Suara Tradisi Kulcapi Karo | POTRET

Поделиться
HTML-код
  • Опубликовано: 5 янв 2025

Комментарии • 39

  • @jalusharin7818
    @jalusharin7818 21 день назад

    Krenn..kami Kalak karo yg tinggal di Rantau tepatnya di Kalimantan Timur sangat bersyukur dan bangga tuk Sdr Rama..sukses slalu

  • @juwitabrmeliala3175
    @juwitabrmeliala3175 16 дней назад

    Mejuah-juah Ma Karo ❤

  • @budistp3749
    @budistp3749 19 дней назад +1

    Bujur man DAAI TV sudah mengangkat tradisi kebudayaan Karo

    • @potret.daaitv
      @potret.daaitv  5 дней назад

      Bujur kakak ❤️❤️❤️❤️

  • @rosmitarufina5145
    @rosmitarufina5145 Месяц назад +1

    Mantap maju terus tanah Karo🙏🙏🙏👍👍👍👍❤️

  • @kriswantoginting
    @kriswantoginting Месяц назад +1

    Bravo Rama, sukses bersama petikan kulcapi Karo.

  • @hibanantabangun3814
    @hibanantabangun3814 Месяц назад +1

    Mejuah-juah..

  • @AsliTarigan-w9r
    @AsliTarigan-w9r Месяц назад

    Semangat... Mari Lestarikan Anak Muda...Alat Alat Tradisional Karo Kita, Mantap Sinulingga Mergana👍👍👍

  • @herisatriasahputragurusinga
    @herisatriasahputragurusinga 28 дней назад +2

    Tanah Karo dalam Pengertian sebenarnya bukan hanya mencakup orang Karo yang berdiam di daerah Kabupaten Karo saja. Melainkan mencakup kepada orang-orang Karo yang sudah lama berdiam atau menetap di daerah-daerah garis besar Karo, jauh sebelum kolonial Belanda menjajah wilayah asli suku Karo seperti kabupaten Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Dairi, Aceh Tenggara, Kotamadya Binjai dan ibu kota Medan. Seluruh perpaduan suku Karo diikatkan oleh suatu dialek (bahasa) yang dapat dimengerti dimulai dari daerah Langkat, Deli Serdang, dataran tinggi Karo sampai ke Tanah Alas.
    Banyak bukti yang menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat Karo dipengaruhi oleh ideologi, kepercayaan dan praktek yang lazim dilakukan oleh bangsa India atau Hindu. Pengamatan penting mengenai agama asli Karo yang dinamakan " Kniteken Sipemena" mendeskripsikan bahwa agama tersebut tidak diekspresikan dengan cara sistematis. Tidak ada kitab suci dan tidak ada ajaran teologis yang sistematis bahkan tidak ada dogma di dalamnya. Begitu pula akan musik dan tarian tradisional Karo yang memiliki dimensi, makna religius, artistik, budaya dan hiburan tersendiri. Cerita dan pantun Karo, Seni Ukir dan pakaian Karo, seluruhnya ini telah kami rangkum dengan cermat dan padat dalam buku ini. Sangat bermartabat apabila khazanah lokal lebih dikenal lagi, digali, diteliti, dikaji dan dipublikasikan. Jika tidak harta budaya itu akan tetap tersembunyi dan terpendam.
    Untuk Bumi Turang, Tanah Karo Simalem...
    Bujur ras mejuah-juah man kita kerina Kalak KARO tanpa embel-embel pembatak2kan dgn LOGIKA dan fakta 🙏

  • @SORAKEMULIHEN
    @SORAKEMULIHEN Месяц назад +2

    Menyala terus sora kemulihen

    • @potret.daaitv
      @potret.daaitv  27 дней назад

      kereeeen , sukses terus adik-adik, kalian luar biasa

  • @bubrank
    @bubrank Месяц назад

    kereeeen

  • @renitasinulingga2912
    @renitasinulingga2912 Месяц назад +1

    Semangat Sora Kemulihen🔥🔥
    Semakin berprestasi
    Untuk coach @Ramanta Sinulingga tetaplah menyala🤣

  • @herisatriasahputragurusinga
    @herisatriasahputragurusinga 28 дней назад +1

    Suku Karo tak mengenal MARGA tapi MERGA yang berasal dari kata MEHERGA/ MERGA yang berarti mahal karena anak laki-laki itu penerus keluarga.Suku Karo punya MERGA SILIMA yaitu Karokaro, Tarigan, Ginting, Peranginangin dan Sembiring dimana ada 2 merga berbeda yaitu merga Peranginangin boleh menikah sesama cabang merga Peranginangin (sub merga tertentu) dan satu lagi merga Sembiring yang terbagi menjadi dua yaitu yang makan b1/anjing tidak boleh menikah sesama cabang merga Sembiring dan yang pantang makan b1/anjing boleh menikah sesama cabang merga Sembiring.bujur ras mejuah-juah man kita kerina Kalak KARO tanpa embel-embel pembatak2kan dgn LOGIKA dan fakta 🙏

  • @herisatriasahputragurusinga
    @herisatriasahputragurusinga 28 дней назад +1

    SUKU KARO bukan Batak Karo hanya SUKU KARO 👍 Medan berawal dari sebuah kampung bernama kampung Medan Putri yang didirikan oleh Guru Patimpus pada tahun 1590. Guru Patimpus adalah seorang putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri Datok Pulo Brayan. Nama Medan sendiri konon berasal dari kata Madaan berarti menjadi sehat atau lebih baik. Ini sejalan dengan kenyataan bahwa Guru Patimpus adalah seorang tabib yang memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Karo pada masanya.
    Dia banyak menyembukan penyakit yang diderita penduduk. Dari kenyataan itulah yang kemudian menjadi sebutan bagi Kota Medan, yang kita kenal sampai sekarang. Dari hasil riset yang telah dilakukan, banyak masyarakat kota Medan yang tidak mengetahui tentang sejarah Guru Patimpus pendiri kota Medan.
    Berdasarkan kutipan dari buku Jejak Medan Tempoe Doeloe, Medan kini merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai ibu kota Sumatera Utara, kota ini sedang memacu diri menjadi metropolitan dan megapolitan. Pada tahun 1950 Medan sudah ada. Jurnal FSD, Vol. 1 No. 1 diresmikan oleh Guru Patimpus dari kampung Medan Putri menjadi sebuah cikal bakal kota. Maka dari itu pemerintah daerah kota Medan menyepakati kalau kota Medan berdiri pada tahun 1590.
    Sebagaimana yang ditulis oleh zaenuddin HM, dalam bukunya “Asal-Usul Kota- Kota di Indonesia Tempo Doeloe”, Medan berawal dari sebuah kampung bernama kampung Medan Purti yang didirikan oleh Guru Patimpus pada tahun 1590. . Guru patimpus adalah seorang putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri Datok Pulo Brayan.
    Nama Medan sendiri konon berasal dari kata Madaan berarti menjadi sehat atau lebih baik. Ini sejalan dengan kenyataan bahwa Guru Patimpus adalah seorang tabib yang memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Karo pada masanya. Dia banyak menyembukan penyakit yang diderita penduduk. Dari kenyataan itulah yang kemudian menjadi sebutan bagi Kota Medan, yang kita kenal sampai sekarang.
    Demikian pula di dalam tulisan Tengku Azwansyah A. Teruna dalam bukunya Sultan Makmoen Al-Rasyid dan Berdirinya Pemerintahaan Kota Medan serta Istana Maimoon, menyatakan ada seorang bernama Guru Patimpus. Dia memeluk agama islam atas pengaruh seorang ulama yang disebut Datuk Kota Bangun terjadi sekitar 1590 M.
    Datuk ini adalah Imam Siddik bin Abdullah yang makamnya, terletak di Kelumpang Deli. Pada batu nisannya tertulis : meninggal 23 Syaban 993 H atau 27 Juni 1590 M. Makam itu terletak di kampung Medan, Ini memberikan alasan bahwa Guru Patimpus berguru Agama dahulunya pada Datuk kota Bangun, tidak lain adalah Imam Siddik sendiri. Pada masa itu Guru Patimpus sudah membuat kampung Medan setelah menikah dengan anak raja Pulo Brayan.
    Patung Guru Patmpus dengan uraian sebagai berikut : 1. Tongkat - Denotasi : Tongkat pada karakter Guru Patimpus terbuat dari kayu yang bagian ujugnya terdapat seperti rambut atau bulu yang di ikat. - Konotasi : Tongkat digunakan untuk sebagai senjata pertahanan saat mengembara dan untuk berburu. Tongkat masih banyak digunakan masyarakat zaman dulu dan pada suku-suku pedalaman. - Mitos : Tongkat di percaya memiliki kemampuan mistik yang digunakan masyarakat zaman dulu untuk bertarung, bertahan dari musuh, dan mengobati orang. Tongkat disimbolkan seperti orang yang memiliki kedudukan dan kekuasaan.
    2.Sorban - Denotasi : Sorban sebuah penutup kepala yang terbuat dari kain yang dililitkan dengan rapi. Digunakan untuk pelindung kepala. - Konotasi : Sorban dilambangkan sebagai ciri khas masyarakat zaman dulu yang sering digunakan oleh pengembara begitu juga gambaran masyarakat karo di zaman dulu banyak menggunakan sorban. -Mitos : Kebanyakan orang yang memakai sorban dipercaya bukan orang biasa, melainkan orang yang memiliki ilmu yang tinggi atau sakti. Seperti Tabib, atau Syekh pada zaman dulu. 110. Jurnal FSD, Vol. 1 No. 1
    3. Baju - Denotasi : Baju digunakan pada karakter guru patimpus sebagai penutup tubuh untuk menjaga suhu untuk kehangatan tubuh dan juga menutupi bagian sensitif pada tubuh. - Konotatif : Baju yang terdapat pada karakter guru patimpus menggambarkan ciri khas masyarakat zaman dulu yang menggunakan baju terusan seperti yang tidak bermotif. - Mitos : Baju terusan dipercaya banyak digunakan oleh pengembara orang sakti atau memiliki ilmu tinggi seperti syekh dan tabib.
    4. Selendang Kain - Denotasi : selendang kain yang terdapat dari karakter Guru Patimpus digunakan untuk mengikat dan sebagai kantongan untuk membawa perbekalan saat mengembara. - Konotasi : Selendang kain menggambarkan ciri khas masyrakat karo di zaman dulu. Karena banyak masyrakat di zaman dulu selalu membawa kain yang di selempangkan dibahu dan dipakai sehari-hari. - Mitos : kain selempangan dipercaya digunakan pengembara sebagai alat untuk menyerang yang memiliki kemampuan mistik yang sering kita lihat seperti di film-film kolosal.
    5. Gelang - Denotasi : Gelang sebuah pernak-pernik yang unik digunakan untuk hiasan pada tangan maupun kaki. - Konotasi : Gelang pada karakter Guru Patimpus melambangkan kebudayaan masyarakat dizaman dulu dengan mengumpulkan batu-batuan unik lalu dijadikan gelang dan syekh menggunakannya juga untuk berdzikir. - Mitos : Gelang yang terbuat dari berbagai jenis batu-batuan dipercaya masyarakat sebagai jimat atau penangkal.
    6. Warna - Merah : Denotasi : Warna merah melambangkan tanda berhenti, larangan, atau bahaya. Konotasi : Warna merah melambangkan semangat, keberanian. Mitos : Warna merah bagi masyarakat karo mempercayai warna merah memiliki makna, kekuatan dan keberianian. - Coklat : Denotasi : Warna coklat melambangkan minimalis Konotasi : Warna coklat melambangkan kesederhanaan. Mitos : Warna coklat bagi masyarakat karo mempercayai warna coklat itu sebagai simbol Hafiz kehidupan sama seperti bumi kita yang memberi kita kehidupan. - Hitam : Denotasi : Warna hitam Sebuah warna dasar yang gelap Konotasi : Warna hitam memiliki arti kegelapan Mitos : Warna hitam di yakini masyarakat karo melambangkan jiwa kepemimpinan.
    5 Datuk Kuta Bangun terkenal sakti berasal dari daerah Jawa yang berdiam di Kuta Bangun. Pada illustrasi Datuk Kuta Bangun digambarkan menggunakan baju tangan panjang dan celana panjang lalu pada bagian kepala terdapat belangkon yang merupakan ciri khas dari Suku Jawa sehingga masih terdapat unsur kebudayaannya.
    6 Pengiring Guru Patimpus atau pengawalnya yang menemani perjalanan Guru Patimpus yang menemui Datuk Kota bangun. Pada illustrasi pengiring Guru Patimpus digambarkan seperti masyarakat karo pada zaman dulu, yang menggunakan selmpangan kain dan penutup kepala atau sorban.
    7 Raja Pulo Brayan seorang raja didaerah Pulo Brayan. ilustrasi pada penggambaran karakter Raja Pulo Brayan dengan menggunakan baju dengan ciri khas melayu dan dengan penutup kepala seperti kopiah.
    8 Putri Raja Pulo Brayan Adalah istri dari Guru Patimpus ilustrasi pada penggambaran karakter Putri Raja Pulo Brayan menggunakan baju terusan panjang agar terlihat tertutup dan seperti masyarakat dulu.
    Guru Patimpus adalah putra karo yang berasal dari Desa Aji Jahe ingin mengunjungi orang sakti yang berada di Datuk kota Bangun ingin mengadu ilmu tetapi Guru Patimpus mengaku kalah dan memutuskan masuk Islam. Lalu berguru dengan Datuk kota Bangun dan mendirikan beberapa daerah dan mengembara ke Pulo Brayan dan menikahi anak dari raja Pulo Brayan dan membuka kampung di Bujur ras mejuah-juah man kita kerina Kalak KARO tanpa embel-embel pembatak2kan dgn logika dan fakta 🙏

    • @MisterJee80
      @MisterJee80 27 дней назад

      Panjang kau bercerita novel. Tapi palingpenting coba usulkan hapus nama greja BATAK karo itu...drupda cuap2 ga berguna

    • @totosukatendel9209
      @totosukatendel9209 25 дней назад +1

      ​@@MisterJee80Dulu namanya Karo Kerk, Gereja Karo,ganti jadi Gereja Karo Protestan , thn 1941 sebelum Jepang datang diselipkan kata Batak, seperti juga di Simalungun, Pakpak, Belakangan di keduz suku tsb Batak dihilangkan kembali,

    • @kerpul3353
      @kerpul3353 25 дней назад

      Cuba dage jelasken engkai maka aksara Karo ras toba, Simalungun, Pakpak hampir2 seri
      Secara indung surat jelas buen indung surat toba buen, secara anak surat pe labo seri tapi lit persamaan.
      Cuba dage turiken yah, uga maka hampir seri

    • @herisatriasahputragurusinga
      @herisatriasahputragurusinga 24 дня назад

      @kerpul3353 peradaban manusia selalu berkembang dgn menciptakan SESUATU yang benar2 baru yang kemudian ditiru kelompok suku lainnya atau kita yang meniru dari kelompok lain dan mengubahnya.
      Sifat manusia itu selalu meniru yang dia suka tak peduli dari kawan atau musuh.
      Tetapi mitologi Karo dan fakta DNA masyarakat Nusantara ( profesor HERAWATI dan peneliti DNA Toba Edward Simanungkalit) membuktikan bahwa mitologi Karo benar sesuai fakta ilmiah DNA berasal dari India dan memiliki DNA yang berbeda dari yang merasa Batak ( kenyataan Toba, Teba atau jering yang merasa sebagai asal mula orang2 yang dibilang Batak) fakta ilmiah DNA masyarakat Nusantara membuktikan suku Karo jauh lebih tua.
      Suku KARO secara genetik:
      Berdasarkan DNA (ilmu genetika yang keabsahannya diakui oleh PBB) Suku Karo sudah mendiami Pulau Sumatera sejak 8.300 tahun lampau dan jauh sebelum Raja-raja Batak datang ke Pulau Sumatera dari sabang sampai lampung (berdasarkan genetika DNA ini mengartikan Suku Karo bukan suku batak dan bukan juga sub suku batak).
      Orang Karo terutama merupakan campuran dari 4 (empat) penutur bahasa, yaitu:
      1. Orang Negrito (Masa Mesolitik: 10.000 - 6.000 tahun lalu).
      2. Penutur Austroasiatik (Masa Neolitik: 6.000 - 2.000 tahun lalu).
      3. Penutur Austronesia (Masa Neolitik: 6.000 - 2.000 tahun lalu).
      4. Orang Tamil dari India Selatan (Masa periode tahun masehi).
      Di dalam DNA Karo (dan Gayo) ada ditemukan unsur: Negrito, Austroasiatik, Austronesia, dan Tamil, sehingga kesamaan inilah yang membuat Karo dan Gayo berkerabat sangat dekat.
      Sementara Orang Karo merupakan keturunan dari campuran Orang Negrito yang datang pada masa Mesolitik, penutur Austroasiatik dan penutur Austronesia yang datang pada masa Neolitik, serta Orang Tamil. Maka, jelas berbeda kedatangannya yang jauh lebih dulu kedatangan dari Orang Negrito, penutur Austroasiatik, dan penutur Austronesia dibanding Si Raja Batak yang diperkirakan datang sekitar 800 (+/- 200) tahun lalu.
      dikonfirmasi oleh hasil analisa DNA Orang Toba oleh Mark Lipson (2014:87) dengan menyimpulkan bahwa DNA Orang Toba terdiri dari: Austronesia 55%, Austroasiatik 25%, dan Negrito 20%. Maka, jelas bahwa Orang Toba bukan hanya Orang Taiwan (Austronesia+Austroasitik), tetapi campuran Orang Taiwan dan Orang Negrito. Orang Negrito sudah ada mendiami Humbang sebelum Si Raja Batak datang ke Sianjur Mula-mula di kaki Pusuk Buhit, Negeri Toba, sehingga pernyataan bahwa Sianjur Mula-mula merupakan awal persebaran manusia bukanlah fakta, melainkan hanyalah mitos.
      Orang Karo bukanlah Orang Taiwan seperti Si Raja Batak yang Orang Taiwan, melainkan campuran Negrito, Austroasiatik, Austronesia, dan Tamil. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa Orang Karo bukan keturunan Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula. Orang Karo lebih dulu sampai di Tanah Karo yang sudah datang pada masa prasejarah daripada Si Raja Batak yang sampai di Sianjur Mula-mula sekitar 800 (+/- 200) tahun lalu, sehingga migrasi Orang Toba ke Tanah Karo tidak menjadikan Orang Karo menjadi keturunan Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula. Jelas bahwa tidak ada hubungan genealogis Si Raja Batak dengan Orang Karo, sementara bahasa Toba dan bahasa Karo termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia. Akhirnya, pernyataan bahwa Orang Karo adalah keturunan Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula bukanlah fakta, melainkan hanyalah mitos!
      Kenapa orang Karo tidak mau disebut Batak.
      Dalam buku "Sejarah Pijer Podi, Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia (1995)" karya Kol (Purn) Sempa Sitepu menuliskan dengan tegas jika Suku Karo bukan berasal dari si Raja Batak. Sehingga penyebutan Batak Karo jelas mengubah sejarah.
      Dalam penjelasannya, dia pun mencantumkan sisilan suku Karo yang dirangkum dari cerita para leluhurnya. Dituliskan jika leluhur etnis Karo dari India Selatan yang berbatasan Myanmar
      Dahulunya, ada seorang raja hidup dengan permaisurinya di seberang laut. Sang raja rupanya memiliki panglima bernama Karo yang merupakan orang keturunan India.
      sang raja mengatakan pada Panglima Karo ingin pergi ke lokasi baru untuk mendirikan kerajaan. Sang putri raja Si Miansari ikut serta. Miansari yang sudah menyimpan rasa kepada Karo memilih ikut rombongan dengan pasukan yang dipimpin sang panglima.
      Pasukan pun berlayar hingga tiba di Pulau Pinang. Konon mereka tinggal beberapa bulan di pulau itu hingga sang Raja kepincut dengan pulau yang lebih luas di sebelah selatan.
      Dengan semangat raja pun akhirnya meminta pasukan bersiap untuk menyeberang. Nahas, di tengah laut, mereka diterjang ombak besar hingga pasukan terpencar. Beruntung putri Miansari dengan rombongan Panglima Karo terdampar. Sementara keberadaan sang raja tak diketahui. akhirnya
      Putri Miansari dengan Panglima Karo pun sepakat pergi dengan membawa dua dayang dan tiga pengawal. Dalam pencarian tempat baru itu, akhirnya Miansari dan panglima menikah. Rombongan pun akhirnya tiba di pulau Perca (Sumatera). Saat ini, tempat tersebut dinamakan Belawan.
      Masih belum ingin menetap, rombongan pun menelusuri aliran sungai hingga tiba di tempat yang kini dinamakan Durin Tani. Di tepat itu diketahui ada gua yang disebut gua Umang. Dianggap tak aman, Panglima Karo dengan rombongan pergi hingga sampai ke tempat bernama Buluhawar, Bukum. Mereka pun tinggal di kaki gunung kini bernama Sikeben yang berdekatan dengan Bandarbaru.
      Masih mencari tempat yang lebih nyaman, Karo kembali berpindah hingga tiba di kaki Gunung Barus. Meski pemandangan dan udara di tempat tersebut sangat disukai rombongannya, Karo tetap ingin mencari tempat lain yang mirip dengan tanah kelahirannya.
      Saat beristirahat di bawah pohon beringin, Karo mengutus anjing untuk menyusuri sungai yang kini disebut Sungai Lau Biang. Beruntung anjing itu kembali dengan selamat. Karo dan rombongan pun kembali melakukan perjalanan hingga tiba di daratan tinggi bernama Mulawari atau berseberangan dengan si Capah (Seberaya). Daratan tinggi kini ini sebut Tanah Karo.
      Pernikahan Putri Miansari-Karo dikaruniani tujuh anak. Anak pertama hingga keenam semuanya perempuan.
      1. Corah
      2. Unjuk
      3. Tekang
      4. Girik
      5. Pagit
      6. Jile
      7. Meherga
      Anak ketujuh berjenis kelamin laki-laki. Lantaran disebut sebagai penerus, anak ketujuh ini diberi nama Meherga (berharga)/Merga(mahal)
      Terciptanya Merga dari Suku Karo
      Lahir anak ketujuh Karo ini juga menjadi cikal bakal terciptanya merga di Suku Karo. Merga pun akhirnya menikah dengan anak Tarlon (saudara bungsu dari Miansari) bernama Cimata.
      Merga dan Cimata pun memiliki lima anak laki-laki yang namanya menjadi induk merga Suku Karo. Anak pertama yakni Karo (sebagai leluhur agar diingat para keturunannya). Anak keduanya yakni Ginting.
      Anak ketiga yakni Sembiring. Nama itu diambil kata kata Si Mbiring yang artinya hitam. Konon, Sembiring ini paling hitam di antara saudaranya. Anak ke empat Peranginangin. Dia diceritakan lhahir saat angin puting beliung. Sementara anak kelima atau bungsu diberi nama Tarigan.
      Itulah sejarah kenapa orang Karo tidak mau disebut orang Batak. Mereka tidak ingin menghapus sejarah leluhurnya hingga disebut suku Batak padahal mereka berbeda asal usul nenek moyang dan mereka telah membentuk identitas mereka yaitu" Suku Karo dgn Merga Silima" dgn salam Mejuah-juah.
      Dikutip dari website resmi Pemerintah Kabupaten Karo, berikut daftar 5 marga induk suku Karo atau Merga Silima beserta sub merganya.
      1. KARO-KARO:
      . Karo sekali
      · Barus
      · Bukit
      · Gurusinga
      · Kaban
      · Kacaribu
      · Ketaren
      · Kemit
      · Jung
      · Purba
      · Sinulingga
      · Sinukaban
      · Sinubulan
      · Sinuraya
      · Sitepu
      · Sinuhaji
      · Surbakti
      · Samura
      2. GINTING:
      · Ajartambun
      · Babo
      · Beras
      · Cabap
      · Gurupatih
      · Garamata
      · Jandibata
      · Jawak
      · Manik
      · Munte
      · Pase
      · Seragih
      · Suka
      · Sugihen
      · Sinusinga
      · Tumangger
      3. SEMBIRING:
      · Berahmana
      · Busuk
      · Depari
      · Colia
      · Keloko
      · Kembaren
      · Muham
      · Meliala
      · Maha
      · Bunuaji
      · Gurukinayan
      · Pandia
      · Keling
      · Pelawi
      · Pandebayang
      · Sinukapur
      · Sinulaki
      · Sinupayung
      · Tekang
      4. Perangin-angin
      · Bangun
      · Keliat
      · Kacinambun
      · Namohaji
      · Nano
      · Menjerang
      · Uwir
      · Pinem
      · Pancawan
      · Panggarun
      · Ulun Jandi
      · Laksa
      · Perbesi
      · Sukatendel
      · Singarimbun
      · Sinurat
      · Sebayang
      · Tanjung
      5. TARIGAN:
      · Bondong
      · Gana-gana
      · Gersang
      · Gerneng
      · Jampang
      · Purba
      · Pekan
      · Sibero
      · Tua
      · Tegur
      · Tambak
      · Tambun
      · Silangit
      · Tendang
      Suku Karo tak mengenal MARGA tapi MERGA yang berasal dari kata MEHERGA/ MERGA yang berarti mahal karena anak laki-laki itu penerus keluarga.Suku Karo punya MERGA SILIMA yaitu KARO-KARO,GINTING, SEMBIRING PERANGINANGIN dan TARIGAN dimana ada 2 merga berbeda atau mendapat pengecualian yaitu merga PERANGINANGIN boleh menikah sesama cabang merga PERANGINANGIN ( sub merga tertentu) dan satu lagi merga SEMBIRING yang terbagi menjadi dua yaitu yang makan b1/anjing tidak boleh menikah sesama cabang merga SEMBIRING dan yang pantang makan b1/anjing boleh menikah sesama cabang merga SEMBIRING.
      Bujur ras mejuah-juah man kita kerina Kalak KARO tanpa embel-embel pembatak2kan dgn logika dan fakta 🙏

  • @herisatriasahputragurusinga
    @herisatriasahputragurusinga 28 дней назад +1

    Kenapa orang Karo tidak mau disebut Batak.
    Dalam buku "Sejarah Pijer Podi, Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia (1995)" karya Kol (Purn) Sempa Sitepu menuliskan dengan tegas jika Suku Karo bukan berasal dari si Raja Batak. Sehingga penyebutan Batak Karo jelas mengubah sejarah.
    Dalam penjelasannya, dia pun mencantumkan sisilan suku Karo yang dirangkum dari cerita para leluhurnya. Dituliskan jika leluhur etnis Karo dari India Selatan yang berbatasan Myanmar
    Dahulunya, ada seorang raja hidup dengan permaisurinya di seberang laut. Sang raja rupanya memiliki panglima bernama Karo yang merupakan orang keturunan India.
    sang raja mengatakan pada Panglima Karo ingin pergi ke lokasi baru untuk mendirikan kerajaan. Sang putri raja Si Miansari ikut serta. Miansari yang sudah menyimpan rasa kepada Karo memilih ikut rombongan dengan pasukan yang dipimpin sang panglima.
    Pasukan pun berlayar hingga tiba di Pulau Pinang. Konon mereka tinggal beberapa bulan di pulau itu hingga sang Raja kepincut dengan pulau yang lebih luas di sebelah selatan.
    Dengan semangat raja pun akhirnya meminta pasukan bersiap untuk menyeberang. Nahas, di tengah laut, mereka diterjang ombak besar hingga pasukan terpencar. Beruntung putri Miansari dengan rombongan Panglima Karo terdampar. Sementara keberadaan sang raja tak diketahui. akhirnya
    Putri Miansari dengan Panglima Karo pun sepakat pergi dengan membawa dua dayang dan tiga pengawal. Dalam pencarian tempat baru itu, akhirnya Miansari dan panglima menikah. Rombongan pun akhirnya tiba di pulau Perca (Sumatera). Saat ini, tempat tersebut dinamakan Belawan.
    Masih belum ingin menetap, rombongan pun menelusuri aliran sungai hingga tiba di tempat yang kini dinamakan Durin Tani. Di tepat itu diketahui ada gua yang disebut gua Umang. Dianggap tak aman, Panglima Karo dengan rombongan pergi hingga sampai ke tempat bernama Buluhawar, Bukum. Mereka pun tinggal di kaki gunung kini bernama Sikeben yang berdekatan dengan Bandarbaru.
    Masih mencari tempat yang lebih nyaman, Karo kembali berpindah hingga tiba di kaki Gunung Barus. Meski pemandangan dan udara di tempat tersebut sangat disukai rombongannya, Karo tetap ingin mencari tempat lain yang mirip dengan tanah kelahirannya.
    Saat beristirahat di bawah pohon beringin, Karo mengutus anjing untuk menyusuri sungai yang kini disebut Sungai Lau Biang. Beruntung anjing itu kembali dengan selamat. Karo dan rombongan pun kembali melakukan perjalanan hingga tiba di daratan tinggi bernama Mulawari atau berseberangan dengan si Capah (Seberaya). Daratan tinggi kini ini sebut Tanah Karo.
    Pernikahan Putri Miansari-Karo dikaruniani tujuh anak. Anak pertama hingga keenam semuanya perempuan.
    1. Corah
    2. Unjuk
    3. Tekang
    4. Girik
    5. Pagit
    6. Jile
    7. Meherga
    Anak ketujuh berjenis kelamin laki-laki. Lantaran disebut sebagai penerus, anak ketujuh ini diberi nama Meherga (berharga)/Merga(mahal)
    Terciptanya Merga dari Suku Karo
    Lahir anak ketujuh Karo ini juga menjadi cikal bakal terciptanya merga di Suku Karo. Merga pun akhirnya menikah dengan anak Tarlon (saudara bungsu dari Miansari) bernama Cimata.
    Merga dan Cimata pun memiliki lima anak laki-laki yang namanya menjadi induk merga Suku Karo. Anak pertama yakni Karo (sebagai leluhur agar diingat para keturunannya). Anak keduanya yakni Ginting.
    Anak ketiga yakni Sembiring. Nama itu diambil kata kata Si Mbiring yang artinya hitam. Konon, Sembiring ini paling hitam di antara saudaranya. Anak ke empat Peranginangin. Dia diceritakan lhahir saat angin puting beliung. Sementara anak kelima atau bungsu diberi nama Tarigan.
    Itulah sejarah kenapa orang Karo tidak mau disebut orang Batak. Mereka tidak ingin menghapus sejarah leluhurnya hingga disebut suku Batak padahal mereka berbeda asal usul nenek moyang dan mereka telah membentuk identitas mereka yaitu" Suku Karo dgn Merga Silima" dgn salam Mejuah-juah.
    Dikutip dari website resmi Pemerintah Kabupaten Karo, berikut daftar 5 marga induk suku Karo atau Merga Silima beserta sub merganya.
    1. KARO-KARO:
    . Karo sekali
    · Barus
    · Bukit
    · Gurusinga
    · Kaban
    · Kacaribu
    · Ketaren
    · Kemit
    · Jung
    · Purba
    · Sinulingga
    · Sinukaban
    · Sinubulan
    · Sinuraya
    · Sitepu
    · Sinuhaji
    · Surbakti
    · Samura
    2. GINTING:
    · Ajartambun
    · Babo
    · Beras
    · Cabap
    · Gurupatih
    · Garamata
    · Jandibata
    · Jawak
    · Manik
    · Munte
    · Pase
    · Seragih
    · Suka
    · Sugihen
    · Sinusinga
    · Tumangger
    3. SEMBIRING:
    · Berahmana
    · Busuk
    · Depari
    · Colia
    · Keloko
    · Kembaren
    · Muham
    · Meliala
    · Maha
    · Bunuaji
    · Gurukinayan
    · Pandia
    · Keling
    · Pelawi
    · Pandebayang
    · Sinukapur
    · Sinulaki
    · Sinupayung
    · Tekang
    4. Perangin-angin
    · Bangun
    · Keliat
    · Kacinambun
    · Namohaji
    · Nano
    · Menjerang
    · Uwir
    · Pinem
    · Pancawan
    · Panggarun
    · Ulun Jandi
    · Laksa
    · Perbesi
    · Sukatendel
    · Singarimbun
    · Sinurat
    · Sebayang
    · Tanjung
    5. TARIGAN:
    · Bondong
    · Gana-gana
    · Gersang
    · Gerneng
    · Jampang
    · Purba
    · Pekan
    · Sibero
    · Tua
    · Tegur
    · Tambak
    · Tambun
    · Silangit
    · Tendang
    Suku Karo tak mengenal MARGA tapi MERGA yang berasal dari kata MEHERGA/ MERGA yang berarti mahal karena anak laki-laki itu penerus keluarga.Suku Karo punya MERGA SILIMA yaitu KARO-KARO,GINTING, SEMBIRING PERANGINANGIN dan TARIGAN dimana ada 2 merga berbeda atau mendapat pengecualian yaitu merga PERANGINANGIN boleh menikah sesama cabang merga PERANGINANGIN ( sub merga tertentu) dan satu lagi merga SEMBIRING yang terbagi menjadi dua yaitu yang makan b1/anjing tidak boleh menikah sesama cabang merga SEMBIRING dan yang pantang makan b1/anjing boleh menikah sesama cabang merga SEMBIRING.
    Bujur ras mejuah-juah man kita kerina Kalak KARO tanpa embel-embel pembatak2kan dgn logika dan fakta 🙏

    • @MisterJee80
      @MisterJee80 27 дней назад +1

      Buku thun 95....? Kwkwkkwkwkw sejarah abal2

  • @DiarDiar-x7z
    @DiarDiar-x7z 24 дня назад +1

    Menyala suku karo
    Bukan Suku batak karo atau batak
    Sapa aku mejuah-juah🖐

    • @potret.daaitv
      @potret.daaitv  21 день назад

      Menyala abangku ❤️❤️❤️❤️

  • @Herdianto-o1j
    @Herdianto-o1j Месяц назад +1

    Itu mamaku

    • @potret.daaitv
      @potret.daaitv  27 дней назад

      waaahh kereeen , salam untuk mama nya dari kami

  • @herisatriasahputragurusinga
    @herisatriasahputragurusinga 28 дней назад +3

    Aku Karokaro Gurusinga Gaury bebere Tarigan Gersang Nagasaribu aku Kalak Karo bukan Batak Karo apalagi suku Batak hanya SUKU KARO tanpa embel-embel Batak.istilah batak adalah ciptaan musafir2 barat,misionaris Belanda dan Jerman serta pemerintah kolonial Belanda untuk propaganda politik adu domba demi penjajahan Belanda dan penyebaran agama.bujur ras mejuah-juah man kita kerina Kalak KARO tanpa embel-embel pembatak2kan dgn LOGIKA dan fakta 🙏

    • @herisatriasahputragurusinga
      @herisatriasahputragurusinga 28 дней назад

      KARO BUKAN BATAK hanya SUKU KARO 👍 Nama Batak sebagai identitas etnik ternyata tidak berasal dari orang Batak sendiri, tapi diciptakan atau dikonstruksi para musafir barat. Hal ini kemudian dikukuhkan misionaris Jerman yang datang ke tanah Batak sejak tahun 1860-an. Simpulan ini dikemukakan sejarahwan Unversitas Negeri Medan (Unimed) Ichwan Azhari yang baru usai melakukan penelitian di Jerman.
      Di Jerman, sejarahwan bergelar doktor ini memeriksa arsip-arsip yang ada di Wuppertal, Jerman. Dalam sumber-sumber lisan dan tertulis, terutama di dalam pustaha, atau tulisan tangan asli Batak, tidak ditemukan kata Batak untuk menyebut diri sebagai orang atau etnik Batak. Jadi dengan demikian nama Batak tidak asli berasal dari dalam kebudayaan Batak, tetapi diciptakan dan diberikan dari luar.
      "Kata Batak awalnya diambil para musafir yang menjelajah ke wilayah Pulau Sumatera dari para penduduk pesisir untuk menyebut kelompok etnik yang berada di pegunungan dengan nama bata. Tapi nama yang diberikan penduduk pesisir ini berkonotasi negatif bahkan cenderung menghina untuk menyebut penduduk pegunungan itu sebagai kurang beradab, liar, dan tinggal di hutan," kata Ichwan Azhari di Medan, Minggu (14/11/2010).
      Dalam penelitiannya yang dimulai sejak September lalu, selain memeriksa arsip-arsip di Jerman, Ichwan juga melengkapi datanya dengan mendatangi KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde atau the Royal Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies) di Belanda. Dia juga mewawancari sejumlah pakar ahli Batak di Belanda dan Jerman seperti Johan Angerler dan Lothar Schreiner.
      Hasilnya, pada sumber-sumber manuskrip Melayu klasik yang ditelusurinya, seperti manuskrip abad 17 koleksi Leiden, memang ditemukan kata Batak di kalangan orang Melayu di Malaysia, tetapi sebagai label untuk penduduk yang tinggal di rimba pedalaman semenanjung Malaka. Dalam manuskrip itu, saat Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, Puteri Gunung Ledang yang sangat dihina dan direndahkan oleh teks ini, melarikan diri ke hulu sungai dan dalam teks itu disebut, "... masuk ke dalam hutan rimba yang amat besar hampir dengan negeri Batak. Maka diambil oleh segala menteri Batak itu, dirajakannya Puteri Gunung Ledang itu dalam negeri Batak itu."
      Tidak hanya di Malaysia, di Filipina juga penduduk pesisir menyebut penduduk pedalaman dengan streotip atau label negatif sebagai Batak. Untuk itu menurut Ichwan, cukup punya alasan dan tidak mengherankan kalau peneliti Batak terkenal asal Belanda bernama Van der Tuuk pernah risau
      dan mengingatkan para misionaris Jerman agar tidak menggunakan nama Batak untuk nama etnik karena imej negatif yang terkandung pada kata itu.
      "Di Malaysia dan Filipina penduduk yang diberi label Batak tidak mau menggunakan label merendahkan itu menjadi nama etnik mereka. Di Sumatera Utara label itu terus dipakai karena peran misionaris Jerman dan pemerintah kolonial Belanda yang memberi konstruksi dan makna baru atas kata itu," katanya.
      Disebutkan Ichwan, para misionaris itu sendiri awalnya ragu-ragu menggunakan kata Batak sebagai nama etnik, karena kata Batak tidak dikenal oleh orang Batak itu sendiri ketika para misionaris datang dan melakukan penelitian awal. Para misionaris awalnya menggunakan kata bata sebagai satu kesatuan dengan lander, jadi bata lander yang berarti tanah Batak, merupakan suatu nama yang lebih menunjuk ke kawasan geografis dan bukan kawasan budaya atau suku.
      Di arsip misionaris yang menyimpan sekitar 100 ribu dokumen berisi informasi penting berkaitan dengan aktivitas dan pemikiran di tanah Batak sejak pertengahan abad ke-19 itu, Ichwan menemukan dan meneliti
      puluhan peta, baik peta bata lander yang dibuat peneliti Jerman Friedrich Franz Wilhelm Junghuhn, maupun peta-peta lain sebelum dan setelah peta Junghuhn dibuat.
      "Peta-peta itu memperlihatkan adanya kebingungan para musafir barat dan misionaris Jerman untuk meletakkan dan mengkonstruksi secara pas sebuah kata Batak dari luar untuk diberikan kepada nama satu kelompok etnik yang heterogen yang sesungguhnya tidak mengenal kata ini dalam warisan sejarahnya," tukas Ichwan.
      Dalam peta-peta kuno itu, kata bata lander hanya digunakan sebagai judul peta tapi di dalamnya hanya nampak lebih besar dari judulnya nama-nama seperti Toba, Silindung, Rajah, Pac Pac, Karo, dan tidak ada nama batak sama sekali. Dalam salah satu peta kata Batak di dalam peta digunakan sebagai pembatas kawasan Aceh dengan Minangkabau.
      Kebingungan para misionaris Jerman untuk mengkonstruksi kata Batak sebagai nama suku juga nampak dari satu temuan Ichwan terhadap peta misionaris Jerman sendiri yang sama sekali tidak menggunakan judul bata lander sebagai judul peta dan membuang semua kata Batak yang ada dalam edisi penerbitan peta itu di dalam laporan tahunan misionaris. Padahal sebelumnya mereka telah menggunakan kata Batak itu.
      Kata Batak yang semula nama ejekan negatif penduduk pesisir kepada penduduk pedalaman, kemudian menjadi nama kawasan geografis penduduk dataran tinggi Sumatera Utara yang heterogen dan memiliki nama-namanya sendiri pada awal abad 20, bergeser menjadi nama etnik dan sebagai nama identitas yang terus mengalami perubahan.
      "Setelah misionaris Jerman berhasil menggunakan nama Batak sebagai nama etnik, pihak pemerintah Belanda juga menggunakan konsep Jerman itu dalam pengembangan dan perluasan basis-basis kolonialisme mereka. Nama Batak juga digunakan sebagai nama etnik para elit yang bermukim di Tapanuli Selatan yang beragama Islam," tukasnya.
      Bujur ras mejuah-juah man kita kerina Kalak KARO tanpa embel-embel pembatak2kan dgn logika dan fakta 🙏

    • @herisatriasahputragurusinga
      @herisatriasahputragurusinga 28 дней назад

      Kontak masyarakat Tamil di Sumatara sempat terputus dengan leluhurnya di India, hingga pada pada abad ke-16, seorang resi Megit, seorang Brahmana, datang dari India. Resi ini menikah dengan Putri Karo. Turunan mereka ini kemudian mengembangkan agama Hindu aliran Maharesi Brgu Sekte Ciwi, serta mereka bergabung ke dalam marga Sembiring yang sudah lebih dulu dibentuk orang Tamil berabad sebelumnya. Hubungan dengan India sempat terputus lagi hingga pada tahun 1950-an seorang Pendeta Hindu datang ke Karo. Hasil kunjungan itu menbuktikan bahwa Pemena adalah Hindu. Dan pada tahun 1977 terbentuklah Parisadha Hindu Dharma di Tanah Karo. Inilah penjelasan yang menjelaskan mengapa Tanah Karo adalah tempat kedua penganut Hindu terbesar di Indonesia setelah Bali.
      Selain bukti adat dan kepercayaan di atas, bukti lain adalah tulisan. Tulisan dan huruf Karo (dan juga Toba) adalah sama dengan tulisan atau huruf di India Selatan, yang bahkan hingga hari ini pun masih ada dari mereka yang bisa membaca tulisan tersebut, setidaknya meraba bunyinya. Tentu hal ini tidak asing bagi kita, karena memang budaya Tamil telah mempengaruhi kehidupan di Sumatara.
      Lalu, mengapa Karo sekarang tidak seperti Tamil, berkulit hitam pekat dan tinggi kurus? Jawabnya adalah perbauran. Karo sudah terbentuk dari budaya gado-gado. Tamil asli tetap terlihat dengan ras Dravidianya, dan yang asli ras Austronesia tetap terlihat ras keaustronesiannya. Oleh sebab itu, mendefinisikan Karo tidaklah semudah yang dibayangkan Si Taringan yang dengan dengan gigih "memperjuankan" kebukan-batakannya. Tetapi, Karo bukanlah hitam putih. Karo adalah campuran gado-gado, nano-nano, "manis-asam, asin" rupanya.
      Untuk sedikit informasi tambahan kepada pembaca, bahwa tidak semua penduduk Sumatara Utara yang telihat berwajah Tamil India adalah Karo. Sebagian dari Mereka adalah memang orang India yang didatangkan ke Sumatara Utara pada masa penjajahan Belanda dulu, untuk membuka perkebunan di sana. Mereka ini hidup dengan budaya yang bisa dikatakan hampir tidak berbeda dengan nenek moyang mereka di India Selatan sana, dan mereka tetap menganut Agama Hindu India. Kampung Keling di Medan sepertinya adalah kampung yang dibentuk oleh Tamil India yang didatangkan oleh Belanda tersebut, bukan yang datang berabad sebelumnya.
      Bujur ras mejuah-juah man kita kerina Kalak KARO tanpa embel-embel pembatak2kan dgn LOGIKA dan fakta 🙏

    • @potret.daaitv
      @potret.daaitv  27 дней назад +1

      Terimakasih info nya

    • @kerpul3353
      @kerpul3353 25 дней назад

      Cuba dage jelasken engkai maka aksara Karo ras toba, Simalungun, Pakpak hampir2 seri
      Secara indung surat jelas buen indung surat toba buen, secara anak surat pe labo seri tapi lit persamaan.
      Cuba dage turiken yah, uga maka hampir seri