Bisa denger dua orang ini ngobrol sampe kering ludahnya. Ini mungkin episod terbaik dr 4-5 podcast Mas Bagus yg saya konsumsi. Jelas banget Mas Bagus ikut tumbuh dengan podcastnya. Btw, sepertinya orang2 ga mslh kok jika ada terselip sedikit atau banyak bhs asing di dlm podcast jika msh gk nyaman hanya berbicara dgn satu bahasa. Code switching gk seharam itu, gk semua yg nonton itu Uda Ivan. Salut sekali utk kedalaman pemikiran Hilmar Farid dan kemampuannya membahasakannya dengan relatif sederhana adalah buktinya, sekaligus bukti potensi yg inheren di jati Bhs Indonesia.
Sukses selalu, Prof. Hilmar Farid. Selalu sukses ya, pak di masa depan. Titip pesan jangan lupa selesaikan urusan repatriasi museum bersama menteri yang baru ya, pak. 🙏
Never thought that history and linguistic study can be this interesting. Prof Hilmar is so articulate in his expertise and I just cannot stop listen to his story, even at 12am
Jauh sebelum Belanda hadir di Nusantara, bahkan Portugis belum datang ke Malaka, Bahasa Melayu telah menjadi lingua franca. Tanpa merendahkan bahasa lain, kita perlu menempatkan takzim dan terima kasih atas Bahasa Melayu sebagai bahasa pasar/dagang. Bahkan Bahasa Melayu juga menjadi Bahasa Ilmu, saat itu Bahasa Melayu menjadi bahasa yang digunakan untuk tulisan di kitab-kitab syarah keagamaan. Bahkan, ulama-ulama (baca: orang berilmu) pun bersahut-sahutan, mensyarahkan kitab yang satu dengan syarah yang lain, oleh ulama di pulau yang lain. Mereka pakai bahasa apa? Melayu! Bahasa ini pun memang berutang banyak kosakata dari bahasa lain, termasuk bahasa daerah di nusantara dan bahasa Arab, Persia, bahkan India. Bahasa Indonesia, tidaklah bisa memutus hubungan nasabnya dengan bahasa Melayu. Bahasa ini tidak lahir di ruang hampa. Tidak tiba-tiba. Tapi anehnya, bagi kami di Sumatera atau Kalimantan, saat berbahasa Melayu, orang-orang bersumbu pendek suka menghujat penutur bahasa Melayu, bahasa induk dari bahasa Indonesia. Hanya di republik ini lah, penutur bahasa Melayu dapat merasakan menjadi mayoritas dan minoritas di saat yang bersamaan. Tabik.
Org2 yg gk tau sejarah peran bahasa Melayu adalah manifestasi kegoblokan pangkat 2. Yg gua pernah baca, bhs Melayu jg mendapat diskriminasi dr ilmuwan Belanda masa penjajahan, bkn karena rendah, tp krn bisa jd alat untuk berfikir saintifik. Dengan tujuan menjajah dan mendegradasi alam pikir masyarakat Indonesia masa depan, mereka memarjinalkan bahasa melayu. Sampailah kita terperosok ke dalam jurang yg bernama bahasa Indonesia, terputus dgn alam pikir, ilmu, dan budaya leluhur asli Indonesia karena sudah tdk mampu lg mengakses naskah2 melayu. Nasi tlh jd bubur.
mas Bagus, sekedar nambah khazanah. Kebudaya'an itu PRODUSEN, atau dalam frasa "generik" : Kebudaya'an adalah SESUATU yang menghasilkan SESUATU. Jadi, ada kebudaya'an, ada PRODUK kebudaya'an. Produk kebudaya'an banyak, misalnya bahasa, agama, piring, kuliner, science, hukum, kedokteran, tata-cara sex, filsafat, dan banyak lagi. Beda-kan, antara kebudaya'an (produsen), dan produk kebudaya'an. Kebudaya'an wujudnya semacam "nebula" yang bergolak dalam batin ketika manusia berinteraksi dengan sesama manusia dan alam sekitar. Nebula tak terlihat mata yang bergolak dalam batin itu menghasilkan NILAI, NORMA, MORALITAS, ETIKA, dan ESTETIKA. Diatas 5 produk dasar "nebula" itulah, manusia membangun hukum, science, rudal side-winder, gotong-royong, soto, nasi goreng, bahasa, prosedur sex, kedokteran, dan lain-lain. Ada kebudaya'an negatif, seperti yang dikembangkan Don Corleone (film Godfather). Kebudaya'an itu tumbuh, tapi bisa stagnan, mati, dan lenyap. Kebudaya'an juga bersaing dengan kebudaya'an lain yang berbeda. Indonesia, TIDAK atau BELOM punya kebudaya'an. Kalau Jawa, Sunda, Bugis, Madura, dll... ya... ada kebudaya'an masing masing, tapi belom ketemu level kebudaya'an Indonesia. Tapi skrg, orang Jawa pun gak mampu mengenali kebudaya'an Jawa ! begitu juga orang Bugis, Madura, dan lainnya. Masalah lain, orang Indonesia juga gak mampu sepenuhnya menjadi orang moderen (cogito ergo sum) seperti bule barat. Bahkan, ketika menjalani agama, yang dijalani cuma "casing" nya doang... elan vital (yaitu spirituality) ajaran agama, gak dikenal orang Indonesia. Jadi, kita itu tradisional tidak, moderen tidak, ber-Tuhan juga sbnr nya tidak. Orang pemerintahan, terutama Presiden, gak ada yang ngerti ini, makanya semua kebijakan ancur ancuran, tidak Koheren, sebab gak ada basis kebudaya'an. Sekedar tambahan ya mas....
Menarik. Klo menurut gua keyakinan (agama atau kepercayaan) yg paling berperan menghasilkan kebudayaan. Menurut gua, meminjam istilah anda, "nebula"nya adalah keyakinan. Keyakinan menghasilkan nilai (baik buruk, salah benar), nilai menghasilkan moral, moral menghasilkan hukum, hukum menghasilkan keteraturan, keteraturan menghasilkan produk2 kebudayaan mulai dr yg benda hingga pemikiran. Proses tsb terus mengulang, menghasilkan kebaruan yg bisa ttp sesuai dgn nilai2 atau keluar dr nilai2, hingga sampai puncaknya sblm akhirnya runtuh.
Revolusi Industri adalah awal kekalahan bagi budaya2 di seluruh dunia. Karakternya yg revolusioner membuat budaya tdk mampu beradaptasi dgn cepat. Mulai dr revolusi Industri 1 yg memapukan Inggris memproduksi barang lbh cpt, ekonomi melesat, inovasi besar2an terjadi disana. Dampaknya bagi dunia sgt parah, eksploitasi sumber daya manusia, alam, dan penjajahan dgn alat2 yg lbh advance drpd penduduk asli. Revolusi2 Industri berikutnya (percetakan, teknologi informasi, internet) mempermudah proses penyebaran informasi, yg dampaknya bagi dunia sekitar adalah individu2 yg pikirannya terfragmentasi dr masyarakat. Kebudayaan hanya bisa bertahan jika masyarakat "bergosip" narasi yg sama. Masuknya informasi (teks, suara, gambar, video) dr dunia lain ke dalam budaya menghasilkan lbh bnyk individu yg terfragmentasi, dampaknya semakin rapuh sebuah kebudyaaan, sulit berkolaborasi, saling tidak percaya. Pikiran yg terfragmentasi gk hanya dialami oleh grass root tp jg politikus dan cendikiawan. Salah satu dampaknya adalah kecacatan dalam memahami realitas dgn sebenar2nya. Misalnya mentri pendidikan yg ngambil sistem pendidikan dr Finlandia untuk diterapkan secara mentah di Indonesia.
Salam, semoga Bapak Bagus dan Bapak Hilman diberikan senantiasa kebaikan dan kesehatan. Saya dan kawan-kawan dari pendaftar BPI Batch 1 2024 skema Pelaku Budaya terutama di jenjang S3 tidak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa dan kesempatan mengabdi pada kebudayaan Indonesia. Beberapa kampus seni di Indonesia terkonfirmasi tidak ada yang lolos skema Pelaku Budaya, semoga sedikit untaian kata ini bisa di baca dan ada sedikit angin tenang pun segar bagi kami yang ingin mengabdikan diri pada bangsa Indonesia melalui budaya. Rahayu.
Ganas! Memelintir otak sekaligus mengurai benang kusut di pikiran. Menarik-menarik. Klw di ruang-ruang pendidikan dibiasakan diskusi semacam ini. Beuh.
Negara Jepang tidak fasih berbahasa Inggris tapi mereka membuat gaya bahasa baru yang disebut Japanlish. contohnya Google menjadi Guguru, Drill menjadi Doriru, Black menjadi Burakku.
Harus saya tambah, bahwa penggunaan bahasa melayu pasar itu sudah berakar di seluruh pesisir nusantara secara alami. Bahkan Ma Huan pada abad 16 menggunakan istilah-istilah yang dipergunakan tionghoa di pesisir utara Jawa berbahasa Melayu. Bahkan Ma Huan menggambarkan bahasa pemain wayang sebagai 'berbahasa asing', yakni bukan bahasa pesisir. Kemudian kita juga bisa merujuk kepada surat korespondensi antara VOC dengan raja-raja Jawa dengan bahasa Melayu ditulis dalam aksara Jawa. Harus dimengerti bahwa, bahasa Melayu pasar adalah bahasa 'thalassa'/perairan nusantara. Saya tidak menyangkal agenda Belanda dalam Balai Pustaka, tetapi Melayu-isasi asalnya itu bukan hanya rancangan penjajah belaka. Bapak Hilmar pernah menggunakan bahasa Indonesia sebagai argumen menentang polemik Jawanisasi, tetapi Bahasa Jawa pra abad 20 sama sekali bukan lingua franca perairan nusantara.
WOW Beraaattt.... Tapi mengasikan 👍👍 Tapi ko jd semakin pesimis sama ide2 pembicaraan nya. Budaya sastra, bahasa dan artikulasi pemikiran kita masih di pimpin oleh YNTKTS 😢😢😢 Semoga kemajuan budaya dan peradaban orisinal kita bisa ber-institusionalisasi terbentuk dari rakyat
1:09 beliau mengatakan perihal beasiswa pelaku budaya. tapi itu (maaf) tidak sesuai dengan yg di lapangan. Sebab, tidak ada satupun penerima beasiswa pelaku budaya pada tahun 2024. sudah kami data, dari semua kampus seni di Indonesia, tidak satupun mereka memiliki mahasiswa dengan status penerima beasiswa pelaku budaya dari BPI
Betul sisa pembodohan dari belanda sampai dulu dirumah tidak boleh pakai bhs ingris hanya dapat di sekolah saja jangan bicara ingris lagu ingris juga gak boleh itu lah jaman dulu karena terbentuk dari penjajah 🙏🙏🙏
"Indonesia adalah negara kelautan yang ditaburi pulau-pulau" ✨
Memang pewawancara dan yg diwawancara itu sanget berpengaruh dgn apa yg akan dibahas.
Bisa denger dua orang ini ngobrol sampe kering ludahnya.
Ini mungkin episod terbaik dr 4-5 podcast Mas Bagus yg saya konsumsi. Jelas banget Mas Bagus ikut tumbuh dengan podcastnya. Btw, sepertinya orang2 ga mslh kok jika ada terselip sedikit atau banyak bhs asing di dlm podcast jika msh gk nyaman hanya berbicara dgn satu bahasa. Code switching gk seharam itu, gk semua yg nonton itu Uda Ivan.
Salut sekali utk kedalaman pemikiran Hilmar Farid dan kemampuannya membahasakannya dengan relatif sederhana adalah buktinya, sekaligus bukti potensi yg inheren di jati Bhs Indonesia.
Prof. Hilmar harusnya yg jadi menteri kebudayaan.
Sukses selalu, Prof. Hilmar Farid. Selalu sukses ya, pak di masa depan. Titip pesan jangan lupa selesaikan urusan repatriasi museum bersama menteri yang baru ya, pak. 🙏
Never thought that history and linguistic study can be this interesting. Prof Hilmar is so articulate in his expertise and I just cannot stop listen to his story, even at 12am
Jauh sebelum Belanda hadir di Nusantara, bahkan Portugis belum datang ke Malaka, Bahasa Melayu telah menjadi lingua franca. Tanpa merendahkan bahasa lain, kita perlu menempatkan takzim dan terima kasih atas Bahasa Melayu sebagai bahasa pasar/dagang. Bahkan Bahasa Melayu juga menjadi Bahasa Ilmu, saat itu Bahasa Melayu menjadi bahasa yang digunakan untuk tulisan di kitab-kitab syarah keagamaan. Bahkan, ulama-ulama (baca: orang berilmu) pun bersahut-sahutan, mensyarahkan kitab yang satu dengan syarah yang lain, oleh ulama di pulau yang lain. Mereka pakai bahasa apa? Melayu! Bahasa ini pun memang berutang banyak kosakata dari bahasa lain, termasuk bahasa daerah di nusantara dan bahasa Arab, Persia, bahkan India.
Bahasa Indonesia, tidaklah bisa memutus hubungan nasabnya dengan bahasa Melayu. Bahasa ini tidak lahir di ruang hampa. Tidak tiba-tiba.
Tapi anehnya, bagi kami di Sumatera atau Kalimantan, saat berbahasa Melayu, orang-orang bersumbu pendek suka menghujat penutur bahasa Melayu, bahasa induk dari bahasa Indonesia.
Hanya di republik ini lah, penutur bahasa Melayu dapat merasakan menjadi mayoritas dan minoritas di saat yang bersamaan.
Tabik.
Org2 yg gk tau sejarah peran bahasa Melayu adalah manifestasi kegoblokan pangkat 2.
Yg gua pernah baca, bhs Melayu jg mendapat diskriminasi dr ilmuwan Belanda masa penjajahan, bkn karena rendah, tp krn bisa jd alat untuk berfikir saintifik. Dengan tujuan menjajah dan mendegradasi alam pikir masyarakat Indonesia masa depan, mereka memarjinalkan bahasa melayu. Sampailah kita terperosok ke dalam jurang yg bernama bahasa Indonesia, terputus dgn alam pikir, ilmu, dan budaya leluhur asli Indonesia karena sudah tdk mampu lg mengakses naskah2 melayu.
Nasi tlh jd bubur.
Sedaaaaap 🤝
mas Bagus, sekedar nambah khazanah. Kebudaya'an itu PRODUSEN, atau dalam frasa "generik" : Kebudaya'an adalah SESUATU yang menghasilkan SESUATU.
Jadi, ada kebudaya'an, ada PRODUK kebudaya'an. Produk kebudaya'an banyak, misalnya bahasa, agama, piring, kuliner, science, hukum, kedokteran, tata-cara sex, filsafat, dan banyak lagi. Beda-kan, antara kebudaya'an (produsen), dan produk kebudaya'an. Kebudaya'an wujudnya semacam "nebula" yang bergolak dalam batin ketika manusia berinteraksi dengan sesama manusia dan alam sekitar. Nebula tak terlihat mata yang bergolak dalam batin itu menghasilkan NILAI, NORMA, MORALITAS, ETIKA, dan ESTETIKA. Diatas 5 produk dasar "nebula" itulah, manusia membangun hukum, science, rudal side-winder, gotong-royong, soto, nasi goreng, bahasa, prosedur sex, kedokteran, dan lain-lain. Ada kebudaya'an negatif, seperti yang dikembangkan Don Corleone (film Godfather). Kebudaya'an itu tumbuh, tapi bisa stagnan, mati, dan lenyap. Kebudaya'an juga bersaing dengan kebudaya'an lain yang berbeda.
Indonesia, TIDAK atau BELOM punya kebudaya'an. Kalau Jawa, Sunda, Bugis, Madura, dll... ya... ada kebudaya'an masing masing, tapi belom ketemu level kebudaya'an Indonesia. Tapi skrg, orang Jawa pun gak mampu mengenali kebudaya'an Jawa ! begitu juga orang Bugis, Madura, dan lainnya. Masalah lain, orang Indonesia juga gak mampu sepenuhnya menjadi orang moderen (cogito ergo sum) seperti bule barat. Bahkan, ketika menjalani agama, yang dijalani cuma "casing" nya doang... elan vital (yaitu spirituality) ajaran agama, gak dikenal orang Indonesia. Jadi, kita itu tradisional tidak, moderen tidak, ber-Tuhan juga sbnr nya tidak. Orang pemerintahan, terutama Presiden, gak ada yang ngerti ini, makanya semua kebijakan ancur ancuran, tidak Koheren, sebab gak ada basis kebudaya'an.
Sekedar tambahan ya mas....
iyaa lo pinter bgt
Menarik. Klo menurut gua keyakinan (agama atau kepercayaan) yg paling berperan menghasilkan kebudayaan. Menurut gua, meminjam istilah anda, "nebula"nya adalah keyakinan. Keyakinan menghasilkan nilai (baik buruk, salah benar), nilai menghasilkan moral, moral menghasilkan hukum, hukum menghasilkan keteraturan, keteraturan menghasilkan produk2 kebudayaan mulai dr yg benda hingga pemikiran.
Proses tsb terus mengulang, menghasilkan kebaruan yg bisa ttp sesuai dgn nilai2 atau keluar dr nilai2, hingga sampai puncaknya sblm akhirnya runtuh.
Revolusi Industri adalah awal kekalahan bagi budaya2 di seluruh dunia. Karakternya yg revolusioner membuat budaya tdk mampu beradaptasi dgn cepat.
Mulai dr revolusi Industri 1 yg memapukan Inggris memproduksi barang lbh cpt, ekonomi melesat, inovasi besar2an terjadi disana. Dampaknya bagi dunia sgt parah, eksploitasi sumber daya manusia, alam, dan penjajahan dgn alat2 yg lbh advance drpd penduduk asli.
Revolusi2 Industri berikutnya (percetakan, teknologi informasi, internet) mempermudah proses penyebaran informasi, yg dampaknya bagi dunia sekitar adalah individu2 yg pikirannya terfragmentasi dr masyarakat. Kebudayaan hanya bisa bertahan jika masyarakat "bergosip" narasi yg sama. Masuknya informasi (teks, suara, gambar, video) dr dunia lain ke dalam budaya menghasilkan lbh bnyk individu yg terfragmentasi, dampaknya semakin rapuh sebuah kebudyaaan, sulit berkolaborasi, saling tidak percaya.
Pikiran yg terfragmentasi gk hanya dialami oleh grass root tp jg politikus dan cendikiawan. Salah satu dampaknya adalah kecacatan dalam memahami realitas dgn sebenar2nya. Misalnya mentri pendidikan yg ngambil sistem pendidikan dr Finlandia untuk diterapkan secara mentah di Indonesia.
Wah bagus nih
Salam, semoga Bapak Bagus dan Bapak Hilman diberikan senantiasa kebaikan dan kesehatan. Saya dan kawan-kawan dari pendaftar BPI Batch 1 2024 skema Pelaku Budaya terutama di jenjang S3 tidak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa dan kesempatan mengabdi pada kebudayaan Indonesia. Beberapa kampus seni di Indonesia terkonfirmasi tidak ada yang lolos skema Pelaku Budaya, semoga sedikit untaian kata ini bisa di baca dan ada sedikit angin tenang pun segar bagi kami yang ingin mengabdikan diri pada bangsa Indonesia melalui budaya. Rahayu.
Menemani saya dari goreng krupuk, cuci piring, dan ngupas bawang. 😄
Terima kasih dan semangat selalu berbagi ilmu bapak-bapak 💪💪💪
krupuknya jadi berisi gk kak?
semoga prof basri amin bisa di wawancarai suatu saat nanti 🙏🙏
Saya berharap, banyak anak muda yang mendengarkan ini...
terima kasih sudah memberikan pencerahan, memberikan optimisme. Salam damai dari Lombok
Dialog memberikan disiplin ilmu bangsa Indonesia yg akan meninggkattkan kepekaan kita terhadap bangsa kita
Ganas! Memelintir otak sekaligus mengurai benang kusut di pikiran. Menarik-menarik. Klw di ruang-ruang pendidikan dibiasakan diskusi semacam ini. Beuh.
Thanks Mas Bagus, Pa Hilmar, Mas Sabrang, Pa Gita
Sepertinya menarik jika prof stela bertemu beliau-beliau ini
Very inspiring talk!
Please invite Bu Ines Atmosukarto, Pak Bagus. To inspire young women in Indonesia to work in science.
Waktunya undang mentri yang bersangkutan bang bagus, sebagai pemangku kebijakan untuk mengulik buah pikirnya terkait podcast ini
Banyak ilmu penting di video ini.
Yaallah bersyukur kali video ini lewat di beranda
Sukses selalu Prof..
Semoga harapan-harapan baiknya selalu sejalan dengan kenyataan.. 🤲
Setuju. Demistifikasi "Indonesia harga mati" perlu dilakukan, kalau tidak akan chauvinistik terus
Terimakasih mas bagus coba dong bedah kitab" sastra yang tua di berbagai daerah termasuk I LAGALIGO yang di sebutkan
Lagaligo blm kelar di translate ke bhs indoensia. Jumlah halamannya buanyak bgt
Request pak Prof, undang bung Rocky Gerung. bahas apa saja saya pikir akan menarik jika Prof. Bagus berdiskusi dengan Rocky Gerung😊
Negara Jepang tidak fasih berbahasa Inggris tapi mereka membuat gaya bahasa baru yang disebut Japanlish. contohnya Google menjadi Guguru, Drill menjadi Doriru, Black menjadi Burakku.
Terima kasih Mas Bagus Muljadi.
Serat jangka jayabaya justru mampu memproyeksikan masa depan. Sepertinya serat unu ditulis oleh Pujangga Kraton Surakarta
Prof Bagus, bolehlah usul diskusi dengan Andrea Hirata dan Tere Liye. 😊
Harus saya tambah, bahwa penggunaan bahasa melayu pasar itu sudah berakar di seluruh pesisir nusantara secara alami. Bahkan Ma Huan pada abad 16 menggunakan istilah-istilah yang dipergunakan tionghoa di pesisir utara Jawa berbahasa Melayu. Bahkan Ma Huan menggambarkan bahasa pemain wayang sebagai 'berbahasa asing', yakni bukan bahasa pesisir. Kemudian kita juga bisa merujuk kepada surat korespondensi antara VOC dengan raja-raja Jawa dengan bahasa Melayu ditulis dalam aksara Jawa. Harus dimengerti bahwa, bahasa Melayu pasar adalah bahasa 'thalassa'/perairan nusantara. Saya tidak menyangkal agenda Belanda dalam Balai Pustaka, tetapi Melayu-isasi asalnya itu bukan hanya rancangan penjajah belaka. Bapak Hilmar pernah menggunakan bahasa Indonesia sebagai argumen menentang polemik Jawanisasi, tetapi Bahasa Jawa pra abad 20 sama sekali bukan lingua franca perairan nusantara.
Mengganti ejaan van ophuijsen (1901-1947)
Menjadi Ejaan Republik/ejaan Soewandi (1947-1955)
Ejaan pembaharuan 1956-1961
Ejaan Melindo(1961-1967
Ejaan Baru(1967-1972)
Ejaan Yang disempurnakan (1972-2015)
Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang)
WOW Beraaattt.... Tapi mengasikan 👍👍
Tapi ko jd semakin pesimis sama ide2 pembicaraan nya. Budaya sastra, bahasa dan artikulasi pemikiran kita masih di pimpin oleh YNTKTS 😢😢😢
Semoga kemajuan budaya dan peradaban orisinal kita bisa ber-institusionalisasi terbentuk dari rakyat
Edukatif
1:09 beliau mengatakan perihal beasiswa pelaku budaya. tapi itu (maaf) tidak sesuai dengan yg di lapangan. Sebab, tidak ada satupun penerima beasiswa pelaku budaya pada tahun 2024.
sudah kami data, dari semua kampus seni di Indonesia, tidak satupun mereka memiliki mahasiswa dengan status penerima beasiswa pelaku budaya dari BPI
asupan dan nutrisi otak, klo denger 2 orang intelektual berdiskusi minimal banget dapet suatu perspektif dan insight yang bernilai
Keren😊
Semoga berikutnya SENO GUMIRA AJIDARMA atau BU KARLINA SUPELLI.
Siapa tuh yang jadi panitia World Water Forum?
fyi menteri Kebudayaan yang baru itu Fadli Zon dan wakilnya Giring 😂
harusnya dia jadi Menteri Kebudayaan
🤘🤘🤘
Tolong pak, teksnya kok tidak dimunculkan. Terimakasih.
This episode reminds me of J.S. Badudu aka Jus Badudu. 😅
Saya kira jadi ngundang Rocky Gerung😅
xixixixi
makanyachhh, schetujuchhh
Betul sisa pembodohan dari belanda sampai dulu dirumah tidak boleh pakai bhs ingris hanya dapat di sekolah saja jangan bicara ingris lagu ingris juga gak boleh itu lah jaman dulu karena terbentuk dari penjajah 🙏🙏🙏
TAG KEMENDIKBUD
dialog bernutrisi