Jakarta, tentu dia tahu bagaimana impak dari politik identitas pukimak warisan langgeng kolonial ini.
    Suara Gie soal politik identitas di tahun politik akan memanas kembali di permukaan. Menyebut lawan politik sebagai “monyet”, “kadrun”, “cino”, “jawa”, “luar jawa” adalah politik identitas yang selalu menjadi bisul untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang selalu mencitrakan dirinya di brosur-brosur pariwisata sebagai negeri yang hidup dalam keberagaman tradisi, budaya, suku, adat istiadat, dan ras.

  • @bintangbagass
    @bintangbagass Год назад +4

    Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan salah satu karya Soe Hok Gie tentang pemberontakan PKI di Madiun ini dianyam sedemikian rupa seakan-akan kita membaca sebuah novel sejarah dramatis yang menegangkan. Tapi penulisnya cukup hati-hati untuk tetap bersikap objektif dalam analisisnya hingga fakta sebagai "suatu yang suci" dalam bangunan sejarah tetap ditempatkan dalam posisi yang terhormat.
    "Engkau tahu siapa saya? Saya Musso. Engkau baru kemarin jadi prajurit dan berani meminta supaya saya menyerah pada engkau. Lebih baik meninggal daripada menyerah, walaupun bagaimana saya tetap merah putih." Karena prajurit ini memang tidak bermaksud menembak mati Musso, ia lari ke desa di dekatnya. Sementara itu pasukan-pasukan bantuan di bawah Kapt. Sumadi telah datang. Musso bersembunyi di sebuah kamar mandi dan tetap menolak menyerah. Akhirnya ia ditembak mati. Mayatnya dibawa ke Ponorogo, dipertontonkan dan kemudian dibakar.
    Edisi pertama buku ini diterbitkan oleh Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta pada Januari 1997.

  • @rafaelbimaoktaviano
    @rafaelbimaoktaviano Год назад +5

    Saat kampus menjadi tempat yang membuat kepalanya panas, gunung menjadi tempat untuk mendinginkannya.
    Soe Hok Gie, mahasiswa dan aktivis tangguh pada era Presiden Soekarno dan Soeharto, merupakan sosok yang hobi mendaki gunung.
    Soe Hok Gie juga merupakan salah satu pendiri organisasi Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Indonesia (UI).
    Saat menyepi di gunung, Soe Hok Gie acap menulis puisi. Salah satu puisi yang diciptakannya di gunung berjudul "Mandalawangi-Pangrango" yang ditulisnya pada 19 Juli 1966.
    Namun, kecintaannya terhadap gunung jugalah yang mengantarkan Soe Hok Gie menemui ajalnya.
    Soe Hok Gie meninggal dunia di Gunung Semeru, Jawa Timur pada tanggal 16 Desember 1969. Tragisnya, Soe Hok Gie meninggal dunia jelang hari ulang tahunnya yang ke-27.
    Cerita Kematian Soe Hok Gie di Gunung Semeru Diliputi Misteri, Seolah Dia Tahu Akan Mati Muda..

  • @prawiraputra
    @prawiraputra Год назад +4

    Gunung Semeru atau Gunung Meru adalah sebuah gunung berapi kerucut di Jawa Timur, Indonesia. Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Gunung ini terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia kebawah Lempeng Eurasia. Gunung Semeru juga merupakan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Sumatra dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat.
    Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko.
    Gunung Semeru secara administratif termasuk dalam wilayah dua kabupaten, yakni Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Gunung ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Semeru mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Posisi geografis Semeru terletak antara 8°06' LS dan 112°55' BT.
    Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 m hingga akhir November 1973. Di sebelah selatan, kubah ini mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava mengarah ke sisi selatan meliputi daerah Pronojiwo dan Candipuro di Lumajang.
    Gunung ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Taman Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 hektar. Terdapat beberapa gunung di dalam Kaldera Gunung Tengger antara lain: Gunung Bromo (2.392 m); Gunung Batok (2.470 m); Gunung Kursi (2.581 m); Gunung Watangan (2.662 m); dan Gunung Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah danau (ranu): Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo dan Ranu Darungan.
    Flora yang berada di wilayah Gunung Semeru beraneka ragam jenisnya tetapi banyak didominir oleh pohon cemara, akasia, pinus, dan jenis Jamuju. Sedangkan untuk tumbuhan bawah didominasi oleh kirinyuh, alang-alang, tembelekan, harendong dan edelwiss putih. Edelwis juga banyak ditemukan di lereng-lereng menuju puncak Semeru. Terdapat pula spesies bunga anggrek endemik yang hidup di sekitar Gunung Semeru bagian selatan yakni Anggrek selop.
    Banyak fauna yang menghuni gunung Semeru antara lain: macan kumbang, budeng, luwak, kijang, kancil, dll. Sedangkan di Ranu Kumbolo terdapat belibis yang masih hidup liar.
    Orang Eropa pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet dan Winny Brigita (1838), seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda. Mereka menempuh jalur dari sebelah barat daya melalui Widodaren. Selanjutnya Junghuhn (1945), seorang ahli botani berkebangsaan Belanda, mendaki dari utara lewat gunung Ayek-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo. Pada tahun 1911, Van Gogh dan Heim melalui lereng utara dan setelah 1945 umumnya pendakian dilakukan lewat lereng utara melalui Ranu Pani dan Ranu Kumbolo hingga saat ini.

  • @rendithomas
    @rendithomas Год назад +5

    Fantasi anti komunis, dengan demikian, adalah peninggalan Perang Dunia 2 yang ada di gim-gim. Anehnya, para pembuat undang-undang di DPR hari ini yang usianya rata-rata belum bangkotan itu, justru memasukan fantasi Perang Dunia itu dalam produk legislasi yang mereka sebut dengan “undang-undang dekolonisasi”.

  • @okayonantara
    @okayonantara Год назад +5

    Di atas Pasifik atau Laut Teduh, demikian Soe Hok Gie menulis, dia sadar bahwa dunia tidaklah melulu terbagi antara blok komunis blok anti komunis. Tidak. Dunia ini tidak lagi terbelah hitam dan putih, melainkan kelabu. Dalam kelabu itulah kata Gie, dunia terbagi dalam warna yang mencolok: blok kaya dan blok miskin.
    Jadi, bukan blok paling Pancasila versus paling tidak Pancasila, melainkan blok “papi” dan blok “papah”.
    Dari dini sekali Soe Hok Gie sudah good bye atas kampanye anti komunis yang seakan-akan benar, tetapi mengaburkan fakta bahwa para bajingan politik itu hidup di blok-blok baru dengan pintu bertuliskan aksara jelas: orang miskin dilarang masuk.

  • @powerrangers8994
    @powerrangers8994 Год назад +2

    Surat-surat perlawanan Gie.
    Surat untuk Sahabat Gie.

  • @budisantosa859
    @budisantosa859 Год назад

    KREATIF

  • @zakariazein9585
    @zakariazein9585 Год назад

    SIMPATISAN "PKI" INI SDH RESMI "KELUAR" DARI "PDIP" YA. DIA TAU RUPANYA "KONSPIRASI" JAHAT DI TUBUH PDIP. BRAVO BG. BUDIMAN. S