NYEKAH / MEMUKUR, RANGKAIAN PROSESI NGABEN. DA KWANJI SEMPIDI

Поделиться
HTML-код
  • Опубликовано: 15 сен 2024
  • NYEKAH / MEMUKUR
    Dalam rangkaian upacara pengabenan di Bali, juga dikenal istilah Nyekah atau Mamukur.
    Upacara ini pun, menjadi satu di antara upacara yang penting dalam rangkaian upacara Yadnya.
    Mamukur adalah sebuah kata kerja berasal dari kata dasar 'bukur' yang mendapat awalan ma menjadi kata Mamukur. Kata bukur sendiri, berarti pintu surga.
    Lalu kata bukur ini, juga berarti bangunan kecil, yang atapnya bertingkat-tingkat dan digunakan pada upacara yang berhubungan dengan roh.
    "Sedangkan kata Mamukur berarti memasuki pintu surga. Atau dengan kata lain, merupakan upacara agar roh atau atman yang telah meninggal dapat memasuki alam surga atau alam kedewataan.
    Kemudian Nyekah berasal dari kata sekah, yang berarti bunga atau puspa. Sehingga sekah disebut juga Puspa Lingga. Sedangkan kata Puspa Lingga, berasal dari kata puspa atau bunga, yaitu benda yang dihormati dan disucikan.
    Kemudian kata lingga, yang berarti linggih atau tempat. Jadi kata Puspa Lingga atau sekah adalah tempat sesuatu yang disucikan (Pitara). Atau dengan kata lain sekah atau Puspa Lingga, adalah sebagai simbol sang pitara. simbol jenazah (pengawak) dari orang yang meninggal
    Dalam Agama Hindu, upacara Mamukur adalah upacara lanjutan dari upacara pengabenan yang merupakan bagian dari Pitra Yadnya.
    Serta sebelumnya telah dilaksanakan upacara Askara, yaitu upacara penyucian (inisiasi) atau pentasbihan (pendwijatian roh). Dari roh yang sebelumnya disebut preta kemudian diabhiseka (diubah) menjadi pitara.
    Sedangkan upacara Mamukur atau Nyekah, adalah upacara menyucikan pitara agar meningkat menjadi Dewa Pitara. Hal ini ditandai dengan upacara pengaskaran terhadap Puspa Lingga atau sekah.
    Serta dilanjutkan dengan upacara Murwa Daksina, yaitu menaikkan roh dari alam Bwah Loka menuju alam Swah Loka (surga).
    Maka sesungguhnya upacara Nyekah atau Mamukur adalah upacara untuk menyucikan pitara menjadi Dewa Pitara agar bisa menuju dan memasuki alam kedewataan (Swah Loka) atau alam surga.
    Roh yang disebut Dewa Pitara baru bisa dilinggihkan atau ditempatkan pada palinggih (sanggah) Kamulan dengan melaksanakan upacara ngelinggihan.

Комментарии •