CCTD UKSW: Filsafat Ilmu 2

Поделиться
HTML-код
  • Опубликовано: 23 июн 2021
  • Bila SAINS dapat menjelaskan realitas NILAI, SENI dan MORAL, apakah FILSAFAT ILMU & METODOLOGI PENELITIAN masih bisa mencakupinya?
    Secara umum dipahami bahwa Sains memiliki wilayah kajian yang berbeda dengan agama dan seni. Sains “hanya” terkait dengan bentuk realitas sensible, fakta-fakta serta keterukuran, sementara wilayah agama berurusan dengan nilai-nilai. Kedua wilayah ini tidak bisa saling cakup. Stephen Jay Gould, seorang paleontolog (sejarah evolusi dan biologi) kemudian menegaskannya melalui pendekatan yang disebut Non Overlapping Magisteria (NOMA), yang dengan demikian membuat tembok demarkasi metafisik untuk memilah batas-batas keduanya.
    Namun, NOMA ditolak oleh Richard Dawkins dan saintis lainnya. Dalam karyanya the Magic of Reality, Richard Dawkins berargumen bahwa sains berhak masuk ke bidang manapun, termasuk agama dan seni. Tidak ada yang bisa menghalangi sains untuk menyensor bentuk pengetahuan apapun sejauh ia terkait dengan dunia empirik.
    Dalam diskusi membahas pemikiran Richard Dawkins dari perspektif Filsafat Ilmu tahun 2020, Dr. Karlina Supelli membenarkan argumen Dawkins dan menyatakan bahwa sains berhak masuk ke ranah nilai, seni, agama dan sebagainya. Dengan demikian implikasi dan konsekuensinya luas, terutama pada cakupan dan kerja-kerja metodologi penelitian, dan tentu saja filsafat ilmu sebagai induknya. Sains akhirnya perlu mengembangkan metodologinya agar memiliki “daya sensor yang lebih canggih” yang memungkinkannya “menangkap” jenis realitas seni, nilai, moral dan lainnya yang terkait agama.
    Untuk alasan itulah, CCTD mengadakan KURSUS FILSAFAT ILMU secara daring dengan durasi 6 (enam) sesi, diajar oleh Dr. Karlina Supelli dan Dr.J.Haryatmoko, S.J. Ibu Karlina membahas Filsafat Ilmu dalam empat (4) sesi berturut-turut secara mingguan setiap Jumat.

Комментарии • 1