Menurut saya, terlepas dari benar atau tidaknya data tentang IQ tersebut, harus diakui bahwa orang Indonesia memang sulit menerima kenyataan dan sulit membaca konsekuensi panjang dari sesuatu. Dengan kata lain, kita dikit-dikit pake emosi alih-alih pake logika. Contoh kecil, SD-SMP-SMA itu adalah pendidikan dasar yang diwajibkan oleh konstitusi (wajib belajar 12 tahun). Jadi, pelajaran-pelajaran yang diajarkan di SD-SMP-SMA itu "pelajaran standard", termasuk baca-tulis-hitung. Jadi, idealnya, semua anak yang lulus dari SMA dipastikan dan memang harusnya sudah bisa baca-tulis-hitung dan mereka bisa mulai memutuskan masa depan mereka sendiri setelah SMA: mau jadi dokter, arsitek, engineer, pengajar, musisi, dll, bebas. Sederhananya, kalau saya boleh bilang secara radikal, anak-anak itu dipastikan punya IQ standard (100) setelah lulus SMA. Dengan target itu, harusnya kita sadar bahwa sekolah adalah "pabrik" untuk memenuhi target tersebut. Artinya, di sekolah, anak-anak harus bisa melewati semua tes/ujian/ulangan yang dilakukan oleh sekolah melalui guru-guru mata pelajarannya, baik dengan terpaksa ataupun secara sukarela, baik dengan belajar mati-matian atau belajar semalam doang. Perlu di-highlight bahwa saya bilang "anak-anak harus bisa", bukan "anak-anak harus dapat nilai tinggi", alias nilai bisa menyentuh KKM atau batas kelulusan saja itu sudah bagus karena sudah memenuhi standard, gak harus nilai tinggi. Konsekuensinya secara logis, kalau ada anak yang ternyata nilainya tidak memenuhi batas nilai kelulusan, mau tidak mau, suka tidak suka, anak tersebut "harus" mengulang dan tidak boleh dipaksakan untuk lanjut atau naik kelas. Nah, di Indonesia, kalau ada anak-anak yang gak lulus ujian, yang dipermasalahkan bukan siswanya, yang dituntut untuk belajar lagi bukan siswanya, yang dipertanyakan bukan murid-muridnya, tapi justru guru dan sekolahnya. Alasannya bisa macam-macam, mulai dari "katanya sekolah bisa bikin cerdas anak, kok anak saya gak lulus?", "masa sekolah gak bisa menilai kebaikan lain anak saya?", "guru-gurunya gak kompeten di sini!". Padahal alasan semacam itu hanya valid kalau memang satu kelas atau satu sekolah semuanya gak lulus ujian. Kita lupa dengan target awal pembentukan institusi wajib belajar tadi (SD-SMP-SMA) yang memang ditugaskan untuk membentuk generasi dengan IQ standard (100). Alih-alih memastikan anaknya bisa belajar dan lulus dengan normal, para orang tua dan anak-anaknya justru "memaksa" sekolah dan para guru untuk bisa "men-justifikasi" kekurangan nilai anak-anaknya untuk kemudian dilanjutkan naik kelas. Dampaknya, seperti efek domino, kalau barang jelek dipaksakan lulus QC dari awal pembuatannya, ya kita gak perlu heran dan terkaget-kaget rata-rata IQ orang Indonesia bahkan ga mencapai standard. Ujian Nasional (UN) dihapus itu juga produk dari opini yang gak relevan akibat dari lulusan yang kurang berkualitas menurut saya, karena UN itu semacam "standard" yang masih dibutuhkan oleh negara berkembang seperti Indonesia. Kalau negaranya udah maju seperti Finland, mau pake ataupun gak pake UN generasinya memang udah pada pinter, jadi ya gak berpengaruh. Makanya, di sana gak ada UN. Tapi, Indonesia sebagai negara berkembang jangan langsung mencontoh Finland, gak relevan dan terlalu jauh, baik secara kualitas dan kuantitas demografi, sistem pendidikan, budaya, dan lain-lain. Kesimpulannya, SD-SMP-SMA adalah sebuah standard untuk bisa mencetak generasi yang memenuhi standard pula. Jadi, narasi-narasi seperti "ngapain belajar matematika", "ngapain belajar biologi", "ngapain belajar sejarah", "ngapain belajar PKN" yang biasanya diakhiri dengan kalimat "toh gw bukan mau jadi matematikawan", "toh gw bukan mau jadi ilmuan biologi", "toh cita-cita gw bukan sejarawan". "toh cita-cita gw bukan jadi jaksa", harus mulai dihilangkan dari anak-anak SD, SMP, SMA karena "SEMUA PELAJARAN DI SEKOLAH ITU BASIC DAN STANDARD!", terlepas dari apapun cita-cita kalian. TUGAS KALIAN WAHAI PARA PELAJAR ADALAH LULUS MATA PELAJARAN DI SEKOLAH, BUKAN PUNYA NILAI BAGUS, APA ITU TERLALU SULIT?
Ini saya setuju banget. Terutama SD-SMP adalah pelajaran dasar hidup, belum untuk mencari kerja, cuma biar bisa berfungsi sebagaimana selayaknya manusia normal. Masa iya uda mau tahun 2100 yang buta huruf malah anak sekolah.Anak di usia tersebut harus bisa menguasai apapun yang diajarkan di sekolah mau gimanapun caranya. Kalau memang harus diulang sampe berkali kali yasudah diulang aja mumpung masih kecil. Uda gitu sekarang guru rawan dipersekusi lagi. Mau mendidik malah dilaporin polisi dan gilanya lagi diiyain pula, bahkan sampe difitnah.
Selain pelajaran basic , penalaran berpikir , penerapan rasa malu ,dan ketaatan peraturan jga penting. Contoh paling kecil saja , melanggar aturan lalu lintas . Lampu merah diterobos, jalur busway dmasuki, palang perlintasan kereta dterobos. Dan banyak hal lainnya dluar dari aturan lalu lintas.
kalo soal iq gw gak paham yah siapa aja peserta testnya.. kalo semua peserta testnya anak sd kah, orang dipegunungan kah, suku tradisional kah, atau peserta olimpiade fisika?! jadi masih gak jelas pesertanya siapa, kapan di testnya dan dimana testnya juga siapa yg ngetest... yang saya tahu orang indonesia punya tingkat kreatifitas sangat tinggi, bisa dikatakan 5 besar negara dengan tingkat kreatifitas tertinggi di dunia... meski dengan keterbatasan fisik, ekonomi, mereka survive dan gak butuh migrasi ke negara2 lain kaya negara2 di afrika, timur tengah, amerika selatan dan amerika utara... disini apa aja bisa dijadikan duit.. dari sekedar ide, sampah, barang rakitan, dll.. jd gak masalh sih buat saya kalo dicap iq jongkok, bodoh, dll.. nyatanya jumlah orang kaya di indonesia melebihi total populasi penduduk singapore,,,
Nah itu dia. Orang pinter dan orang kaya di Indonesia jumlahnya memang banyak secara angka, tapi berapa persen dibandingkan jumlah keseluruhan? Karena yang menjalankan kehidupan setiap hari bukanlah orang yang superior itu. Seperti dicontohkan di video, benar ada 20% yang pinter banget dan 30% golongan biasa, tapi sisanya di bawah rata-rata. Dan yang paling banyak inilah yang kita temui setiap hari.
menurut saya sih penyebabnya infrastruktur pendidikan di indonesia belum baik dan belum merata keseluruh daerah, di tambah juga kurikulum pendidikan yang aneh.
Menurut saya, terlepas dari benar atau tidaknya data tentang IQ tersebut, harus diakui bahwa orang Indonesia memang sulit menerima kenyataan dan sulit membaca konsekuensi panjang dari sesuatu. Dengan kata lain, kita dikit-dikit pake emosi alih-alih pake logika.
Contoh kecil, SD-SMP-SMA itu adalah pendidikan dasar yang diwajibkan oleh konstitusi (wajib belajar 12 tahun). Jadi, pelajaran-pelajaran yang diajarkan di SD-SMP-SMA itu "pelajaran standard", termasuk baca-tulis-hitung. Jadi, idealnya, semua anak yang lulus dari SMA dipastikan dan memang harusnya sudah bisa baca-tulis-hitung dan mereka bisa mulai memutuskan masa depan mereka sendiri setelah SMA: mau jadi dokter, arsitek, engineer, pengajar, musisi, dll, bebas. Sederhananya, kalau saya boleh bilang secara radikal, anak-anak itu dipastikan punya IQ standard (100) setelah lulus SMA.
Dengan target itu, harusnya kita sadar bahwa sekolah adalah "pabrik" untuk memenuhi target tersebut. Artinya, di sekolah, anak-anak harus bisa melewati semua tes/ujian/ulangan yang dilakukan oleh sekolah melalui guru-guru mata pelajarannya, baik dengan terpaksa ataupun secara sukarela, baik dengan belajar mati-matian atau belajar semalam doang. Perlu di-highlight bahwa saya bilang "anak-anak harus bisa", bukan "anak-anak harus dapat nilai tinggi", alias nilai bisa menyentuh KKM atau batas kelulusan saja itu sudah bagus karena sudah memenuhi standard, gak harus nilai tinggi. Konsekuensinya secara logis, kalau ada anak yang ternyata nilainya tidak memenuhi batas nilai kelulusan, mau tidak mau, suka tidak suka, anak tersebut "harus" mengulang dan tidak boleh dipaksakan untuk lanjut atau naik kelas.
Nah, di Indonesia, kalau ada anak-anak yang gak lulus ujian, yang dipermasalahkan bukan siswanya, yang dituntut untuk belajar lagi bukan siswanya, yang dipertanyakan bukan murid-muridnya, tapi justru guru dan sekolahnya. Alasannya bisa macam-macam, mulai dari "katanya sekolah bisa bikin cerdas anak, kok anak saya gak lulus?", "masa sekolah gak bisa menilai kebaikan lain anak saya?", "guru-gurunya gak kompeten di sini!". Padahal alasan semacam itu hanya valid kalau memang satu kelas atau satu sekolah semuanya gak lulus ujian. Kita lupa dengan target awal pembentukan institusi wajib belajar tadi (SD-SMP-SMA) yang memang ditugaskan untuk membentuk generasi dengan IQ standard (100). Alih-alih memastikan anaknya bisa belajar dan lulus dengan normal, para orang tua dan anak-anaknya justru "memaksa" sekolah dan para guru untuk bisa "men-justifikasi" kekurangan nilai anak-anaknya untuk kemudian dilanjutkan naik kelas.
Dampaknya, seperti efek domino, kalau barang jelek dipaksakan lulus QC dari awal pembuatannya, ya kita gak perlu heran dan terkaget-kaget rata-rata IQ orang Indonesia bahkan ga mencapai standard. Ujian Nasional (UN) dihapus itu juga produk dari opini yang gak relevan akibat dari lulusan yang kurang berkualitas menurut saya, karena UN itu semacam "standard" yang masih dibutuhkan oleh negara berkembang seperti Indonesia. Kalau negaranya udah maju seperti Finland, mau pake ataupun gak pake UN generasinya memang udah pada pinter, jadi ya gak berpengaruh. Makanya, di sana gak ada UN. Tapi, Indonesia sebagai negara berkembang jangan langsung mencontoh Finland, gak relevan dan terlalu jauh, baik secara kualitas dan kuantitas demografi, sistem pendidikan, budaya, dan lain-lain.
Kesimpulannya, SD-SMP-SMA adalah sebuah standard untuk bisa mencetak generasi yang memenuhi standard pula. Jadi, narasi-narasi seperti "ngapain belajar matematika", "ngapain belajar biologi", "ngapain belajar sejarah", "ngapain belajar PKN" yang biasanya diakhiri dengan kalimat "toh gw bukan mau jadi matematikawan", "toh gw bukan mau jadi ilmuan biologi", "toh cita-cita gw bukan sejarawan". "toh cita-cita gw bukan jadi jaksa", harus mulai dihilangkan dari anak-anak SD, SMP, SMA karena "SEMUA PELAJARAN DI SEKOLAH ITU BASIC DAN STANDARD!", terlepas dari apapun cita-cita kalian. TUGAS KALIAN WAHAI PARA PELAJAR ADALAH LULUS MATA PELAJARAN DI SEKOLAH, BUKAN PUNYA NILAI BAGUS, APA ITU TERLALU SULIT?
Ini saya setuju banget. Terutama SD-SMP adalah pelajaran dasar hidup, belum untuk mencari kerja, cuma biar bisa berfungsi sebagaimana selayaknya manusia normal. Masa iya uda mau tahun 2100 yang buta huruf malah anak sekolah.Anak di usia tersebut harus bisa menguasai apapun yang diajarkan di sekolah mau gimanapun caranya. Kalau memang harus diulang sampe berkali kali yasudah diulang aja mumpung masih kecil.
Uda gitu sekarang guru rawan dipersekusi lagi. Mau mendidik malah dilaporin polisi dan gilanya lagi diiyain pula, bahkan sampe difitnah.
terima kasih banyak bang inspirasinya. cocok untuk tambahan nasehat untuk anak saya. semoga sehat dan sejahtera selalu.
Selain pelajaran basic , penalaran berpikir , penerapan rasa malu ,dan ketaatan peraturan jga penting.
Contoh paling kecil saja , melanggar aturan lalu lintas . Lampu merah diterobos, jalur busway dmasuki, palang perlintasan kereta dterobos.
Dan banyak hal lainnya dluar dari aturan lalu lintas.
Efek dr revolusi mental dan kurikulum merdeka rezim mulyono
1+1x0=?
Untung algoritma YT, reels FB sama IG saya lumayan bagus lah weh, nggak ada orang joget nggk jelas mayam buat ikutin info tech
bang nanti cobain distro linux gentoo buat main game :V
kalo soal iq gw gak paham yah siapa aja peserta testnya.. kalo semua peserta testnya anak sd kah, orang dipegunungan kah, suku tradisional kah, atau peserta olimpiade fisika?! jadi masih gak jelas pesertanya siapa, kapan di testnya dan dimana testnya juga siapa yg ngetest... yang saya tahu orang indonesia punya tingkat kreatifitas sangat tinggi, bisa dikatakan 5 besar negara dengan tingkat kreatifitas tertinggi di dunia... meski dengan keterbatasan fisik, ekonomi, mereka survive dan gak butuh migrasi ke negara2 lain kaya negara2 di afrika, timur tengah, amerika selatan dan amerika utara... disini apa aja bisa dijadikan duit.. dari sekedar ide, sampah, barang rakitan, dll.. jd gak masalh sih buat saya kalo dicap iq jongkok, bodoh, dll.. nyatanya jumlah orang kaya di indonesia melebihi total populasi penduduk singapore,,,
Nah itu dia. Orang pinter dan orang kaya di Indonesia jumlahnya memang banyak secara angka, tapi berapa persen dibandingkan jumlah keseluruhan? Karena yang menjalankan kehidupan setiap hari bukanlah orang yang superior itu. Seperti dicontohkan di video, benar ada 20% yang pinter banget dan 30% golongan biasa, tapi sisanya di bawah rata-rata. Dan yang paling banyak inilah yang kita temui setiap hari.
menurut saya sih penyebabnya infrastruktur pendidikan di indonesia belum baik dan belum merata keseluruh daerah, di tambah juga kurikulum pendidikan yang aneh.