Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala atas segala nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa nikmat Allah itu tidak pernah berhenti sebagaimana kehidupan kita, dimana bumi di pijak di sana ada nikmat الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Sebagaimana Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Rasul kita, Nabi kita Rasulullah ﷺ beserta para keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah berjalan dibawah naungan Sunnah beliau sampai Hari Kiamat kelak. Dan semoga Allah merahmati Al Imam An-Nawawi رحمه الله تَعَالَى beserta keluarganya dan seluruh ulama kita dan semoga Allah merahmati Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri حفظه الله dan seluruh team berserta keluarganya dan juga orang-orang yang beriman dan umat Muslim dimanapun mereka berada. Dan juga semoga Allah memberikan kekuatan dan ketabahan untuk kaum Muslimin dan Muslimat yang sedang terzhalimi di Palestina, di Uyghur dan di belahan Bumi lainnya, serta memberikan perlindungan kepada kita semua sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ. آمِيْنُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن. PART ONE Pembelajaran ke-3 hadits Ke-388 dari Abu Karimah al-Miqdad bin Ma'di Karib رضي الله عنه, di atas adalah sebagai berikut; Dan masih membahas hadits ke-9 yang Al Imam An-Nawawi رحمه الله تَعَالَى bawakan yaitu hadits dari Abu Karimah al-Miqdad bin Ma'di Karib رضي الله عنه, dari Nabi ﷺ beliau bersabda, « إِذَا أَحَبَّ الرَّجُلُ أَخَاهُ ، فَلْيُخْبِرْه أَنَّهُ يُحِبُّهُ » رواه أبو داود ، والترمذي وقال : حديثٌ حسنٌ “Apabila seseorang mencintai saudaranya (seagama), maka hendaklah memberitahukan kepadanya bahwa dia mencintainya” (HR. Abu Dawud & At-Tirmidzi mengatakan, "Hadits shahih”). Dan faedah terakhir dari hadits ini dijelaskan oleh sebagian para ulama bahwa seorang mukmin ketika mencintai saudaranya karena Iman dan karena الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan berusaha memperkuat dan mempererat hubungannya dengan saudaranya tersebut dan memperbesar rasa cintanya kepada sosok tersebut, maka itu adalah dalil semangat dia dalam menyempurnakan Imannya dan membersihkan hatinya. Jadi seorang mukmin apabila dia mencintai saudaranya karena Iman, karena الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى lalu dia tidak pasif atau berdiam diri begitu saja, tetapi dia berusaha memperkuat hubungan tersebut dan berusaha mempererat ikatan dia dan dia berusaha memperbesar rasa cintanya, jadi dia tidak berpuas diri dengan rasa cinta tetapi berusaha memperdalam cintanya kepada sosok tersebut dan tentu saja cinta karena Allah, maka itu dalil atau bukti semangat dia dalam menyempurnakan Imannya dan membersihkan hatinya. Makanya sebagian kalimat di tengah-tengah para ulama dinyatakan bahwa, ‘Seyogyanya bagi setiap orang yang mencintai kesempurnaan atau menginginkan kesempurnaan khususnya dalam masalah Iman, maka dia akan melatih dirinya untuk mencintai manusia dan membangun rasa cinta dengan manusia dan hangat serta lemah lembut dan menyayangi dengan manusia’. Jadi sebagian ulama mengatakan bahwa orang-orang yang perfeksionis khususnya di dalam masalah Iman dan ketaqwaan, sebenarnya ahli dunia pun demikian. Orang yang mau handal dalam berbisnis itu harus punya sisi ini, karena bisnis itu tentang manusia, kalau anda tidak mengenal manusia, anda tidak akan bisa berbisnis. Bagaimana anda membaca pasar, mengerti manusia, membaca selera atau kebutuhan masyarakat sehingga dia bisa membuat product yang tepat. Kita tahu bagaimana banyak program yang tepat dan legendaris itu karena kemampuan membaca pasar di sebuah negara. Dan membaca pasar adalah mengerti tentang manusia dan kita tahu semua tentang hal tersebut. Dan ini modal yang sangat besar yang harus dikuasai oleh seorang pebisnis. Dan sebelum hal ini diterapkan di dalam dunia bisnis dan seterusnya, ulama sudah bicara dengan konteks yang lebih dalam dan utuh, bukan hanya bicara tentang kesuksesan dunia, tetapi juga kesuksesan akhirat. Makanya ulama mengatakan, ‘Barangsiapa yang semangat membersihkan hatinya dan menyempurnakan imannya, maka dia bukan hanya mengerti manusia, tetapi dia harus mencintai. Dan dia harus ada rasa cinta dan rasa kasih sayang’. Dan mengerti saja di dalam Agama kita tidak cukup, karena kalau hanya mengerti dan memahami manusia, bisa jadi kita akan membuat sebuah product atau karya yang merugikan manusia, hanya karena ingin memanfaatkan kesenangan dan hasrat mereka. Tetapi kalau orang mencintai tidak, mereka akan berfikir tentang maslahat daripada hanya meraih keuntungan. Mereka akan berfikir tentang kebutuhan lebih penting daripada memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Dan kalau kita berbicara konteks yang lebih dalam dan utuh dan komprehensif maka ini berkaitan dengan Iman dan kebersihan hati. Karena kita tidak akan bisa membersihkan hati kita secara utuh kalau kita tidak bisa menyelami interaksi dengan manusia. Karena salah satu tujuan berinteraksi dengan orang, saudara dan seterusnya itu untuk menguji dan melatih ini semua. Makanya Allah ﷻ berfirman di dalam QS Al-Furqan: 20, وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا “Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat”. Dan ini real, orang tidak mungkin akan berhasil mencintai saudaranya karena Allah ﷻ, kalau tidak punya hati yang bersih. Orang tidak akan bisa mencintai saudaranya karena Allah ﷻ tanpa kepentingan dunia, pribadi, sikap oportunis, kecuali dia punya kualitas Iman yang tinggi dan hati yang bersih. Makanya ulama mengatakan, ‘Mencintai lalu membangun hubungan lalu perbesar rasa cinta itu bukti kita punya semangat menyempurnakan Iman kita dan memperbaiki dan juga membersihkan hati kita. Dan sebaliknya tidak tertarik dengan hal ini dan tidak mencintai dan tidak berusaha mencintai dan tidak berusaha membangun hubungan, apalagi memperbesar rasa cinta, maka itu menunjukan bahwa dia tidak punya hasrat untuk menyempurnakan Imannya and membersihkan hatinya’. Dan sebaliknya tidak tertarik dengan hal ini, tidak mencintai dan tidak berusaha mencintai dan tidak berusaha membangun hubungan, apalagi memperbesar rasa cinta, maka itu menunjukan bahwa dia tidak punya hasrat untuk menyempurnakan Imannya dan membersihkan hatinya dan dia akan cepat puas dengan apa yang dia punya sekarang dan dia tidak merasa butuh untuk memperbaiki Iman dan kebersihan hati. Dan orang seperti ini tidak punya semangat yang besar, karena memang terbukti, kenapa dikaitkan dengan Hirs atau semangat? Karena memang mencintai itu butuh semangat, kerja keras dan effort dan perjuangan juga pengorbanan. Makanya Sufyan ats-Tsauri رحمه الله تَعَالَى pernah menyampaikan bahwa, ‘Jika anda mencintai saudara anda karena Allah, maka berikan jiwa dan harta anda untuk dia’. Makanya kalau kita melihat ada orang yang mengatakan, ‘Aku mencintaimu karena Allah’, coba kita bisa lihat dia berani keluar uang atau tidak untuk menjaga hubungan ini? Dan bukan berarti kita mengharap orang memberikan uang ke kita, karena kalau hanya menclaim semua orang juga bisa, tetapi claim itu butuh bukti. Artinya berjalan secara natural, hubungan persahabatan, pertemanan dan kebersamaan itu akan menuntut setiap pihak untuk mengeluarkan harta dan jiwanya. Dan dia bisa berikan atau korbankan waktunya atau tidak? Kalau kita punya hubungan, tetapi tidak punya persahabatan dan pertemanan tetapi selama beberapa tahun ini dia tidak pernah mengeluarkan apapun dan cenderung memanfaatkan, maka dia bukan mencintai anda karena Allah. Mencintai orang karena Allah itu artinya memberi, bahkan bukan hanya memberi, tetapi mengeluarkan sesuatu, memperjuangkan dan mengorbankan. To be continued 1 of 2 part Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله تَعَالَى أعلم بالصواب اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ Barakallahu fikum… Jakarta, Kamis, 4 Jumada al-Akhir 1446 AH/5 December 2024 Ahida Muhsin
Alhamdulillah alladzi bini'matihi tatimush sholihaat Semoga Allah Ta'ala merahmati Imam Nawawi disana, memberikan beliau ketenangan dan kebahagiaan, dan untuk semua ulama ulama kita, Aamiin ya Rabb 🤲 Jazakumullahu Khayran wa Barakallahu Fiikum Ustadzuna dan Tim Semoga Allah Ta'ala, Al wadud, menanamkan benih cinta dalam hati kita, cinta yg murni, yg tulus, yang benar, yang halus, yang terus bertumbuh. Cinta kepada orang beriman, orang shalih, para ulama, para guru, kepada orang tua, keluarga, dan sesama manusia 🤲🤲🤲, Aamin
LAST PART Dan dalam bidang apapun demikian, artinya persahabatan tanpa di bangun di atas Iman saja demikian yaitu hanya hablum minannas, sahabat itu yang berdiri bersama kita ketika kita sedang terpuruk dan mengulurkan tangannya kepada kita di saat semua orang meninggalkan kita. Adapun orang yang duduk, tertawa dengan kita di saat kita di atas itu belum menunjukan bahwa dia sahabat kita, ketika bersama kita di saat kita sedang sukses atau hadir di acara-acara kita dimana kita yang mentraktir. Sahabat itu bisa di lihat ketika kita sedang sulit, berat, terpuruk lalu dia korbankan apa yang dia punya untuk kita, dia keluarkan tenaganya dan seterusnya, itu baru sahabat. Kalau itu sahabat tanpa peran Iman di sana, lalu bagaimana dengan sahabat yang di bangun di atas keImanan? Mungkinkah bisa di bangun di atas pijakan orang-orang yang oportunis? Tidak mungkin. Mungkinkah orang-orang yang mentalitasnya demanding, nuntut sana dan nuntut sini, dan dia tidak berani mengeluarkan uang atau mengeluarkan yang dia punya, berjuang dan berkorban? dan itu mustahil. Makanya ulama mengatakan, ‘Makanya itu bukti dia punya semangat dan dia mau berjuang untuk Imannya dan kebersihan hatinya’. Sebagaimana perkataan Sufyan ats-Tsauri رحمه الله تَعَالَى bahwa, ‘Jika anda mencintai saudara anda karena Allah, maka berikan jiwa dan harta anda untuk dia’. Makanya mari kita evaluasi lagi diri kita. Masih ingat hadits Abu Idris? Ketika Abu Idris رحمه الله تَعَالَى berkata ke Muadz Bin Jabal رضي الله تَعَالَى عنه, “Demi Allah, saya benar-benar mencintai Anda karena Allah’. Maka dia bertanya, 'Apakah demi Allah?' Saya menjawab, 'Demi Allah’. Maka dia bertanya, 'Apakah Demi Allah?' Saya menjawab, 'Demi Allah’. Maka beliau memegang pinggir kain selempangku dan menariknya kepadanya. Dia berkata, 'Bergembiralah, karena saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, 'Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, 'KecintaanKu pasti diperoleh oleh orang-orang yang saling mencintai karenaKu, saling berteman karenaKu, saling mengunjungi karenaKu, dan saling memberi karena-Ku'.". Artinya, kalimat itu penuh dengan konsekuensi dan konsekuensinya tidak mudah dan tidak seperti sebagian yang kita pikirkan dan bukan hanya mengumbar kalimat cinta. Sama dengan yang sedang kita bahas dalam hadits ini, “Apabila seseorang mencintai saudaranya (seagama), maka hendaklah memberitahukan kepadanya bahwa dia mencintainya”. Makanya ketika terjadi Baiat atau Janji Setia antara Nabi ﷺ dengan Kaum Anshor, lalu apa kata Nabi ﷺ, “Apakah kalian siap memperjuangkan saya, sebagaimana kalian memperjuangkan keluarga kalian? Dan saya akan pindah ke kota kalian dengan segala keuntungan”, lalu pointnya adalah, orang yang memperjuangkan keluarga itu dengan segala yang dia punya dan itu common sense. Dan dari sini bisa terlihat mana yang jujur dan mana yang tidak atau perhitungan atau mencari yang murah dan semua akan tersingkap pada waktunya, سَتُبْدِي لَكَ الأَيَّامُ مَا كُنْتَ جَاهِلاً “Akan datang kepadamu hari-hari dimana kamu merasa bodoh”. Hari itu yang akan menyingkap dimana hari ini menjadi misteri bagi kita, apakah teman atau sahabat kita itu jujur atau tidak?. Dinamika itu akan terjadi pada sebuah hubungan dan dinamika itu akan menyingkap siapa yang berani mengeluarkan hartanya, dirinya, memprioritaskan saudaranya, persahabatannya atau tidak? Mana yang tulus dan mana yang oportunis, mana yang aji mumpung dan mana yang tidak, mana yang berdiri bersama kita di saat duka dan mana yang berdiri bersama kita di saat suka. Dan semua akan di singkap oleh الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, kalau tidak di singkap di Dunia, maka akan di singkap di Akhirat. Allah berfirman, يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ “Pada hari dinampakkan segala rahasia” (QS At-Tariq: 9). Dan semua akan terungkap di Akhirat. Oleh karena itu tidak ada cara untuk menyembunyikan niat buruk dari Allah Tabaroka wa Ta’ala. Allah akan singkap kalau tidak di Dunia, maka nanti di Akhirat. Maka coba tanya diri kita, kalau kita mencintai seseorang karena Allah, beranikah kita memberi dan berkorban dan memperjuangkan hal tersebut? Dan bukan memanfaatkan atau bukan sebatas menerima dan menikmati apa yang diberikan kepada keluarga kita. Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله تَعَالَى أعلم بالصواب اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ Barakallahu fikum… Jakarta, Kamis, 4 Jumada al-Akhir 1446 AH/5 December 2024 Ahida Muhsin
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala atas segala nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa nikmat Allah itu tidak pernah berhenti sebagaimana kehidupan kita, dimana bumi di pijak di sana ada nikmat الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Sebagaimana Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Rasul kita, Nabi kita Rasulullah ﷺ beserta para keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah berjalan dibawah naungan Sunnah beliau sampai Hari Kiamat kelak. Dan semoga Allah merahmati Al Imam An-Nawawi رحمه الله تَعَالَى beserta keluarganya dan seluruh ulama kita dan semoga Allah merahmati Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri حفظه الله dan seluruh team berserta keluarganya dan juga orang-orang yang beriman dan umat Muslim dimanapun mereka berada. Dan juga semoga Allah memberikan kekuatan dan ketabahan untuk kaum Muslimin dan Muslimat yang sedang terzhalimi di Palestina, di Uyghur dan di belahan Bumi lainnya, serta memberikan perlindungan kepada kita semua sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ. آمِيْنُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن.
PART ONE
Pembelajaran ke-3 hadits Ke-388 dari Abu Karimah al-Miqdad bin Ma'di Karib رضي الله عنه, di atas adalah sebagai berikut;
Dan masih membahas hadits ke-9 yang Al Imam An-Nawawi رحمه الله تَعَالَى bawakan yaitu hadits dari Abu Karimah al-Miqdad bin Ma'di Karib رضي الله عنه, dari Nabi ﷺ beliau bersabda, « إِذَا أَحَبَّ الرَّجُلُ أَخَاهُ ، فَلْيُخْبِرْه أَنَّهُ يُحِبُّهُ » رواه أبو داود ، والترمذي وقال : حديثٌ حسنٌ “Apabila seseorang mencintai saudaranya (seagama), maka hendaklah memberitahukan kepadanya bahwa dia mencintainya” (HR. Abu Dawud & At-Tirmidzi mengatakan, "Hadits shahih”). Dan faedah terakhir dari hadits ini dijelaskan oleh sebagian para ulama bahwa seorang mukmin ketika mencintai saudaranya karena Iman dan karena الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan berusaha memperkuat dan mempererat hubungannya dengan saudaranya tersebut dan memperbesar rasa cintanya kepada sosok tersebut, maka itu adalah dalil semangat dia dalam menyempurnakan Imannya dan membersihkan hatinya. Jadi seorang mukmin apabila dia mencintai saudaranya karena Iman, karena الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى lalu dia tidak pasif atau berdiam diri begitu saja, tetapi dia berusaha memperkuat hubungan tersebut dan berusaha mempererat ikatan dia dan dia berusaha memperbesar rasa cintanya, jadi dia tidak berpuas diri dengan rasa cinta tetapi berusaha memperdalam cintanya kepada sosok tersebut dan tentu saja cinta karena Allah, maka itu dalil atau bukti semangat dia dalam menyempurnakan Imannya dan membersihkan hatinya.
Makanya sebagian kalimat di tengah-tengah para ulama dinyatakan bahwa, ‘Seyogyanya bagi setiap orang yang mencintai kesempurnaan atau menginginkan kesempurnaan khususnya dalam masalah Iman, maka dia akan melatih dirinya untuk mencintai manusia dan membangun rasa cinta dengan manusia dan hangat serta lemah lembut dan menyayangi dengan manusia’. Jadi sebagian ulama mengatakan bahwa orang-orang yang perfeksionis khususnya di dalam masalah Iman dan ketaqwaan, sebenarnya ahli dunia pun demikian. Orang yang mau handal dalam berbisnis itu harus punya sisi ini, karena bisnis itu tentang manusia, kalau anda tidak mengenal manusia, anda tidak akan bisa berbisnis. Bagaimana anda membaca pasar, mengerti manusia, membaca selera atau kebutuhan masyarakat sehingga dia bisa membuat product yang tepat. Kita tahu bagaimana banyak program yang tepat dan legendaris itu karena kemampuan membaca pasar di sebuah negara. Dan membaca pasar adalah mengerti tentang manusia dan kita tahu semua tentang hal tersebut. Dan ini modal yang sangat besar yang harus dikuasai oleh seorang pebisnis.
Dan sebelum hal ini diterapkan di dalam dunia bisnis dan seterusnya, ulama sudah bicara dengan konteks yang lebih dalam dan utuh, bukan hanya bicara tentang kesuksesan dunia, tetapi juga kesuksesan akhirat. Makanya ulama mengatakan, ‘Barangsiapa yang semangat membersihkan hatinya dan menyempurnakan imannya, maka dia bukan hanya mengerti manusia, tetapi dia harus mencintai. Dan dia harus ada rasa cinta dan rasa kasih sayang’. Dan mengerti saja di dalam Agama kita tidak cukup, karena kalau hanya mengerti dan memahami manusia, bisa jadi kita akan membuat sebuah product atau karya yang merugikan manusia, hanya karena ingin memanfaatkan kesenangan dan hasrat mereka. Tetapi kalau orang mencintai tidak, mereka akan berfikir tentang maslahat daripada hanya meraih keuntungan. Mereka akan berfikir tentang kebutuhan lebih penting daripada memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Dan kalau kita berbicara konteks yang lebih dalam dan utuh dan komprehensif maka ini berkaitan dengan Iman dan kebersihan hati. Karena kita tidak akan bisa membersihkan hati kita secara utuh kalau kita tidak bisa menyelami interaksi dengan manusia. Karena salah satu tujuan berinteraksi dengan orang, saudara dan seterusnya itu untuk menguji dan melatih ini semua. Makanya Allah ﷻ berfirman di dalam QS Al-Furqan: 20, وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا “Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat”. Dan ini real, orang tidak mungkin akan berhasil mencintai saudaranya karena Allah ﷻ, kalau tidak punya hati yang bersih. Orang tidak akan bisa mencintai saudaranya karena Allah ﷻ tanpa kepentingan dunia, pribadi, sikap oportunis, kecuali dia punya kualitas Iman yang tinggi dan hati yang bersih.
Makanya ulama mengatakan, ‘Mencintai lalu membangun hubungan lalu perbesar rasa cinta itu bukti kita punya semangat menyempurnakan Iman kita dan memperbaiki dan juga membersihkan hati kita. Dan sebaliknya tidak tertarik dengan hal ini dan tidak mencintai dan tidak berusaha mencintai dan tidak berusaha membangun hubungan, apalagi memperbesar rasa cinta, maka itu menunjukan bahwa dia tidak punya hasrat untuk menyempurnakan Imannya and membersihkan hatinya’. Dan sebaliknya tidak tertarik dengan hal ini, tidak mencintai dan tidak berusaha mencintai dan tidak berusaha membangun hubungan, apalagi memperbesar rasa cinta, maka itu menunjukan bahwa dia tidak punya hasrat untuk menyempurnakan Imannya dan membersihkan hatinya dan dia akan cepat puas dengan apa yang dia punya sekarang dan dia tidak merasa butuh untuk memperbaiki Iman dan kebersihan hati. Dan orang seperti ini tidak punya semangat yang besar, karena memang terbukti, kenapa dikaitkan dengan Hirs atau semangat? Karena memang mencintai itu butuh semangat, kerja keras dan effort dan perjuangan juga pengorbanan. Makanya Sufyan ats-Tsauri رحمه الله تَعَالَى pernah menyampaikan bahwa, ‘Jika anda mencintai saudara anda karena Allah, maka berikan jiwa dan harta anda untuk dia’. Makanya kalau kita melihat ada orang yang mengatakan, ‘Aku mencintaimu karena Allah’, coba kita bisa lihat dia berani keluar uang atau tidak untuk menjaga hubungan ini? Dan bukan berarti kita mengharap orang memberikan uang ke kita, karena kalau hanya menclaim semua orang juga bisa, tetapi claim itu butuh bukti. Artinya berjalan secara natural, hubungan persahabatan, pertemanan dan kebersamaan itu akan menuntut setiap pihak untuk mengeluarkan harta dan jiwanya. Dan dia bisa berikan atau korbankan waktunya atau tidak? Kalau kita punya hubungan, tetapi tidak punya persahabatan dan pertemanan tetapi selama beberapa tahun ini dia tidak pernah mengeluarkan apapun dan cenderung memanfaatkan, maka dia bukan mencintai anda karena Allah. Mencintai orang karena Allah itu artinya memberi, bahkan bukan hanya memberi, tetapi mengeluarkan sesuatu, memperjuangkan dan mengorbankan.
To be continued 1 of 2 part
Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله تَعَالَى أعلم بالصواب
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Barakallahu fikum…
Jakarta, Kamis, 4 Jumada al-Akhir 1446 AH/5 December 2024
Ahida Muhsin
Alhamdulillah alladzi bini'matihi tatimush sholihaat
Semoga Allah Ta'ala merahmati Imam Nawawi disana, memberikan beliau ketenangan dan kebahagiaan, dan untuk semua ulama ulama kita, Aamiin ya Rabb 🤲
Jazakumullahu Khayran wa Barakallahu Fiikum Ustadzuna dan Tim
Semoga Allah Ta'ala, Al wadud, menanamkan benih cinta dalam hati kita, cinta yg murni, yg tulus, yang benar, yang halus, yang terus bertumbuh. Cinta kepada orang beriman, orang shalih, para ulama, para guru, kepada orang tua, keluarga, dan sesama manusia 🤲🤲🤲, Aamin
Syukron Ustadz atas segala Ilmunya..semoga Allaah Tabaraka Ta’alla sll mnjga ulama2 kami, guru2 kami dn umat Muslim dimanapun berada..Aamiin..begitu rinci Ustadz menjelaskan Ilmu2nya Allaah dn para Ulama..masalah cinta sj hrs diutarakan dn diperjuangkan dgn harta dn jiwa raga..Barakallahhu Fiikum Ustadz semoga Allaah sll melembutkan hati2 kita dn damaikan hati2 kita..Aamiin Allaahumma Aamiin..
Ustad-ustad Salafi ini Berwibawa-wibawa banget
Terima kasih remindernya ustadz, izin repost konten-kontennya di sosmed🙏
jazakallah khair wabarakallahu fiikum ustadz
Masya Allah Tabarakallah
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات
اللهم إني أسألك علما نافعا وأعوذ بك من علم لا ينفع
جزاكم الله خيرا و بارك الله فيكم
💫🙏
Jazakumullah khair ,ustadz
Barakallahu fiikum
Alhamdulillah
LAST PART
Dan dalam bidang apapun demikian, artinya persahabatan tanpa di bangun di atas Iman saja demikian yaitu hanya hablum minannas, sahabat itu yang berdiri bersama kita ketika kita sedang terpuruk dan mengulurkan tangannya kepada kita di saat semua orang meninggalkan kita. Adapun orang yang duduk, tertawa dengan kita di saat kita di atas itu belum menunjukan bahwa dia sahabat kita, ketika bersama kita di saat kita sedang sukses atau hadir di acara-acara kita dimana kita yang mentraktir. Sahabat itu bisa di lihat ketika kita sedang sulit, berat, terpuruk lalu dia korbankan apa yang dia punya untuk kita, dia keluarkan tenaganya dan seterusnya, itu baru sahabat. Kalau itu sahabat tanpa peran Iman di sana, lalu bagaimana dengan sahabat yang di bangun di atas keImanan? Mungkinkah bisa di bangun di atas pijakan orang-orang yang oportunis? Tidak mungkin. Mungkinkah orang-orang yang mentalitasnya demanding, nuntut sana dan nuntut sini, dan dia tidak berani mengeluarkan uang atau mengeluarkan yang dia punya, berjuang dan berkorban? dan itu mustahil. Makanya ulama mengatakan, ‘Makanya itu bukti dia punya semangat dan dia mau berjuang untuk Imannya dan kebersihan hatinya’. Sebagaimana perkataan Sufyan ats-Tsauri رحمه الله تَعَالَى bahwa, ‘Jika anda mencintai saudara anda karena Allah, maka berikan jiwa dan harta anda untuk dia’.
Makanya mari kita evaluasi lagi diri kita. Masih ingat hadits Abu Idris? Ketika Abu Idris رحمه الله تَعَالَى berkata ke Muadz Bin Jabal رضي الله تَعَالَى عنه, “Demi Allah, saya benar-benar mencintai Anda karena Allah’. Maka dia bertanya, 'Apakah demi Allah?' Saya menjawab, 'Demi Allah’. Maka dia bertanya, 'Apakah Demi Allah?' Saya menjawab, 'Demi Allah’. Maka beliau memegang pinggir kain selempangku dan menariknya kepadanya. Dia berkata, 'Bergembiralah, karena saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, 'Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, 'KecintaanKu pasti diperoleh oleh orang-orang yang saling mencintai karenaKu, saling berteman karenaKu, saling mengunjungi karenaKu, dan saling memberi karena-Ku'.". Artinya, kalimat itu penuh dengan konsekuensi dan konsekuensinya tidak mudah dan tidak seperti sebagian yang kita pikirkan dan bukan hanya mengumbar kalimat cinta. Sama dengan yang sedang kita bahas dalam hadits ini, “Apabila seseorang mencintai saudaranya (seagama), maka hendaklah memberitahukan kepadanya bahwa dia mencintainya”. Makanya ketika terjadi Baiat atau Janji Setia antara Nabi ﷺ dengan Kaum Anshor, lalu apa kata Nabi ﷺ, “Apakah kalian siap memperjuangkan saya, sebagaimana kalian memperjuangkan keluarga kalian? Dan saya akan pindah ke kota kalian dengan segala keuntungan”, lalu pointnya adalah, orang yang memperjuangkan keluarga itu dengan segala yang dia punya dan itu common sense. Dan dari sini bisa terlihat mana yang jujur dan mana yang tidak atau perhitungan atau mencari yang murah dan semua akan tersingkap pada waktunya, سَتُبْدِي لَكَ الأَيَّامُ مَا كُنْتَ جَاهِلاً “Akan datang kepadamu hari-hari dimana kamu merasa bodoh”. Hari itu yang akan menyingkap dimana hari ini menjadi misteri bagi kita, apakah teman atau sahabat kita itu jujur atau tidak?. Dinamika itu akan terjadi pada sebuah hubungan dan dinamika itu akan menyingkap siapa yang berani mengeluarkan hartanya, dirinya, memprioritaskan saudaranya, persahabatannya atau tidak? Mana yang tulus dan mana yang oportunis, mana yang aji mumpung dan mana yang tidak, mana yang berdiri bersama kita di saat duka dan mana yang berdiri bersama kita di saat suka. Dan semua akan di singkap oleh الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, kalau tidak di singkap di Dunia, maka akan di singkap di Akhirat. Allah berfirman, يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ “Pada hari dinampakkan segala rahasia” (QS At-Tariq: 9). Dan semua akan terungkap di Akhirat.
Oleh karena itu tidak ada cara untuk menyembunyikan niat buruk dari Allah Tabaroka wa Ta’ala. Allah akan singkap kalau tidak di Dunia, maka nanti di Akhirat. Maka coba tanya diri kita, kalau kita mencintai seseorang karena Allah, beranikah kita memberi dan berkorban dan memperjuangkan hal tersebut? Dan bukan memanfaatkan atau bukan sebatas menerima dan menikmati apa yang diberikan kepada keluarga kita.
Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله تَعَالَى أعلم بالصواب
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Barakallahu fikum…
Jakarta, Kamis, 4 Jumada al-Akhir 1446 AH/5 December 2024
Ahida Muhsin
Alhamdulilah