sudah rewatch tapi belum sempat mengucap selamat. selamat, Selamat Merayakan Fana, Asa. semoga hidup dan matimu senantiasa Selamat. teruslah mencari makna hidup dan mati yang tak abadi. saya bukan orang yang begitu paham mengenai teknis film, hanya saja memang tertarik dengan sastra. meski tak begitu pandai pula merangkai kata, mencari makna yang tak berarti apa apa, dan tak ada apa apanya. namun, sepertinya di sini saya tidak ingin mengulas layaknya orang cerdas di luaran sana, pun juga tidak ingin memaki dengan umpatan atau memuji dengan puisi. sebut saja ini kejujuran nurani, begitu sampai di hati tak perlu ditanggapi. namun terlebih dahulu sudah saya tangisi. entah menangisi apa. hampa? bisa juga shout out untuk semua crew dan orang-orang yang berkontribusi. terima kasih telah menyajikan tontonan yang bukan sekadar dan alakadarnya. bermula dari tema yang sangat emosional dan intens. film ini terbilang ber(hasil) menggabungkan kekuatan kata dan konflik batin yang mendalam untuk menggali hubungan kompleks antara Asa dan ibunya. fokus utama cerita ini adalah puisi yang menjadi jendela untuk mengungkap rahasia gelap tentang ibu Asa, yang pada akhirnya membalikkan persepsi Asa tentang dunia dan orang yang paling ia cintai. transisi, puisi, karakter, emosi, ekspresi, sound, dan segala teknis lainnya sangat serasi dan amat bisa dinikmati. memanfaatkan kontras antara karantina, sebuah waktu yang biasanya dimanfaatkan untuk introspeksi atau isolasi, dan kenyataan pahit yang terungkap dari kata-kata yang ditulis Asa. penggunaan puisi sebagai alat untuk membuka luka yang tersembunyi mengingatkan kita pada kekuatan kata dalam menyampaikan rasa sakit yang mungkin sulit diungkapkan secara langsung. keputusan Asa untuk menghadapi kebenaran atau berpaling darinya adalah konflik emosional yang banyak dihadapi dalam kehidupan nyata, memberikan daya tarik yang mendalam. elemen kejutan dan twist yang mendalam tentang ibu Asa memberikan dimensi yang lebih gelap pada cerita ini, mengajak untuk tidak hanya merasakan perjalanan emosional Asa, tetapi juga mengonfrontasi konsep cinta, kehilangan, dan penerimaan. kekuatan film ini sepertinya terletak pada kemampuannya untuk membuat merasa sesak, seolah kita turut terperangkap dalam dilema Asa, mempertanyakan kembali definisi cinta dan kebenaran. konsep "kata-kata yang merobek hati" memberi kesan bahwa dialog dan narasi dalam film ini akan sangat mempengaruhi bagaimana penonton merasakan setiap emosi yang dieksplorasi. yang ingin saya highlight di sini adalah puisi-puisi karya orisinalnya yang amat saya sukai. itu saja. dan yang membuat saya menonton tidak cukup sekali yaitu bagian-bagian yang masih menjadi misteri dan teka-teki bagi saya. apa sebenarnya maksud kotak putih itu? sangat ikonik namun simbolis apa? ketika asa menerima nya pun kotak itu tak berisikan apa-apa di dalamnya. apakah memang disengaja untuk membuat penonton memaknai sendiri?
Bagaimana perasaan kalian, teman-teman?
Kerennn
sudah rewatch tapi belum sempat mengucap selamat. selamat, Selamat Merayakan Fana, Asa. semoga hidup dan matimu senantiasa Selamat. teruslah mencari makna hidup dan mati yang tak abadi.
saya bukan orang yang begitu paham mengenai teknis film, hanya saja memang tertarik dengan sastra. meski tak begitu pandai pula merangkai kata, mencari makna yang tak berarti apa apa, dan tak ada apa apanya. namun, sepertinya di sini saya tidak ingin mengulas layaknya orang cerdas di luaran sana, pun juga tidak ingin memaki dengan umpatan atau memuji dengan puisi. sebut saja ini kejujuran nurani, begitu sampai di hati tak perlu ditanggapi. namun terlebih dahulu sudah saya tangisi. entah menangisi apa. hampa? bisa juga
shout out untuk semua crew dan orang-orang yang berkontribusi. terima kasih telah menyajikan tontonan yang bukan sekadar dan alakadarnya.
bermula dari tema yang sangat emosional dan intens. film ini terbilang ber(hasil) menggabungkan kekuatan kata dan konflik batin yang mendalam untuk menggali hubungan kompleks antara Asa dan ibunya. fokus utama cerita ini adalah puisi yang menjadi jendela untuk mengungkap rahasia gelap tentang ibu Asa, yang pada akhirnya membalikkan persepsi Asa tentang dunia dan orang yang paling ia cintai. transisi, puisi, karakter, emosi, ekspresi, sound, dan segala teknis lainnya sangat serasi dan amat bisa dinikmati. memanfaatkan kontras antara karantina, sebuah waktu yang biasanya dimanfaatkan untuk introspeksi atau isolasi, dan kenyataan pahit yang terungkap dari kata-kata yang ditulis Asa. penggunaan puisi sebagai alat untuk membuka luka yang tersembunyi mengingatkan kita pada kekuatan kata dalam menyampaikan rasa sakit yang mungkin sulit diungkapkan secara langsung. keputusan Asa untuk menghadapi kebenaran atau berpaling darinya adalah konflik emosional yang banyak dihadapi dalam kehidupan nyata, memberikan daya tarik yang mendalam.
elemen kejutan dan twist yang mendalam tentang ibu Asa memberikan dimensi yang lebih gelap pada cerita ini, mengajak untuk tidak hanya merasakan perjalanan emosional Asa, tetapi juga mengonfrontasi konsep cinta, kehilangan, dan penerimaan.
kekuatan film ini sepertinya terletak pada kemampuannya untuk membuat merasa sesak, seolah kita turut terperangkap dalam dilema Asa, mempertanyakan kembali definisi cinta dan kebenaran. konsep "kata-kata yang merobek hati" memberi kesan bahwa dialog dan narasi dalam film ini akan sangat mempengaruhi bagaimana penonton merasakan setiap emosi yang dieksplorasi.
yang ingin saya highlight di sini adalah puisi-puisi karya orisinalnya yang amat saya sukai. itu saja. dan yang membuat saya menonton tidak cukup sekali yaitu bagian-bagian yang masih menjadi misteri dan teka-teki bagi saya. apa sebenarnya maksud kotak putih itu? sangat ikonik namun simbolis apa? ketika asa menerima nya pun kotak itu tak berisikan apa-apa di dalamnya. apakah memang disengaja untuk membuat penonton memaknai sendiri?
Dahsyat!
@@dendywahyu1493 Sekali lagi!