PERIHAL HADITS TENTANG SHOLAT SYURUQ - SYAIKH DR. ABUL HASAN ALI BIN JADULLAH

Поделиться
HTML-код
  • Опубликовано: 15 сен 2024

Комментарии • 6

  • @Yeni.journey
    @Yeni.journey 2 месяца назад

    Jazakallahukhair ya syeikh

    • @wisnuirwans1408
      @wisnuirwans1408 Месяц назад

      الدين النصيحة:
      MENANGGAPI PERNYATAAN DOKTOR ABUL HASAN ALI BIN JADULLAH Al MISHRIY YANG MENGINGKARI KEBERADAAN SHALAT ISYRAQ (SYURUQ)
      Bismillah
      Beberapa waktu lalu ada salah seorang da'i yang bergelar Doktor dalam ilmu hadits bernama Abul Hasan Ali bin Jadullah Al Mishriy, seorang da'i asal timur tengah yang belakang dikabarkan telah menjadi warga negara Indonesia dan menetap di provinsi riau, dimana da'i tersebut menyatakan secara terang-terangan di depan publik dan jema'ahnya bahwa sesungguhnya Shalat Isyraq (syuruq) itu tidak ada, dalam artian tidak pernah di amalkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya.
      Adapun di antara dasar dalil/argumentasi yang di jadikan pijakan oleh Dr Abul Hasan adalah hadits dari Shahabat Jabir bin Samurah Radhiyallahu Anhu yang diriwayatkan oleh imam Muslim dan lainya
      Dari Shahabat Jabir bin Samurah Radhiyallahu Anhu ia berkata,
      كانَ لا يَقُومُ مِن مُصَلَّاهُ الذي يُصَلِّي فيه الصُّبْحَ، أَوِ الغَدَاةَ، حتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ، وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ في أَمْرِ الجَاهِلِيَّةِ، فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.
      "Beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidak bangun dari tempat shalatnya setelah shalat shubuh atau pagi sampai terbitnya matahari. Jika matahari terbit beliau bangun. Sementara para Shahabat membicarakan peristiwa-peristiwa yang mereka alami ketika masih jahiliyah, lalu mereka tertawa dan beliau hanya tersenyum.”
      📚 HR: Imam Muslim
      Terkait hadits diatas DR. Abul Hasan berkomentar yang pada intinya di dalam hadits Shahabat Jabir tersebut tidak di jelaskan bahwa setelah matahari terbit Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan shalat isyraq (syuruq).
      Kemudian dasar dalil/argumentasi berikutnya yang di jadikan pijakan oleh DR. Abul Hasan untuk mengingkari adanya shalat isyraq (SYURUQ), dimana ia menyatakan bahwasanya seluruh hadits yang menjelaskan terkait keutamaan seseorang yang duduk berdzikir setelah shalat shubuh sampai terbitnya matahari dan kemudian melaksanakan shalat isyraq (syuruq) dua rakaat, seluruhnya berderajat lemah dan bahkan bathil. Sehingga tidak bisa dijadikan hujjah untuk mengamalkan shalat isyraq (syuruq).
      Adapun argumentasi terakhir Dr. Abul Hasan menyatakan bahwa shalat isyraq (syuruq) tidak sejalan dengan hadits yang menjelaskan terkait shalat awwabin yang mana di anjurkan untuk dilakukan setelah matahari mulai terik atau ketika unta unta mulai kepanasan.
      Tanggapan :
      Sejauh yang kami ketahui bahwasanya perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para Ulama' terkait permasalahan seputar Shalat isyraq (syuruq) bukanlah terkait ada atau tidaknya shalat tersebut. Akan tetapi perbedaan yang terjadi di kalangan para ulama hanya terkait masalah Shahih atau tidaknya hadits yang menjelaskan tentang keutamaan seseorang yang duduk berdzikir setelah sholat shubuh sampai matahari terbit lalu mengerjakan dua rakaat shalat isyraq. Maka dalam hal ini para Ulama' memang berbeda pendapat, ada sebagian ulama yang menilai dhaif dan ada pula sebagian Ulama yang menilai Hasan, hanya saja perbedaan pendapat tersebut in Syaa Allah masih masuk pada koridor atau ranah Khilaf Mu'tabar (perselisihan yang teranggap).
      Sehingga dalam konteks khilaf yang semacam ini (khilaf mu'tabar) masing masing pihak tentunya dituntut untuk saling menghargai pendapat yang di pilih oleh masing-masing pihak demi untuk mewujudkan adab yang baik di dalam berikhtilaf. Walaupun tentunya dalam perbedaan tersebut tentunya masih di perbolehkan untuk saling melakukan kritikan selama hal itu tidak sampai pada tahap saling mengilzamkan pendapat, saling memojokan, atau bahkan saling melakukan pengingkaran secara mutlak yang seolah ingin menunjukkan bahwa pendapat yang ia pilih adalah pendapat yang sudah pasti benar dan pendapat yang dipilih pihak lainnya adalah keliru.
      Kemudian perbedaan pendapat lainnya yang terjadi di kalangan para ulama terkait permasalahan seputar shalat isyraq (syuruq) tersebut adalah terkait apakah shalat isyraq termasuk bagian dari pada shalat Dhuha ataukah tidak.
      Dimana ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa shalat isyraq (Syuruq) berbeda dengan sholat Dhuha dan ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa shalat isyraq (syuruq) adalah termasuk bagian dari pada shalat Dhuha yang dikerjakan pada awal waktu sebagaimana pendapat ini yang di pilih oleh imam Ath Thibiy, Al Hakim, Al Haitamiy, Bin Baz, Shalih Utsaimin dan para Ulama selainya.
      Sehingga dari sini dapat di pahami bahwasanya pernyataan DR. Abul Hasan Ali bin Jadullah Al Mishriy yang secara terang-terangan mengingkari adanya shalat isyraq (syuruq) adalah merupakan pernyataan yang kontroversial dan cenderung serampangan yang pada akhirnya hanya membuat kebingungan serta keragu raguan di tengah tengah umat. Allahul Musta'an
      Dan selain dari pada itu, jika DR. Abul Hasan Ali bin Jadullah tersebut mengingkari adanya shalat isyraq (syuruq) hanya dengan bersandar kepada pendapat sebagian ulama yang mendhaifkan hadits terkait keutamaan seseorang yang duduk berdzikir setelah shalat shubuh sampai matahari terbit lalu mengerjakan dua shalat isyraq dan juga hadits dari Shahabat Jabir bin Samurah Radhiyallahu Anhu sebagaimana yang telah di sebutkan di awal serta hadits terkait shalat Awwabin. Maka tentunya sikap semacam itu adalah termasuk sikap yang kurang tepat, kurang bijak dan cenderung serampangan, mengingat masih terdapat dalil lainya yang secara tegas menjelaskan terkait adanya shalat isyraq (syuruq) tersebut.
      Dari Shahabat Ali Radhiyallahu anhu, beliau berkata,
      كان اذا اشرقت وارتفعت قام وصلى ركعتين واذا انبسطت الشمس وكانت في ربع النهار من جانب المشرق صلى اربعا" اخرجه الترمذي والنسائي وابن ماجه من حديث عل
      "Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam berdiri untuk Shalat dua rakaat ketika matahari terbit dan ketika matahari mulai menjulang tinggi (terik) dari arah timur, yaitu saat seperempat siang, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam kembali melakukan Shalat empat rakaat”
      📚HR. Imam Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah rahimahumullah, dan dinilai hasan oleh imam Tirmidzi dan hadits tersebut juga telah diverifikasi dan dicantumkan oleh imam Al Iraqiy rahimahullah dalam kitab Takhrij Al Ihya'.
      Dan selain dari pada itu terdapat pula atsar dari Shahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu yang dinilai Hasan oleh sebagian Ulama, di mana Shahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu pernah berkata,
      "Aku telah membaca antara dua sisi mushaf, aku tidaklah mengenal shalat Isyraq kecuali sesaat, yaitu firman Allah azza wa jalla :
      ( يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ) ، ثُمَّ قَالَ اِبْنُ عَبَّاسٍ : هَذِهِ صَلاَةُ الإِشْرَاقِ
      “Mereka pun bertasbih di waktu petang dan waktu isyraq.” (QS. Shaad: 18).
      Kemudian Shahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu berkata, “Ini adalah shalat Isyraq.”
      📚 HR. Imam Thabrani dan Hakim rahimahumullah.
      Adapun terkait hadits shalat Awwabin yang juga di jadikan dasar hujjah oleh DR. Abul Hasan untuk mengingkari adanya shalat isyraq (syuruq), maka hal itu tentunya menunjukkan akan kelemahan dirinya di dalam berhujjah. Hal ini mengingat bahwasanya hadits terkait shalat Awwabin tersebut pada dasarnya berbicara terkait masalah keutamaan, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah untuk mengingkari adanya shalat isyraq (syuruq). Karena secara global para ulama telah bersepakat bahwasanya waktu pelaksanaan shalat Dhuha itu sendiri bisa dilaksanakan sejak setelah terbitnya matahari, meskipun dalam hal ini tentunya lebih utama apabila dilaksanakan pada saat matahari telah terik atau ketika unta unta mulai kepanasan.
      Hanya saja yang perlu untuk digaris bawahi disini adalah bahwasanya kedua dalil tersebut (shalat isyraq dan sholat awwabin) pada dasarnya masih bisa untuk saling di kompromikan. Dimana seseorang bisa melaksanakan shalat isyraq sebanyak dua rakaat pada saat setelah terbitnya matahari dan kemudian setelah sinar matahari telah mulai terik (panas) mereka bisa kembali melaksakan sholat Dhuha/awwabin, sehingga dalam hal ini mereka bisa mendapatkan dua pahala berserta keutamaannya
      Wallahu ta'ala a'lam
      Kesimpulan
      Dengan dasar hujjah-hujjah yang telah kami sampaikan diatas maka sudah sepatutnya kaum muslimin meyakini bahwasanya amalan shalat isyraq (syuruq) tersebut memang benar adanya dan bersumber dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, hendaknya kaum muslim, khususnya bagi mereka yang tinggal di daerah Riau dan sekitarnya agar sekiranya berhati-hati dengan da'i yang suka serampangan dan kurang bijak di dalam menyikapi suatu permasalahan agama sebagaimana yang dilakukan oleh DR. Abul Hasan Ali bin Jadullah Al Mishriy Hadahullah tersebut.
      Wallahu ta'ala a'lam
      Ibnu Abdirrahman Hanif Indrapuriy

  • @rizkydermawan5389
    @rizkydermawan5389 8 месяцев назад +4

    Syukron Jazakallah khairan wa barakallah fikum

  • @salmanalfarisi7293
    @salmanalfarisi7293 5 месяцев назад

    MasyaAllah tabarakallah ❤
    Syukron jazakillahu Khairan ilmunya

  • @radarlampungtv
    @radarlampungtv 7 месяцев назад +1

    barakallahu fikkum