Bicara ngaben sebenarnya harus memulai dengan pembahasan tujuan akhir hidup agama Hindu Bali secara khususnya yakni, moksartam jagdhita, moksa semasih hidup. Tidak ada kata surga dan neraka karena neraka adalah alam manusia sendiri sementara Sorga blm tau juga seperti apa pastinya. Kemudian utk mencapai moksa selama hidup kita harus mampu mengalahkan sifat2 sembilan kala yg menghalangi manusia menuju tujuan akhir hidupnya, itu disimbolkan dalam upacara ngeringkes sampai sebelum sawanya di bakar , upacara beserta upakaranya, itu sebenarnya untengnya. Makanya orang2 yang "nyiwa ngeraga" tidak melakukan upacara ngaben karena semasa hidup sudah mampu melawan sembilan sifat kala tersebut. Sementara pembakaran mayat, dibakar atau tidak bisa jadi simbol pelepasan badan. Karena saat menuju moksa Ning luhur (moksa setelah meninggal) Atma sudah tidak memerlukan badan untuk menuju paramatma. Sulinggih atau manusia mautama yg mampu ngeluur kan sang palatra punika memang harus memiliki jnana karena dengan jnana beliau mampu menyaksikan sampai dimana Atma berjalan , siapa leluhur yg hadir mengantarkan, dan mampu mengkoneksikan alam leluhur sang palatra dgn Atma yg meninggal tersebut. Dan itu tidak musti dengan puja mantra tapi jnana yg menghasilkan mudra dan koneksi dgn alam atas. Mungkin begitu, mungkin.
Hindu adlh agama pengetahuan yg mmbri tuntunan mncp pembebasan,semua yg keluar dr pikirn melalui mulut kita kalau td diaben atau di parisuda akn mnimbulkn pendritaan yg berkepnjangan,yg diaben apkh namanya atau badan yg sdh mnjd mayat?proses penyucian nama atau kata kata yg masih blm suci itu dilakukn oleh pikirn itu,tapi kl bdn sdh mnjd mayat mk ada istilah mekinsan/nitip di api dn di pertiwi artiny kita td punya kewenangn mmproses kembali ke pnc mh buta itu adlh kwenangan dr hkm alam dg dmkn td perlau simbol" upakara krn simbol simbol=bdn itu sendiri, bgt kira kira.
Sminyak hadir salam nyimak..🙏
Mantap pencerahannya kita perlu belajar ngaben setiap saat semasih hidup sblm diaben 👍🙏
Pengen banget ketemu sama guru".
Pak Wayan, pak putu dan pak Surya.
Saya selalu mengikuti setiap acara.
🙏🙏❤️❤️.
Rahayu team Demitos antuk pencetahannya🙏🙏🙏
Rahayu
Rahayuu🙏🙏🙏
suksme DEMITOS 🙏
Bicara ngaben sebenarnya harus memulai dengan pembahasan tujuan akhir hidup agama Hindu Bali secara khususnya yakni, moksartam jagdhita, moksa semasih hidup. Tidak ada kata surga dan neraka karena neraka adalah alam manusia sendiri sementara Sorga blm tau juga seperti apa pastinya. Kemudian utk mencapai moksa selama hidup kita harus mampu mengalahkan sifat2 sembilan kala yg menghalangi manusia menuju tujuan akhir hidupnya, itu disimbolkan dalam upacara ngeringkes sampai sebelum sawanya di bakar , upacara beserta upakaranya, itu sebenarnya untengnya. Makanya orang2 yang "nyiwa ngeraga" tidak melakukan upacara ngaben karena semasa hidup sudah mampu melawan sembilan sifat kala tersebut. Sementara pembakaran mayat, dibakar atau tidak bisa jadi simbol pelepasan badan. Karena saat menuju moksa Ning luhur (moksa setelah meninggal) Atma sudah tidak memerlukan badan untuk menuju paramatma.
Sulinggih atau manusia mautama yg mampu ngeluur kan sang palatra punika memang harus memiliki jnana karena dengan jnana beliau mampu menyaksikan sampai dimana Atma berjalan , siapa leluhur yg hadir mengantarkan, dan mampu mengkoneksikan alam leluhur sang palatra dgn Atma yg meninggal tersebut. Dan itu tidak musti dengan puja mantra tapi jnana yg menghasilkan mudra dan koneksi dgn alam atas.
Mungkin begitu, mungkin.
Hindu adlh agama pengetahuan yg mmbri tuntunan mncp pembebasan,semua yg keluar dr pikirn melalui mulut kita kalau td diaben atau di parisuda akn mnimbulkn pendritaan yg berkepnjangan,yg diaben apkh namanya atau badan yg sdh mnjd mayat?proses penyucian nama atau kata kata yg masih blm suci itu dilakukn oleh pikirn itu,tapi kl bdn sdh mnjd mayat mk ada istilah mekinsan/nitip di api dn di pertiwi artiny kita td punya kewenangn mmproses kembali ke pnc mh buta itu adlh kwenangan dr hkm alam dg dmkn td perlau simbol" upakara krn simbol simbol=bdn itu sendiri, bgt kira kira.
Rahayu ..🙏🙏🙏