Btw next undang kak vidi dong biar dia cerita kelangsungan hidup dia sebagai penyanyi, hitung" buat ngingatin org klo dia itu emang penyanyi dan masih, bukan sebatas vidi podhub doang😂
Nonton ini pas bgt setelah bahasa Indonesia di nobatkan sebagai bahasa internasional juga 🎉🎉, semangat buat askaaa yokk bisa blajar bahasa Indonesia lagi semoga lebih baik lagi ... *#BanggaBerbahasaIndonesia
@@SangBintangKehidupan Gk prestasi itu mah kan baru lahir dah Penuh Kemewahan,.. Pinter Ngaji,jadi ustadz , berbuat baik kpda seluruh Masyarakat, jadi pemimpin yg adil kpd bawahan nya, itu baru inspiratif dan ber Prestasi... 😂😂
BAHASA PANGINYONGAN Sumber : Agung Jemblung Wawancara eksklusif dudu Ngapak tapi Ngapa Inyong Dudu Wong Ngapak NGAPAK semula digunakan orang (luar Banyumas) sebagai olok-olok atas cara bicara orang Banyumas. Sama halnya dengan ketika orang Malaysia menyebut orang Indonesia dengan sebutan Indon. Sukakah Anda? Tidak tersinggungkah Anda? Sementara orang yang memberi julukan itu tidak paham betul tentang Bahasa Banyumas. Betul bahwa lidah orang Banyumas adalah lidah cablaka yang tidak mengenal penghilangan atau penghalusan suku kata. Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan. Bapak tetap dibaca Bapak bukan Bapa’ dan seterusnya. Demikian juga dengan beberapa kosa kata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten Utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi). Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur. Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan. Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (na
Bahasa Jawa Mataraman(bandek) Dulu, pada akhir abad 16 berdirilah suatu kerajaan di Pulau Jawa bernama Kerajaan Mataram Islam. Kemudian, di masa kepemimpinan Sultan Agung yang kiranya berlangsung pada awal abad 17, diduga merubah banyak sekali pengaruh dalam kebudayaan Jawa kuno. Salah satunya yakni perubahan dialek bahasa. Bahasa Jawa kuno yang sebelumnya berakhiran “A” kemudian di masa Sultan Agung berubah menjadi “O”. Dan dialek ini pun akhirnya hampir digunakan oleh seluruh penduduk di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam waktu itu. Dan sekarang, dialek Mataraman ini masih digunakan di berbagai daerah. Bahkan, menurut saya dialek ini yang paling banyak dituturkan. Antara lain digunakan oleh masyarakat Karesidenan Kediri, Karesidenan Madiun, Kesultanan Yogyakarta dan sebagian Karesidenan Kedu. Karesidenan Kediri: Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Tuluangagung, dan Kabupaten Trenggalek. Karesidenan Madiun: Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Ponorogo. Kesultanan Yogyakarta: Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Bantul. Sebagian Karesidenan Kedu: Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Temanggung. Bahasa Jawa Banyumasan/panginyongan Dialek bahasa yang satu ini diduga merupakan Bahasa Jawa yang paling kuno. Karena setiap kalimat yang dituturkan selalu berakhiran konsonan “A”. Itu berbeda dengan dialek Bahasa Jawa lainnya yang cenderung berakhiran “O”. Dialek ini dituturkan oleh dua karesidenan. Anatara lain beberapa wilayah Karesidenan Pekalongan dan Karesidenan Banyumas. Meskipun dua karesidenan ini sama-sama menuturkan dialek banyumasan, namun ada sedikit perbedaan kosakata yang dituturkan oleh dua wilayah ini. Karesidenan Pekalongan: Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Pemalang. Karesidenan Banyumas: Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap. Kabupaten Kebumen dan Wonosobo yang merupakan bagian dari Karesidenan Kedu, juga sebagian daerahnya menggunakan dialek Bahasa Jawa Banyumasan. Bahasa Jawa Semarangan Dialek Bahasa Jawa yang satu ini dituturkan oleh masyarkat di sekitaran Karesidenan Semarang. Tentu logat yang dituturkan memiliki keunikan sendiri. Karesidenan Semarang: Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan. Bahasa Jawa Aneman Bahasa Jawa yang satu ini biasanya dituturkan oleh masyarakat di pesisir utara Pulau Jawa. Baik itu wilayah yang berada di Jawa tengah maupun yang bermukim di Jawa Timur. Dialek Bahasa Jawa Aneman digunakan di wilayah sebagai berikut: Jawa Timur: Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban. Jawa Tengah: Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Blora. Bahasa Jawa Arekan Sekarang kita beralih ke wilayah Jawa Timur. Di provinsi ini terdapat dialek bernama Arekan. Logat yang satu ini sangat kental dengan stigma Bahasa Jawa yang kasar. Dilaek yang satu ini dituturkan oleh dua Karesidenan. Yakni Karesidenan Surabaya dan sebagian Karesidenan Malang. Karesidenan Surabaya: Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, dan Kabupaten Jombang. Sebagian Karesidenan Malang: Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang. Bahasa Jawa Pandalungan Bahasa Jawa yang satu ini sangat unik. Pasalnya, dialeknya bercampur antara Bahasa Jawa dan Bahasa Madura. Penuturnya pun kebanyakan bermukim di sekitaran wilayah Tapal Kuda Wilayah Tapal Kuda: Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. (Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Problinggo juga termasuk) Sedangkan Kabupaten Problinggo yang harusnya masuk wilayah Karesidenan Malang, namun dialek yang digunakan penduduk setempat juga menuturkan Bahasa Jawa Pandalungan. Sedangkan untuk Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Pasuruan, beberapa kecamatannya menggunakan Bahasa Jawa Arekan dan sebagian lain menggunakan Bahasa Jawa Pandalungan. Bahasa Jawa Tengger Dialek yang satu ini menurut saya hampir mirip dengan Bahasa Jawa Banyumasan. Namun, dalam penuturannya memiliki perbedaan yang lumayan jauh di beberapa kosakata. Diduga, Bahasa Jawa Tengger juga merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Kuno. Itulah mengapa konsonan akhir kalimat yang diucapkan beberapa katanya juga berakhiran huruf “A”. Penutur logat yang satu ini biasanya bermukim di wilayah Pegunungan Bromo: Itu menyebar pada sebagian Kecamatan di: Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Probolinggo. Bahasa Jawa di Jawa Barat Meskipun provinsi ini bernama Jawa Barat, namun bahasa di wilayah ini cenderung menggunakan Bahasa Sunda. Ada beberapa wilayah di Jawa Barat yang hingga kini masih menggunakan Bahasa Jawa. Antara lain seperti di sebagian wilayah Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang. Bahasa di Timur Pulau Jawa Ada dua bahasa yang bukan termasuk Bahasa Jawa dan digunakan oleh orang-orang di Jawa Timur. Yakni Bahasa Madura dan Bahasa Osing. Menurut KH Agus Sunyoto, dalam Bahasa Madura terdapat banyak sekali kosakata Bahasa Kawi atau Bahasa Jawa Kuno. Namun, apabila Bahasa Madura didengarkan oleh orang-orang Jawa zaman sekarang, saya yakin banyak sekali orang Jawa yang tidak paham. Karena seperti yang saya katakan di atas, perubahan Bahasa Jawa yang diusung pada zaman Sultan Agung merubah segalanya. Ini sungguh menjadi misteri bagi saya pribadi hingga sekarang. Kebetulan saya lumayan paham dengan Bahasa Madura. Dan memang, beberapa kosakata bisa dikatakan mirip. Namun, hanya pelafalannya saja yang sangat jauh berbeda. Kemudian, ada Bahasa Osing. Beberapa menganggap bahwa Bahasa Suku Osing yang bermukim di Kabupaten Banyuwangi ini sama seperti Bahasa Jawa. Namun, sebagian orang-orang keturunan Kerajaan Blambangan ini menggangap bahwa Bahasa Osing/Using bukan merupakan Bahasa Jawa. Ya, mungkin itulah beberapa macam Bahasa Jawa yang saya ketahui. Intinya, setiap daerah memiliki keunikan masing-masing. Meskipun itu sama-sama Jawa, namun jangan heran apabila terdapat perbedaan dialek dan kosakata.
Azka nada, pliss bikin acara outbound semi militer dong buat kalangan anak muda SMP SMA dan artis, tentunya diawasi dan diarahkan langsung oleh militer, supaya lebih terasa kompetitif dibuat tim, kayanya bakal seru. Supaya anak muda tersalur energinya ke arah positif, lebih cinta tanah air dan nggak letoy. Undang perwakilan dari sekolah masing-masing, jangan lupa nyanyi Indonesia Rayanya juga. Ditunggu yaa huhuuy
Buat Nada, ngatain bahasa daerah suku lain "aneh" itu agak kurang sopan ya, meskipun mungkin spontan tapi semoga tidak diulangi. 🙂 Terus kenapa ya orang Jakarta kalau ke jateng bilangnga ke jawa 😂 Padahal jakarta juga di pulau jawa.
Saya suka dengerin Azka berbahasa Inggris meskipun saya ga ngerti. Dialek ngapak saya juga agak ngerti meski saya orang Sunda. Ha ha ha...seru obrolan mereka. Nada makin cantik dengan penampilannya yang sopan❤
saya bngung kalau ada org yg ngmgong "km orang jawa" atau ngatain "dasar jawa". padahal yg ngmg atau ngatain sama2 tinggal di pulau "jawa"... dasar aku pluto T_T
Wong Jawa Penginyongan tidak pernah menggunakan bahasa ngapak. wong penginyongan tidak mengenal bahasa ngapak. wong penginyongan selalu menggunakan kata ‘ngapa’ atau ‘kiye’ (tanpa huruf k). hanya saja oleh orang-orang di luar komunitas penginyongan, terdengar seperti 'ngapak' atau ‘kiyek’ karena cara bicara wong penginyongan yang cepat dan tegas. mereka pun kemudian mengejek wong penginyongan dengan sebutan wong ngapak atau wong kiyek. Apakah kita harus merubah cara bertutur kata agar tidak dijadikan bahan ejekan komunitas lain? TIDAK. Tapi kita mempunyai kewajiban untuk mengenalkan kebudayaan kita, bahasa kita, kepada komunitas lain secara benar, sambil berharap mereka mau menghargai budaya kita, bahasa kita, cara bertutur kita sebagaimana kita menghargai budaya, bahasa dan cara tutur mereka.
nama bahasanya bukan bahasa ngapak, tapi Bahasa Penginyongan (untuk kawasan yang luas) atau Bahasa Banyumasan (untuk banyumas raya). Ngapak adalah sebutan oleh orang di luar daerah penginyongan lebih tepatnya BAHASA JAWA BANYUMASAN/PENGINYONGAN
Aku jawa, jujur bahasa jawa itu lumayan ribet, ada ngoko alus, kasar inggil, krama alus, kasar inggil, kromo ngoko, aduuuhh pusing, belom lagi tata cara ngomong ama logatnya, ini baru bahasa jawa di tempatku, dan ternyata ada lagi bahasa jawa timuran, ngapak dan sebagainya makin pusing, dan sekarang karna emng bahasa jawaku selalu nilai 80 mulu (paling jelek) jdi ya sekarang pake bahasa indo, pake jawa cuma ama keluarga
bahasa banyumasan/penginyongan itu bahasa Jawa Kuno, dia sudah ada jauh sebelum bahasa Jawa lain. Jadinya, nggak sopan kalau kalian malah mendiskreditkan/menjelekan bahasa banyumasan.
Suku Jawa adalah suku terbesar di indonesia, dan bahasa asli suku jawa justru yang menggunakan vokal A bukan O seperti kata sanga bukan songo karena kalau sudah memakai O termasuk jawa modern yang dipengaruhi bahasa arab, sama dengan bahasa melayu dengan bahasa indonesia. yang aslinya bahasa indonesia itu justru bahasa melayu. dan bahasa jawa yang asli yaitu bahasa yang ada di tegal, brebes, purwokerto, banyumas, cilacap di jawa baratnya yaitu cirebon, indramayu yang sampai pamanukan di jawa timur juga yang asli berbahasa jawa adalah daerah tengger. dan yang termasuk jawa juga yaitu di daerah serang banten, disini bahasa jawanya sudah terpengaruh bahasa jawa melayu yaitu menggunakan vokal E. bahasa sansekerta juga menggunakan huruf A bukan huruf O seperti kata pancasila. berdasarkan etimologi bahasa jawa asli dipengaruhi oleh bahasa sansekerta yaitu yang membawa agama hindu dan budha, sedangkan bahasa jawa modern dipengaruhi oleh bahasa arab, perbandingannya kalau bahasa asli inggris itu ialah british english sedangkan yang modern adalah british - amerika.
BAHASA PANGINYONGAN Sumber : Agung Jemblung Wawancara eksklusif dudu Ngapak tapi Ngapa Inyong Dudu Wong Ngapak NGAPAK semula digunakan orang (luar Banyumas) sebagai olok-olok atas cara bicara orang Banyumas. Sama halnya dengan ketika orang Malaysia menyebut orang Indonesia dengan sebutan Indon. Sukakah Anda? Tidak tersinggungkah Anda? Sementara orang yang memberi julukan itu tidak paham betul tentang Bahasa Banyumas. Betul bahwa lidah orang Banyumas adalah lidah cablaka yang tidak mengenal penghilangan atau penghalusan suku kata. Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan. Bapak tetap dibaca Bapak bukan Bapa’ dan seterusnya. Demikian juga dengan beberapa kosa kata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten Utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi). Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur. Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan. Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (na
Wong Jawa Penginyongan tidak pernah menggunakan bahasa ngapak. wong penginyongan tidak mengenal bahasa ngapak. wong penginyongan selalu menggunakan kata ‘ngapa’ atau ‘kiye’ (tanpa huruf k). hanya saja oleh orang-orang di luar komunitas penginyongan, terdengar seperti 'ngapak' atau ‘kiyek’ karena cara bicara wong penginyongan yang cepat dan tegas. mereka pun kemudian mengejek wong penginyongan dengan sebutan wong ngapak atau wong kiyek. Apakah kita harus merubah cara bertutur kata agar tidak dijadikan bahan ejekan komunitas lain? TIDAK. Tapi kita mempunyai kewajiban untuk mengenalkan kebudayaan kita, bahasa kita, kepada komunitas lain secara benar, sambil berharap mereka mau menghargai budaya kita, bahasa kita, cara bertutur kita sebagaimana kita menghargai budaya, bahasa dan cara tutur mereka.
“Kulo bingung, bojoku loro” Banyak orang mengira, ciri-ciri bahasa Jawa adalah pada banyaknya penggunaan huruf “o” pada kata-kata yang digunakan. Misalnya: Jowo, kutho Solo, Solotigo, nopo, Diponegoro, meniko, cipto mulyo, podho-podho, dsb. Ini salah kaprah. Mengapa demikian? Karena huruf dasar pada bahasa Jawa sebenarnya tidak mengenal “o,” hanya mengenal “a.” Perhatikan huruf Jawa baru berikut ini: Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga Penulisannya begitu. Bukan: Ho No Co Ro Ko Do To So Wo Lo Po Dho Jo Yo Nyo Mo Go Bo Tho Ngo Ini penulisan yang salah. Bunyi “o” pada huruf Jawa terjadi ketika hurufnya diberi ‘harokat’ (baca: sandhangan) taling tarung (bentuknya seperti huruf m + 2). Jadi, penulisan yang benar adalah: Jawa, kutha Sala, Salatiga, napa, Dipanegara, menika, cipta mulya, padha-padha. Lalu, kenapa banyak yang membacanya dengan bunyi ‘o’? Ini baru terjadi sejak era Mataraman. Membaca kata-kata tersebut dengan bunyi ‘o’ adalah dialek Mataraman. Cara membaca “o”-nya pun lebih tipis dibandingkan bunyi “o” hasil dari taling tarung. Dalam bahasa Jawa lama, tetap dibaca “a.” Jadi, ketika mau menuliskan “Saya bingung, istri saya sakit” penulisan yang benar adalah “Kula bingung, bojoku lara,” bukan “Kulo bingung, bojoku loro.” Maka dari itu, wahai para pengguna "Bahasa Jawa Banyumasan" dimanapun berada, berbanggalah karena cara membacamu masih lebih menyerupai bahasa Jawa Kuna asli(KAWI). Aji - IG @ajipedia
Bahasa Jawa Mataraman(bandek) Dulu, pada akhir abad 16 berdirilah suatu kerajaan di Pulau Jawa bernama Kerajaan Mataram Islam. Kemudian, di masa kepemimpinan Sultan Agung yang kiranya berlangsung pada awal abad 17, diduga merubah banyak sekali pengaruh dalam kebudayaan Jawa kuno. Salah satunya yakni perubahan dialek bahasa. Bahasa Jawa kuno yang sebelumnya berakhiran “A” kemudian di masa Sultan Agung berubah menjadi “O”. Dan dialek ini pun akhirnya hampir digunakan oleh seluruh penduduk di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam waktu itu. Dan sekarang, dialek Mataraman ini masih digunakan di berbagai daerah. Bahkan, menurut saya dialek ini yang paling banyak dituturkan. Antara lain digunakan oleh masyarakat Karesidenan Kediri, Karesidenan Madiun, Kesultanan Yogyakarta dan sebagian Karesidenan Kedu. Karesidenan Kediri: Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Tuluangagung, dan Kabupaten Trenggalek. Karesidenan Madiun: Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Ponorogo. Kesultanan Yogyakarta: Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Bantul. Sebagian Karesidenan Kedu: Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Temanggung. Bahasa Jawa Banyumasan/panginyongan Dialek bahasa yang satu ini diduga merupakan Bahasa Jawa yang paling kuno. Karena setiap kalimat yang dituturkan selalu berakhiran konsonan “A”. Itu berbeda dengan dialek Bahasa Jawa lainnya yang cenderung berakhiran “O”. Dialek ini dituturkan oleh dua karesidenan. Anatara lain beberapa wilayah Karesidenan Pekalongan dan Karesidenan Banyumas. Meskipun dua karesidenan ini sama-sama menuturkan dialek banyumasan, namun ada sedikit perbedaan kosakata yang dituturkan oleh dua wilayah ini. Karesidenan Pekalongan: Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Pemalang. Karesidenan Banyumas: Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap. Kabupaten Kebumen dan Wonosobo yang merupakan bagian dari Karesidenan Kedu, juga sebagian daerahnya menggunakan dialek Bahasa Jawa Banyumasan. Bahasa Jawa Semarangan Dialek Bahasa Jawa yang satu ini dituturkan oleh masyarkat di sekitaran Karesidenan Semarang. Tentu logat yang dituturkan memiliki keunikan sendiri. Karesidenan Semarang: Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan. Bahasa Jawa Aneman Bahasa Jawa yang satu ini biasanya dituturkan oleh masyarakat di pesisir utara Pulau Jawa. Baik itu wilayah yang berada di Jawa tengah maupun yang bermukim di Jawa Timur. Dialek Bahasa Jawa Aneman digunakan di wilayah sebagai berikut: Jawa Timur: Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban. Jawa Tengah: Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Blora. Bahasa Jawa Arekan Sekarang kita beralih ke wilayah Jawa Timur. Di provinsi ini terdapat dialek bernama Arekan. Logat yang satu ini sangat kental dengan stigma Bahasa Jawa yang kasar. Dilaek yang satu ini dituturkan oleh dua Karesidenan. Yakni Karesidenan Surabaya dan sebagian Karesidenan Malang. Karesidenan Surabaya: Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, dan Kabupaten Jombang. Sebagian Karesidenan Malang: Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang. Bahasa Jawa Pandalungan Bahasa Jawa yang satu ini sangat unik. Pasalnya, dialeknya bercampur antara Bahasa Jawa dan Bahasa Madura. Penuturnya pun kebanyakan bermukim di sekitaran wilayah Tapal Kuda Wilayah Tapal Kuda: Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. (Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Problinggo juga termasuk) Sedangkan Kabupaten Problinggo yang harusnya masuk wilayah Karesidenan Malang, namun dialek yang digunakan penduduk setempat juga menuturkan Bahasa Jawa Pandalungan. Sedangkan untuk Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Pasuruan, beberapa kecamatannya menggunakan Bahasa Jawa Arekan dan sebagian lain menggunakan Bahasa Jawa Pandalungan. Bahasa Jawa Tengger Dialek yang satu ini menurut saya hampir mirip dengan Bahasa Jawa Banyumasan. Namun, dalam penuturannya memiliki perbedaan yang lumayan jauh di beberapa kosakata. Diduga, Bahasa Jawa Tengger juga merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Kuno. Itulah mengapa konsonan akhir kalimat yang diucapkan beberapa katanya juga berakhiran huruf “A”. Penutur logat yang satu ini biasanya bermukim di wilayah Pegunungan Bromo: Itu menyebar pada sebagian Kecamatan di: Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Probolinggo. Bahasa Jawa di Jawa Barat Meskipun provinsi ini bernama Jawa Barat, namun bahasa di wilayah ini cenderung menggunakan Bahasa Sunda. Ada beberapa wilayah di Jawa Barat yang hingga kini masih menggunakan Bahasa Jawa. Antara lain seperti di sebagian wilayah Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang. Bahasa di Timur Pulau Jawa Ada dua bahasa yang bukan termasuk Bahasa Jawa dan digunakan oleh orang-orang di Jawa Timur. Yakni Bahasa Madura dan Bahasa Osing. Menurut KH Agus Sunyoto, dalam Bahasa Madura terdapat banyak sekali kosakata Bahasa Kawi atau Bahasa Jawa Kuno. Namun, apabila Bahasa Madura didengarkan oleh orang-orang Jawa zaman sekarang, saya yakin banyak sekali orang Jawa yang tidak paham. Karena seperti yang saya katakan di atas, perubahan Bahasa Jawa yang diusung pada zaman Sultan Agung merubah segalanya. Ini sungguh menjadi misteri bagi saya pribadi hingga sekarang. Kebetulan saya lumayan paham dengan Bahasa Madura. Dan memang, beberapa kosakata bisa dikatakan mirip. Namun, hanya pelafalannya saja yang sangat jauh berbeda. Kemudian, ada Bahasa Osing. Beberapa menganggap bahwa Bahasa Suku Osing yang bermukim di Kabupaten Banyuwangi ini sama seperti Bahasa Jawa. Namun, sebagian orang-orang keturunan Kerajaan Blambangan ini menggangap bahwa Bahasa Osing/Using bukan merupakan Bahasa Jawa. Ya, mungkin itulah beberapa macam Bahasa Jawa yang saya ketahui. Intinya, setiap daerah memiliki keunikan masing-masing. Meskipun itu sama-sama Jawa, namun jangan heran apabila terdapat perbedaan dialek dan kosakata.
BAHASA PANGINYONGAN Sumber : Agung Jemblung Wawancara eksklusif dudu Ngapak tapi Ngapa Inyong Dudu Wong Ngapak NGAPAK semula digunakan orang (luar Banyumas) sebagai olok-olok atas cara bicara orang Banyumas. Sama halnya dengan ketika orang Malaysia menyebut orang Indonesia dengan sebutan Indon. Sukakah Anda? Tidak tersinggungkah Anda? Sementara orang yang memberi julukan itu tidak paham betul tentang Bahasa Banyumas. Betul bahwa lidah orang Banyumas adalah lidah cablaka yang tidak mengenal penghilangan atau penghalusan suku kata. Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan. Bapak tetap dibaca Bapak bukan Bapa’ dan seterusnya. Demikian juga dengan beberapa kosa kata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten Utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi). Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur. Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan. Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (na
Btw next undang kak vidi dong biar dia cerita kelangsungan hidup dia sebagai penyanyi, hitung" buat ngingatin org klo dia itu emang penyanyi dan masih, bukan sebatas vidi podhub doang😂
penyanyi yg tiba-tiba menjadi komedian
Vidi podhub part time singer,wkwkwk
Nada Makin cantik bgtttt... Dan azka juga Makin nice , sukses terus buat kalian
gantian donk, tolong undang bintang tamu cowo seumuran nada, pgn liat nada salting😂😊
lah iya nih. Kapan ya
Iya kan, cewe terus
@@byebye0000 Masa nyariin cewe mulu ih😭. Cowok ganteng dong sekali²😭
Setujuu
Bener banget😂
Aku malah suka kalo ada Azka karna bisa sekalian belajar bahasa inggris sama, aja liat konten boy wiliyam, jadi nonton sambil belajar
Nonton ini pas bgt setelah bahasa Indonesia di nobatkan sebagai bahasa internasional juga 🎉🎉, semangat buat askaaa yokk bisa blajar bahasa Indonesia lagi semoga lebih baik lagi ... *#BanggaBerbahasaIndonesia
Positif bgt emang nih Channel, lucu dan menyenangkan juga pula
Undang kenzy taulany lah terus biar di deket²in sama nada biar salting² lucu 😅
Setuju
Undang kenzy yukk tim.. Mau liat nada saltinggg wkk.. Yg setuju up kan guyssss
Apa prestasinya???
@@afadira1910 vokalis,gitaris,dance,lawak,pemain film, milyader di usia 15thn😅😅😅
@@SangBintangKehidupan Gk prestasi itu mah kan baru lahir dah Penuh Kemewahan,..
Pinter Ngaji,jadi ustadz , berbuat baik kpda seluruh Masyarakat, jadi pemimpin yg adil kpd bawahan nya, itu baru inspiratif dan ber Prestasi... 😂😂
@@afadira1910 Undang Guru Ngaji Lu aja,klo itu🤣🤣
@@SangBintangKehidupan yahhh dahh mentok argumennya, gk seru..... 😂😂🤣🤣
undang kenzyy Taulany
Cakep nih
Buset nada potong rambut, CANTIK BANGET........ AMPUUUN
Wong Cilacap hadir lurr
Ora ngapak ora kepenak wkwk bangga sebagai orang ngapak juga aku wkkwk liat ci Desy 😅😂
BAHASA PANGINYONGAN
Sumber : Agung Jemblung
Wawancara eksklusif
dudu Ngapak tapi Ngapa
Inyong Dudu Wong Ngapak
NGAPAK semula digunakan orang (luar Banyumas) sebagai olok-olok atas cara bicara orang Banyumas. Sama halnya dengan ketika orang Malaysia menyebut orang Indonesia dengan sebutan Indon. Sukakah Anda? Tidak tersinggungkah Anda? Sementara orang yang memberi julukan itu tidak paham betul tentang Bahasa Banyumas.
Betul bahwa lidah orang Banyumas adalah lidah cablaka yang tidak mengenal penghilangan atau penghalusan suku kata. Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan. Bapak tetap dibaca Bapak bukan Bapa’ dan seterusnya. Demikian juga dengan beberapa kosa kata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten Utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur.
Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan.
Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis.
Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (na
Bahasa Jawa Mataraman(bandek)
Dulu, pada akhir abad 16 berdirilah suatu kerajaan di Pulau Jawa bernama Kerajaan Mataram Islam. Kemudian, di masa kepemimpinan Sultan Agung yang kiranya berlangsung pada awal abad 17, diduga merubah banyak sekali pengaruh dalam kebudayaan Jawa kuno.
Salah satunya yakni perubahan dialek bahasa. Bahasa Jawa kuno yang sebelumnya berakhiran “A” kemudian di masa Sultan Agung berubah menjadi “O”.
Dan dialek ini pun akhirnya hampir digunakan oleh seluruh penduduk di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam waktu itu. Dan sekarang, dialek Mataraman ini masih digunakan di berbagai daerah.
Bahkan, menurut saya dialek ini yang paling banyak dituturkan. Antara lain digunakan oleh masyarakat Karesidenan Kediri, Karesidenan Madiun, Kesultanan Yogyakarta dan sebagian Karesidenan Kedu.
Karesidenan Kediri: Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Tuluangagung, dan Kabupaten Trenggalek.
Karesidenan Madiun: Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Ponorogo.
Kesultanan Yogyakarta: Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Bantul.
Sebagian Karesidenan Kedu: Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Temanggung.
Bahasa Jawa Banyumasan/panginyongan
Dialek bahasa yang satu ini diduga merupakan Bahasa Jawa yang paling kuno. Karena setiap kalimat yang dituturkan selalu berakhiran konsonan “A”.
Itu berbeda dengan dialek Bahasa Jawa lainnya yang cenderung berakhiran “O”. Dialek ini dituturkan oleh dua karesidenan. Anatara lain beberapa wilayah Karesidenan Pekalongan dan Karesidenan Banyumas.
Meskipun dua karesidenan ini sama-sama menuturkan dialek banyumasan, namun ada sedikit perbedaan kosakata yang dituturkan oleh dua wilayah ini.
Karesidenan Pekalongan: Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Pemalang.
Karesidenan Banyumas: Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap.
Kabupaten Kebumen dan Wonosobo yang merupakan bagian dari Karesidenan Kedu, juga sebagian daerahnya menggunakan dialek Bahasa Jawa Banyumasan.
Bahasa Jawa Semarangan
Dialek Bahasa Jawa yang satu ini dituturkan oleh masyarkat di sekitaran Karesidenan Semarang. Tentu logat yang dituturkan memiliki keunikan sendiri.
Karesidenan Semarang: Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan.
Bahasa Jawa Aneman
Bahasa Jawa yang satu ini biasanya dituturkan oleh masyarakat di pesisir utara Pulau Jawa. Baik itu wilayah yang berada di Jawa tengah maupun yang bermukim di Jawa Timur.
Dialek Bahasa Jawa Aneman digunakan di wilayah sebagai berikut:
Jawa Timur: Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban.
Jawa Tengah: Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Blora.
Bahasa Jawa Arekan
Sekarang kita beralih ke wilayah Jawa Timur. Di provinsi ini terdapat dialek bernama Arekan. Logat yang satu ini sangat kental dengan stigma Bahasa Jawa yang kasar.
Dilaek yang satu ini dituturkan oleh dua Karesidenan. Yakni Karesidenan Surabaya dan sebagian Karesidenan Malang.
Karesidenan Surabaya: Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, dan Kabupaten Jombang.
Sebagian Karesidenan Malang: Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang.
Bahasa Jawa Pandalungan
Bahasa Jawa yang satu ini sangat unik. Pasalnya, dialeknya bercampur antara Bahasa Jawa dan Bahasa Madura. Penuturnya pun kebanyakan bermukim di sekitaran wilayah Tapal Kuda
Wilayah Tapal Kuda: Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. (Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Problinggo juga termasuk)
Sedangkan Kabupaten Problinggo yang harusnya masuk wilayah Karesidenan Malang, namun dialek yang digunakan penduduk setempat juga menuturkan Bahasa Jawa Pandalungan.
Sedangkan untuk Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Pasuruan, beberapa kecamatannya menggunakan Bahasa Jawa Arekan dan sebagian lain menggunakan Bahasa Jawa Pandalungan.
Bahasa Jawa Tengger
Dialek yang satu ini menurut saya hampir mirip dengan Bahasa Jawa Banyumasan. Namun, dalam penuturannya memiliki perbedaan yang lumayan jauh di beberapa kosakata.
Diduga, Bahasa Jawa Tengger juga merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Kuno. Itulah mengapa konsonan akhir kalimat yang diucapkan beberapa katanya juga berakhiran huruf “A”.
Penutur logat yang satu ini biasanya bermukim di wilayah Pegunungan Bromo: Itu menyebar pada sebagian Kecamatan di: Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Probolinggo.
Bahasa Jawa di Jawa Barat
Meskipun provinsi ini bernama Jawa Barat, namun bahasa di wilayah ini cenderung menggunakan Bahasa Sunda. Ada beberapa wilayah di Jawa Barat yang hingga kini masih menggunakan Bahasa Jawa.
Antara lain seperti di sebagian wilayah Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang.
Bahasa di Timur Pulau Jawa
Ada dua bahasa yang bukan termasuk Bahasa Jawa dan digunakan oleh orang-orang di Jawa Timur. Yakni Bahasa Madura dan Bahasa Osing. Menurut KH Agus Sunyoto, dalam Bahasa Madura terdapat banyak sekali kosakata Bahasa Kawi atau Bahasa Jawa Kuno.
Namun, apabila Bahasa Madura didengarkan oleh orang-orang Jawa zaman sekarang, saya yakin banyak sekali orang Jawa yang tidak paham.
Karena seperti yang saya katakan di atas, perubahan Bahasa Jawa yang diusung pada zaman Sultan Agung merubah segalanya. Ini sungguh menjadi misteri bagi saya pribadi hingga sekarang.
Kebetulan saya lumayan paham dengan Bahasa Madura. Dan memang, beberapa kosakata bisa dikatakan mirip. Namun, hanya pelafalannya saja yang sangat jauh berbeda.
Kemudian, ada Bahasa Osing. Beberapa menganggap bahwa Bahasa Suku Osing yang bermukim di Kabupaten Banyuwangi ini sama seperti Bahasa Jawa.
Namun, sebagian orang-orang keturunan Kerajaan Blambangan ini menggangap bahwa Bahasa Osing/Using bukan merupakan Bahasa Jawa.
Ya, mungkin itulah beberapa macam Bahasa Jawa yang saya ketahui. Intinya, setiap daerah memiliki keunikan masing-masing. Meskipun itu sama-sama Jawa, namun jangan heran apabila terdapat perbedaan dialek dan kosakata.
Undang freyaaa donkk plis yang setuju like supaya top komen
Azka nada, pliss bikin acara outbound semi militer dong buat kalangan anak muda SMP SMA dan artis, tentunya diawasi dan diarahkan langsung oleh militer, supaya lebih terasa kompetitif dibuat tim, kayanya bakal seru. Supaya anak muda tersalur energinya ke arah positif, lebih cinta tanah air dan nggak letoy. Undang perwakilan dari sekolah masing-masing, jangan lupa nyanyi Indonesia Rayanya juga. Ditunggu yaa huhuuy
AAAAAAAAKKKKKKK AZKAA KUUUU UNCHHH ❤️
Laskar Nusakambangan Cilacap hadir ... Wong Ngapak Ora Ngapak Ora kepenak....Yuhuuuu 🤣☝️
Iya dongg aku ngefans sama azka wallpaper nya juga dong😊
seru, nyong wong kebumen seneng nonton podcast kkie
wkwk ci Desy, ngakak Cilacap pride
Buat Nada, ngatain bahasa daerah suku lain "aneh" itu agak kurang sopan ya, meskipun mungkin spontan tapi semoga tidak diulangi.
🙂
Terus kenapa ya orang Jakarta kalau ke jateng bilangnga ke jawa 😂
Padahal jakarta juga di pulau jawa.
Anda wanita??
Woman ☕☕
Orang ngapak hadir.
Nyong Wong ngapak Brebes ora ngapak ora kepenak..
Gemesh bgt deh sama kalian, khususon Aska gumush bgt🤗 Salam waras selawase 🤗
Saya suka dengerin Azka berbahasa Inggris meskipun saya ga ngerti. Dialek ngapak saya juga agak ngerti meski saya orang Sunda.
Ha ha ha...seru obrolan mereka.
Nada makin cantik dengan penampilannya yang sopan❤
Dessy ini lucu .... Natural dan original
Nada cantik banget
Saya liat nada semakin dewasa ya......pasti ini bimbingan kakak azka ...mantap bro tambah cantik banget nada
2 hal yg hrus dlkukan Pmerintah Indonesia skrg Tanpa syarat,
1. Tiap Msyrkt yg hnya punya krang dr 3 hktar & yg tdk pnya sm sekali, & tdk ada gaji, mk hrus di jmin & dibiayai negara slm 3 thn, smpe mliki pghasilan mandiri.
2. tiap skolah hrs grtis dri skolah dsar smpai srjana.
#NadaForJKT48
Desy walaupun udh nikah aura oshi nya masih melekat hey
Ci Desy😍
SUKSES SELALU RUclips
AZKA CORBUZIER
Undang Princess Depok Arafah Halda doong
Nada aku dukung banget kalau jadi member JKT48
sumpah ya desi cantik kayak artis jepanh gt dandanannyww ❤
10:01 Cinta Pertama Di Jam 7 Lewat 12
nada klo masuk jeketi bisa gantian sama muthe di setlist ramune buat jadi balerina
Skrg ada Oline gen12 yg jago Balet
Skrg udah ada Oline Gen 12 yg Jago Balet
Undang mas Gibran dong azka nada.
sebelum nanti jadi wapres malah susah jadwalnya.
kakak nya positive vibe bangettt, seru banget eps ini >< otw kepoin kakaknya
Desy kamulah Oshiku yg nomor duaaaaaaaa
Desy keliatan banget ya orang baik. Aku telat tahu dia, tahu dia pas Tsugi no Season. Tapi langsung suka. Semangat terus Desy❤
Pliss undang halda dong kanyak nya seru
Suka potongan rambut nada yg sekarang ❤ makin cantiik sumpaaah..
saya bngung kalau ada org yg ngmgong "km orang jawa" atau ngatain "dasar jawa". padahal yg ngmg atau ngatain sama2 tinggal di pulau "jawa"... dasar aku pluto T_T
Gila hiburan abis liat si azka 😂😂
Nada ikutan audisi JKT48 dong
Undang komeng laahh ..cuuss..gasssss
Ah suka sma nada yang sekarng...luv ..
Wong Jawa Penginyongan tidak pernah menggunakan bahasa ngapak. wong penginyongan tidak mengenal bahasa ngapak. wong penginyongan selalu menggunakan kata ‘ngapa’ atau ‘kiye’ (tanpa huruf k). hanya saja oleh orang-orang di luar komunitas penginyongan, terdengar seperti 'ngapak' atau ‘kiyek’ karena cara bicara wong penginyongan yang cepat dan tegas. mereka pun kemudian mengejek wong penginyongan dengan sebutan wong ngapak atau wong kiyek.
Apakah kita harus merubah cara bertutur kata agar tidak dijadikan bahan ejekan komunitas lain? TIDAK. Tapi kita mempunyai kewajiban untuk mengenalkan kebudayaan kita, bahasa kita, kepada komunitas lain secara benar, sambil berharap mereka mau menghargai budaya kita, bahasa kita, cara bertutur kita sebagaimana kita menghargai budaya, bahasa dan cara tutur mereka.
mirip banget suzy
Ayok nada masuk jeketi
nama bahasanya bukan bahasa ngapak, tapi Bahasa Penginyongan (untuk kawasan yang luas) atau Bahasa Banyumasan (untuk banyumas raya). Ngapak adalah sebutan oleh orang di luar daerah penginyongan
lebih tepatnya BAHASA JAWA BANYUMASAN/PENGINYONGAN
Ngapak ngapak tetap Indonesia!
Desy orangnya asyik pengen deh ngobrol sama dia
Aku jawa, jujur bahasa jawa itu lumayan ribet, ada ngoko alus, kasar inggil, krama alus, kasar inggil, kromo ngoko, aduuuhh pusing, belom lagi tata cara ngomong ama logatnya, ini baru bahasa jawa di tempatku, dan ternyata ada lagi bahasa jawa timuran, ngapak dan sebagainya makin pusing, dan sekarang karna emng bahasa jawaku selalu nilai 80 mulu (paling jelek) jdi ya sekarang pake bahasa indo, pake jawa cuma ama keluarga
80 jelek?? are u kidding me?? w dulu ulangan Bahasa Jawa 60 udah bersyukur dianggep bagus walau pala w digeplak nyokap😂😂😂
@@emnicentity9068 di smk gua emng gitu bang, 78 kebawah C, nah aneh 80 itu mepet bngt ama C jdi ya termasuk jelek:)))
UNDANG MUTHEE DOOOONGGGG
Desynfection merapat..
Undang nabila taqiyyah please
@nabilataqiyyah undangg
Undang pleasee,dia runer up idol
Kawunganten hadir
#ngapak
Daftar jeketi nada, cocok
bahasa banyumasan/penginyongan itu bahasa Jawa Kuno, dia sudah ada jauh sebelum bahasa Jawa lain. Jadinya, nggak sopan kalau kalian malah mendiskreditkan/menjelekan bahasa banyumasan.
Biar ga ngerti bahasa Inggris aku masih tetep mau nonton
Undang NJAN ANAKNYA SULE dong
azka request,,
tolong undang my dream gir dong ka,, si agata c 😁😁😁
Ex JKT dari Gen brapa aja semua undang dong hehe
Nada ❤
Yg kutunggu tunggu dah tayang
Ciwa favorit kita semua(cina jawa)😂😂
Ayo dong nada, gen 13😭
Nada ayo join jkt48 , bisa dong gen 13 😂
Dah pernah ditawarin sama Haruka, gak mau dia
Undang kenzy taulany bisa yuk❤
Coba dong ajak Chika ex member JKT juga coba kalo bisa
Suku Jawa adalah suku terbesar di indonesia, dan bahasa asli suku jawa justru yang menggunakan vokal A bukan O seperti kata sanga bukan songo karena kalau sudah memakai O termasuk jawa modern yang dipengaruhi bahasa arab, sama dengan bahasa melayu dengan bahasa indonesia. yang aslinya bahasa indonesia itu justru bahasa melayu. dan bahasa jawa yang asli yaitu bahasa yang ada di tegal, brebes, purwokerto, banyumas, cilacap di jawa baratnya yaitu cirebon, indramayu yang sampai pamanukan di jawa timur juga yang asli berbahasa jawa adalah daerah tengger. dan yang termasuk jawa juga yaitu di daerah serang banten, disini bahasa jawanya sudah terpengaruh bahasa jawa melayu yaitu menggunakan vokal E. bahasa sansekerta juga menggunakan huruf A bukan huruf O seperti kata pancasila. berdasarkan etimologi bahasa jawa asli dipengaruhi oleh bahasa sansekerta yaitu yang membawa agama hindu dan budha, sedangkan bahasa jawa modern dipengaruhi oleh bahasa arab, perbandingannya kalau bahasa asli inggris itu ialah british english sedangkan yang modern adalah british - amerika.
Jgn blg gak suka korea lgi diperhlus lgi nada,bs tdi nya gak tertarik buat skrg.
Btul kt kak desy kmu kek gak suka lgi krn ngikut ke keluarga mu ini.
Lah,gak salah juga sih...itu kan pilihan dia...gak ada juga tuh nada nyiyir2 peminat korea....
@@saifulsidek2724 ✌️
Kepengin nada join jkt , cocok banget😫
Coba collab sama bule rusia, shine si bagus istri
22:45 sekilas kek pakde jokowi 😂
undang nabila taqiyyah yok
undang halda dong sm arafah
Next undang cinta laura!
ora ngapak ora kepenak
undang kenzy taulany dongg
jowo timuran wah, ngapak beh joss tenak kie..
BAHASA PANGINYONGAN
Sumber : Agung Jemblung
Wawancara eksklusif
dudu Ngapak tapi Ngapa
Inyong Dudu Wong Ngapak
NGAPAK semula digunakan orang (luar Banyumas) sebagai olok-olok atas cara bicara orang Banyumas. Sama halnya dengan ketika orang Malaysia menyebut orang Indonesia dengan sebutan Indon. Sukakah Anda? Tidak tersinggungkah Anda? Sementara orang yang memberi julukan itu tidak paham betul tentang Bahasa Banyumas.
Betul bahwa lidah orang Banyumas adalah lidah cablaka yang tidak mengenal penghilangan atau penghalusan suku kata. Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan. Bapak tetap dibaca Bapak bukan Bapa’ dan seterusnya. Demikian juga dengan beberapa kosa kata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten Utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur.
Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan.
Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis.
Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (na
Wong Jawa Penginyongan tidak pernah menggunakan bahasa ngapak. wong penginyongan tidak mengenal bahasa ngapak. wong penginyongan selalu menggunakan kata ‘ngapa’ atau ‘kiye’ (tanpa huruf k). hanya saja oleh orang-orang di luar komunitas penginyongan, terdengar seperti 'ngapak' atau ‘kiyek’ karena cara bicara wong penginyongan yang cepat dan tegas. mereka pun kemudian mengejek wong penginyongan dengan sebutan wong ngapak atau wong kiyek.
Apakah kita harus merubah cara bertutur kata agar tidak dijadikan bahan ejekan komunitas lain? TIDAK. Tapi kita mempunyai kewajiban untuk mengenalkan kebudayaan kita, bahasa kita, kepada komunitas lain secara benar, sambil berharap mereka mau menghargai budaya kita, bahasa kita, cara bertutur kita sebagaimana kita menghargai budaya, bahasa dan cara tutur mereka.
“Kulo bingung, bojoku loro”
Banyak orang mengira, ciri-ciri bahasa Jawa adalah pada banyaknya penggunaan huruf “o” pada kata-kata yang digunakan. Misalnya: Jowo, kutho Solo, Solotigo, nopo, Diponegoro, meniko, cipto mulyo, podho-podho, dsb.
Ini salah kaprah.
Mengapa demikian? Karena huruf dasar pada bahasa Jawa sebenarnya tidak mengenal “o,” hanya mengenal “a.” Perhatikan huruf Jawa baru berikut ini:
Ha Na Ca Ra Ka
Da Ta Sa Wa La
Pa Dha Ja Ya Nya
Ma Ga Ba Tha Nga
Penulisannya begitu. Bukan:
Ho No Co Ro Ko
Do To So Wo Lo
Po Dho Jo Yo Nyo
Mo Go Bo Tho Ngo
Ini penulisan yang salah.
Bunyi “o” pada huruf Jawa terjadi ketika hurufnya diberi ‘harokat’ (baca: sandhangan) taling tarung (bentuknya seperti huruf m + 2).
Jadi, penulisan yang benar adalah: Jawa, kutha Sala, Salatiga, napa, Dipanegara, menika, cipta mulya, padha-padha.
Lalu, kenapa banyak yang membacanya dengan bunyi ‘o’? Ini baru terjadi sejak era Mataraman. Membaca kata-kata tersebut dengan bunyi ‘o’ adalah dialek Mataraman. Cara membaca “o”-nya pun lebih tipis dibandingkan bunyi “o” hasil dari taling tarung. Dalam bahasa Jawa lama, tetap dibaca “a.”
Jadi, ketika mau menuliskan “Saya bingung, istri saya sakit” penulisan yang benar adalah “Kula bingung, bojoku lara,” bukan “Kulo bingung, bojoku loro.”
Maka dari itu, wahai para pengguna "Bahasa Jawa Banyumasan" dimanapun berada, berbanggalah karena cara membacamu masih lebih menyerupai bahasa Jawa Kuna asli(KAWI).
Aji - IG @ajipedia
Bahasa Jawa Mataraman(bandek)
Dulu, pada akhir abad 16 berdirilah suatu kerajaan di Pulau Jawa bernama Kerajaan Mataram Islam. Kemudian, di masa kepemimpinan Sultan Agung yang kiranya berlangsung pada awal abad 17, diduga merubah banyak sekali pengaruh dalam kebudayaan Jawa kuno.
Salah satunya yakni perubahan dialek bahasa. Bahasa Jawa kuno yang sebelumnya berakhiran “A” kemudian di masa Sultan Agung berubah menjadi “O”.
Dan dialek ini pun akhirnya hampir digunakan oleh seluruh penduduk di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam waktu itu. Dan sekarang, dialek Mataraman ini masih digunakan di berbagai daerah.
Bahkan, menurut saya dialek ini yang paling banyak dituturkan. Antara lain digunakan oleh masyarakat Karesidenan Kediri, Karesidenan Madiun, Kesultanan Yogyakarta dan sebagian Karesidenan Kedu.
Karesidenan Kediri: Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Tuluangagung, dan Kabupaten Trenggalek.
Karesidenan Madiun: Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Ponorogo.
Kesultanan Yogyakarta: Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Bantul.
Sebagian Karesidenan Kedu: Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Temanggung.
Bahasa Jawa Banyumasan/panginyongan
Dialek bahasa yang satu ini diduga merupakan Bahasa Jawa yang paling kuno. Karena setiap kalimat yang dituturkan selalu berakhiran konsonan “A”.
Itu berbeda dengan dialek Bahasa Jawa lainnya yang cenderung berakhiran “O”. Dialek ini dituturkan oleh dua karesidenan. Anatara lain beberapa wilayah Karesidenan Pekalongan dan Karesidenan Banyumas.
Meskipun dua karesidenan ini sama-sama menuturkan dialek banyumasan, namun ada sedikit perbedaan kosakata yang dituturkan oleh dua wilayah ini.
Karesidenan Pekalongan: Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Pemalang.
Karesidenan Banyumas: Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap.
Kabupaten Kebumen dan Wonosobo yang merupakan bagian dari Karesidenan Kedu, juga sebagian daerahnya menggunakan dialek Bahasa Jawa Banyumasan.
Bahasa Jawa Semarangan
Dialek Bahasa Jawa yang satu ini dituturkan oleh masyarkat di sekitaran Karesidenan Semarang. Tentu logat yang dituturkan memiliki keunikan sendiri.
Karesidenan Semarang: Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan.
Bahasa Jawa Aneman
Bahasa Jawa yang satu ini biasanya dituturkan oleh masyarakat di pesisir utara Pulau Jawa. Baik itu wilayah yang berada di Jawa tengah maupun yang bermukim di Jawa Timur.
Dialek Bahasa Jawa Aneman digunakan di wilayah sebagai berikut:
Jawa Timur: Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban.
Jawa Tengah: Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Blora.
Bahasa Jawa Arekan
Sekarang kita beralih ke wilayah Jawa Timur. Di provinsi ini terdapat dialek bernama Arekan. Logat yang satu ini sangat kental dengan stigma Bahasa Jawa yang kasar.
Dilaek yang satu ini dituturkan oleh dua Karesidenan. Yakni Karesidenan Surabaya dan sebagian Karesidenan Malang.
Karesidenan Surabaya: Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, dan Kabupaten Jombang.
Sebagian Karesidenan Malang: Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang.
Bahasa Jawa Pandalungan
Bahasa Jawa yang satu ini sangat unik. Pasalnya, dialeknya bercampur antara Bahasa Jawa dan Bahasa Madura. Penuturnya pun kebanyakan bermukim di sekitaran wilayah Tapal Kuda
Wilayah Tapal Kuda: Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. (Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Problinggo juga termasuk)
Sedangkan Kabupaten Problinggo yang harusnya masuk wilayah Karesidenan Malang, namun dialek yang digunakan penduduk setempat juga menuturkan Bahasa Jawa Pandalungan.
Sedangkan untuk Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Pasuruan, beberapa kecamatannya menggunakan Bahasa Jawa Arekan dan sebagian lain menggunakan Bahasa Jawa Pandalungan.
Bahasa Jawa Tengger
Dialek yang satu ini menurut saya hampir mirip dengan Bahasa Jawa Banyumasan. Namun, dalam penuturannya memiliki perbedaan yang lumayan jauh di beberapa kosakata.
Diduga, Bahasa Jawa Tengger juga merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Kuno. Itulah mengapa konsonan akhir kalimat yang diucapkan beberapa katanya juga berakhiran huruf “A”.
Penutur logat yang satu ini biasanya bermukim di wilayah Pegunungan Bromo: Itu menyebar pada sebagian Kecamatan di: Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Probolinggo.
Bahasa Jawa di Jawa Barat
Meskipun provinsi ini bernama Jawa Barat, namun bahasa di wilayah ini cenderung menggunakan Bahasa Sunda. Ada beberapa wilayah di Jawa Barat yang hingga kini masih menggunakan Bahasa Jawa.
Antara lain seperti di sebagian wilayah Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang.
Bahasa di Timur Pulau Jawa
Ada dua bahasa yang bukan termasuk Bahasa Jawa dan digunakan oleh orang-orang di Jawa Timur. Yakni Bahasa Madura dan Bahasa Osing. Menurut KH Agus Sunyoto, dalam Bahasa Madura terdapat banyak sekali kosakata Bahasa Kawi atau Bahasa Jawa Kuno.
Namun, apabila Bahasa Madura didengarkan oleh orang-orang Jawa zaman sekarang, saya yakin banyak sekali orang Jawa yang tidak paham.
Karena seperti yang saya katakan di atas, perubahan Bahasa Jawa yang diusung pada zaman Sultan Agung merubah segalanya. Ini sungguh menjadi misteri bagi saya pribadi hingga sekarang.
Kebetulan saya lumayan paham dengan Bahasa Madura. Dan memang, beberapa kosakata bisa dikatakan mirip. Namun, hanya pelafalannya saja yang sangat jauh berbeda.
Kemudian, ada Bahasa Osing. Beberapa menganggap bahwa Bahasa Suku Osing yang bermukim di Kabupaten Banyuwangi ini sama seperti Bahasa Jawa.
Namun, sebagian orang-orang keturunan Kerajaan Blambangan ini menggangap bahwa Bahasa Osing/Using bukan merupakan Bahasa Jawa.
Ya, mungkin itulah beberapa macam Bahasa Jawa yang saya ketahui. Intinya, setiap daerah memiliki keunikan masing-masing. Meskipun itu sama-sama Jawa, namun jangan heran apabila terdapat perbedaan dialek dan kosakata.
Desy kaya Umi quary versi glow up
Udang rizky faidan winner e sport asian cup ,,, tapi gamerss ya si nada gak ngerti,,,
Iya ska...undang bintang tamu cowo...senator Komeng juga gpp...
Btw next bintang tamunya dari JKT48 dong 😊
Undang angga yunanda atau iqbal dong 😅
undang iqbal, sukaannya nada tu 😊
aku sering bgt pake fto orang di wlpp😊
Sng ngapak sapa lhen? Cungg😂☝️ tegal hadir keh
Mantab mbak desy, nyong wong banyumas
38.917 x ditonton 8 jam yang lalu
38.917 x ditonton 18 Feb 2024
"Wetenge nyong kencot banget kie nyong arep madang "
Jawaban nya :perutku laper banget aku mau makan
Maaf kalau salah
Deasy ngapak cantik❤❤❤
Kereeeeen 👍👍👍🇮🇩
Deg2an bgt, semoga ga diserang kpopers..
nada cakep banget rambutnya pendek,kek Jill Valentin
Daerah solo karo yogya ugo nganggo kata koe.nanging luwih halus ngamggo sampean
BAHASA PANGINYONGAN
Sumber : Agung Jemblung
Wawancara eksklusif
dudu Ngapak tapi Ngapa
Inyong Dudu Wong Ngapak
NGAPAK semula digunakan orang (luar Banyumas) sebagai olok-olok atas cara bicara orang Banyumas. Sama halnya dengan ketika orang Malaysia menyebut orang Indonesia dengan sebutan Indon. Sukakah Anda? Tidak tersinggungkah Anda? Sementara orang yang memberi julukan itu tidak paham betul tentang Bahasa Banyumas.
Betul bahwa lidah orang Banyumas adalah lidah cablaka yang tidak mengenal penghilangan atau penghalusan suku kata. Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan. Bapak tetap dibaca Bapak bukan Bapa’ dan seterusnya. Demikian juga dengan beberapa kosa kata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten Utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur.
Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan.
Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis.
Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (na
Coba undang member JKT48 doong
Hadir