Saya sewaktu balita pernah tinggal di belakang klenteng ini. Pernah main2 sepeda an di halaman klenteng. Sdh 50 tahun tak injakan kaki kesana. Terima kasih banyak Pak Can , semua video bapak sangat saya kagumin 👍👍👍 Salam sehat dan bahagia selalu 🙏👍
Sedikit menambahkan ya: Vihara itu tempat keagamaan umat Buddha. Agama Buddha sendiri agama yang berasal dari India. Penganut agama Buddha tidak hanya orang-orang Tionghoa, tapi di Jawa juga masih banyak. Contoh yang murni vihara itu seperti Vihara Ratana Graha di Greenville Jakarta Barat, Vihara Saddhaphala di Bojong Indah Jakarta Barat, Vihara Dhammacakka di Sunter Jakarta Utara, dan Mendut Buddhist Monastery (Komplek Candi Mendut di Magelang) juga bisa disebut vihara. Berdasarkan prasasti yang dikeluarkan Rakai Panangkaran dari Kerajaan Medang, Komplek Ratu Boko di Yogyakarta juga sebenarnya bernama Abhayagiri Vihara (bukan Keraton). Vihara umumnya berisi tempat bermeditasi, tempat tinggal para Bhikkhu, perpustakaan, dhammasala (tempat umat awam datang dan mendengarkan dhamma/dharma atau belajar Buddhisme). Makanya, di luar negeri, Vihara diterjemahkan sebagai Buddhist Monastery, Buddhist Center atau Buddhist Meditation Center (di Indonesia Vihara Vippasana). Sedangkan kelenteng (umum dikenal di Indonesia) atau Bio (bahasa Hokkien) atau Miao (bahasa Mandarin) itu tempat peribadatan Kepercayaan Tionghoa (Konfucianisme dan Taoisme). Karna gejolak politik di Indonesia, Kepercayaan Tionghoa dan Kepercayaan-kepercayaan asli Nusantara dianggap bukan agama. Sehingga para penganutnya harus memilih salah satu dari 5 agama yang diakui di Indonesia. Makanya di kelenteng-kelenteng juga dibuat vihara kecil (sebenarnya kalau dalam Buddhisme disebut cetiya), dijadikan komplek peribadatan Tridharma (3 agama, Buddhisme, Taoisme dan Konfucianisme). Hanya mencantumkan nama Vihara. Inilah cikal bakal kerancuan antara agama Buddha dan Kepercayaan Tionghoa. Orang awam kalo ditanya agama Buddha, pasti mikirnya seperti yang di Glodok. Tapi seiring berjalannya waktu, agama Konfucianisme sudah diakui di Indonesia. Sekarang sudah banyak kelenteng-kelenteng yang terang-terangan menulis di gapuranya dengan nama Kelenteng/Bio/Miao. Contohnya: Kelenteng Hian Tian Shang Tee di Palmerah Jakarta Barat, Locia Bio di Duri Pulo Jakarta Pusat, Fat Cu Kung Bio di Glodok Jakarta Barat, Hok Tek Bio di Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Kelenteng "Kong Miao" di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Timur (tanda diakuinya agama Konfucianisme di Indonesia sekaligus menghormati para penganut Konfucianisme). Di Manado yang tingkat toleransinya sangat tinggi juga kebanyakan gapura utamanya bertuliskan Bio/Miao.
Masih banyak rumah Tionghoa yang beratap melengkung. Di Jatinegara sudah hampir tidak ada lagi, padahal 2004 masih banyak. Sekarang sudah berubah jadi ruko modern
Sangat prihatin dgn perubahan itu.....dulu rumah Akung saya di Mester.....msh byk rumah2 berasitektur Cina pada waktu itu di sana .....dan bbrp dekade ke depannya semakin menghilang....
@@klewank2615 ya memang benar, tapi lebih indah klo merubah fungsi, tetapi fisik tetap dijaga supaya nilai2 sejarah masa lalu bisa dinikmati generasi selanjutnya.
@@klewank2615 bukan masalah moderen atau tdk....di Penang....Melaka.... Singapore.... Vietnam....dll....masih terawat rapi dan cantik.....dan itu menarik byk Wisatawan utk dtg.... sayang sekali apa yg terjadi di Indonesia yg notabene Dulu pernah memiliki kecantikan itu.... tetapi skrg ....sdh berganti dgn Ruko2 dan Bangunan2 yg ga jelas arsitekturnya.....malah terlihat spt deretan gudang2 yg membosankan.... begitu juga dengan hilangnya bangunan2 Belanda yg demikian Indah... Kita sejatinya telah kehilangan sepenggal Identitas.... sangat disayangkan....
Patennnnnnn Pak Can Kam xia Om Lie Thong Untuk pengetahuannya Ngomong2 soal marga Tan jd inget Alm Engkong = Abah Tan De Seng maestro seni musik tradisi Sunda suku Tiong Hwa yg berdomisili di Bandung Alfatehah May Allah Grant him with love & mercy
channel yg sangat bagus karena terasa banget pengabdian dari pak can untuk mendokumentasikan peninggalan2 langka di pelosok jakarta. salute 👍buat pak can🙏
Tidak lagi. Keluarga besar saya sudah pindah Sukabumi sekitar abad 19, daerah Cibadak. Lalu Kota Sukabumi sekitar Tahun 50-an, beberapa tahun setelah kejadian "Bojong Kokosan" yang heroik itu.
dekat sma 17 negeri, tmpt g nongkrong nih sama teman2 di dalm kelenteng sambil ngerokok dan minum kopi tahun1994 haha tx videonya full support from new yorker
Kalo masalah suku menurut saya untuk sekarang ini hanya jakarta yg paling toleransi.karena dari zaman dulu semua suku di Indonesia menyatu di jakarta.ada kampung Melayu kampung Bugis kampung ambon.dari sabang sampai papua semua ada di jakarta lengkap.bahkan kampung Arab berbagai marga ada di jakarta.kampung pecinan tidak cuma kek hakka jauh lebih beragam lagi bahkan ada cina Sunda cina betawi cina jawa dimana mereka memiliki bahasa daerah tersendiri.mau di bilang bahasa Sunda tapi tidak seperti Sunda pada umumnya mereka punya bahasa cipta tersendiri.misal betawi ada lu gue.dari melayu jadi indo.belum yg keturunan Belanda keturunan Jepang.kampung india dan Pakistan.jakarta emang is the beast.g ada suku di luar Jawa yg bisa se majemuk jakarta.
Pak Can saya termasuk sering sekali mampir ke chanel Bapak dan sangat menambah wawasan dan pengetahuan tentang masa masa lampau terimakasih Pak sehat selalu
menarik Pak Can, atas contentnya, tiap pagi saya kalau mau beli bakmie dan ayam rebus, parkir di depan wihara ini, dan tadi musicnya ok bangeet Pak Can.. Terima kasih jadi saya paham mengenai kelenteng ini..
Pak prof. Itu di gerbang masuk sebelah kanan, lurus dari pohon tebu ke dalam, dulu ada ruang praktek dokter. Marga TAN. Pangkat terakhir kalo tdk salah Brigjen TNI AD. Saat praktek Beliau menggratiskan orang yg tidak mampu bayar. Beliau juga menjadi dokter pribadi pak Harto. Jaman orba dulu. Zaman masih kecil, sy ke dokter disana. Sekitar 1970an. Zaman pak prof masih kuliah di rawamangun ?😊😊😊
yang tempat naik ke kuda itu sejak abad ke brp ya Pak Can?.. xie xie utk Pak Lie Thong yng selalu semangat berbagi informasi kpd kita... Sehat2 Pak Can & Pak Lie 💪🙏
Gede dan besar di sini. Tempat main lari dan bulu tangkis di parkiran Tan Seng Ong, sebagai keturunan family marga Tan juga. Dulu itu belum ada kolam di pojok dan dua tiang di kiri kanan itu ada landasan nya lagi di bawah tapi di bongkar. Bahkan di sisi kanan klenteng itu juga dulu ada praktek dokter Santoso dan Apotik kecil. Ini klenteng udah ada sejak lama banget, tepat garis lurus di seberang itu adalah rumah Pak Wongsoh pemain wayang terkenal juga di masa nya dulu ada getek untuk nyebrang sebelum ada Jembatan. Karena klenteng ini betul kebanyakan marga Tan bukan Buddhist pada umum nya sebetulnya tuan tanah marga Tan. Maka nya tidak ada kegiatan kebaktian dsb dibanding Toasebio dan Jin de Yuan (Dharma Bakti).
Iya, mungkin yah yg sy baca kyknya Wongso nya aja. Bekas yayasan ato rumah sosial katanya. Tp sekarang kosong dan tak terawat. Di tunggu pak update nya. Makasih 🙏😊
Wah sayang baru tayang videonya. Saya minggu lalu ke glodok. Sebagai marga Tan saya malah tidak tahu vihara ini milik marga Tan. Terima kasih pak Can sudah menambah wawasan saya. Sehat selalu
@@sumamihardja6083 Tepekong yang paling umum dan sering di jumpai itu ada di kuburan orang Tionghoa yg masih memegang tradisi leluhur, bentuk bangunan nya kecil, tidak ada patung nya hanya penamaan nya saja dan letak bangunan nya ada di sebelah kanan bila yg meninggal nya adalah lelaki,, dan ada lagi istilah nya yaitu gotong Tepekong yg diadakan setiap perayaan Cap Go Meh,,
Sedikit menambahkan pak can mengenai pohon tebu, jadi dulu ada peristiwa penyerangan oleh orang2 khek ke kota2 orang hokkian, akibat penyerangan tersebut banyak orang2 hokkian yang menyelamatkan diri ke hutan2 yang banyak pohon tebunya dan akhirnya selamat, untuk mengingat hal tersebut ada perayaan khusus orang2 hokkian dan diperayaan tersebut menggunakan pohon tebu
@shendynugraha255 apakah ada sumber yang bisa dibagikan mengenai kejadian ini.. setahu saya orang khek dikenal dengan suku agraris dan suku pendatang 'hakka nyin'. Tinggal di area bukit2 dengan rumah 'Du Lou'. Terima kasih...
Cerita pohon tebu bkn pohon hokl..dulu saat pembantaian suku hokkien umpet dibawah pohon tebu, akhirnya yg umpet dikebun tebu bebas tdk terbunuh, jd saat keluar sdh imlek hari ke 8 jd orang hokkien baru imlek mkn besar alias sa cap meh di hari ke 8 dan che it baru imlek pada hr ke 9 makanya suku hokkien ucap syukur pada tuhan memakai tebu yg telah menyelamatkan suku hokkien..
dulu pernah kesini, Alm papa sy bilang kalau kakek sy pernah berkontribusi di Klenteng Tan Seng Ong , namanya ada ditulis diklenteng tersebut, sudah meninggal di tahun 1999 meninggal di usia 92 thn.
Kalau Kelenteng adalah rumah peribadatan Umat Tri Dharma ( Buddha, Taosime dan Konghucu). Vihara ( Biara ) merupakan rumah peribadatan umat Buddha ( Theravada, Mahayana, Tantrayana ). Karena pada masa order baru semua kelenteng harus bernaung di bawah Majelis Organisasi Buddha maka harus memakai nama vihara utk semua rumah ibadah Tao dan Konghucu. Namun bagi masyarakat Tionghoa dan umat Tri Dharma sudah sejak dulu menyebut kuil rumah ibadahnya dengan sebutan Kelenteng ( Bio ). Sebutan Kelenteng berawal karena orang sering mendengar bunyi teng teng ( alat bunyi bunyian upacara umat Tri Dharma tatkala melakukan persembahyangan di kuil). Toapekong ( Tepekong) adalah rumah ibadah pemujaan Dewa Bumi ( Amurva Bhumi ) atau Dewa Tanah. Walau rumah ibadahnya utk pemujaan Dewa Bumi namun biasanya juga banyak rupang rupang dewa dewi lainnya di dalamnya karena harmoni dan keselarasan yg ditanam sejak lama dalam tradisi budaya spiritual masyarakat Tionghoa. Salam budaya untuk channel yang menginsiprasi ini.
Pak Can, saya penasaran bagaimana kondisi daerah Glodok ini ketika kerusuhan 1998, mungkin pak Lie Thong ini bisa diwawancara juga. Rasanya kalau bicara tentang riwayat orang Tionghoa di Indonesia, tidak bisa lepas dari peristiwa 1998 tersebut.
Tan, marga embah saya. Karena nikah dengan engkong saya yang asli Flores maka kebudayaan Tionghoa jawa ya sudah gk dilestarikan lagi, terlalu kuat di Flores.
Setahu saya vihara harusnya khusus utk tempat penyembahan Budha,kata klenteng sejak jaman orde baru bergeser menjadi TITD ( tempat ibadah Tri Dharma) yg meliputi Budha,Tao dan Konfosius atau Konghucu Krn jaman orde baru Konghucu TDK diakui maka nama klenteng bergeser penyebutannya ke vihara
@@CandrianAttahiyyat banyak yg dulu beragama Konghucu,di KTP berubah menjadi Budha...dan klenteng ttp eksis dengan catatan ada altar penyembahan Budha,Krn itu disebut tempat ibadah Tri Darma...utk gampangnya org menyebut vihara...Krn yg diakui saat itu agama Budha...selalu sehat pak Can saya selalu menunggu konten2 nya
Sepengetahuan saya, kelenteng tempat beribadah umat triDharma, sedangkan Vihara umat Buddha only dan ToaPekKong salah satu Dewa dalam confusianism dan posisi nya di kelenteng.
Tebu, adalah tanaman unik. Terhubung dua versi besar. 1. Saat penduduk Hokkian "diserang"/dirampok para perompak Nippon, maka mereka lari ke Padang tebu Yang rimbun, menyelamatkan diri. 2. Saat Batavia Di bawah "koloni" Belanda, kalangan Tionghoa-lah Yang membuka ladang tebu Di daerah Tanah Abang, Dan menjadi Sumber penghasilan besar, untuk diekspor juga (termasuk ke Belanda Yang membuktikan "gula"). Masalahnya, koloni Belanda ini rakus, sehingga terjadilah "pembantaian Batavia 1740". Ini Yang nantinya memperkuat interaksi antara warga Tionghoa Dan lokal dari berbagai daerah (Yang datang ke Batavia karena beberapa faktor).
Kl kelenteng itu tempat ibadah umat Khong Hu Cu dan Taoisme tp mereka tetap boleh beribadah ke vihara,sajiannya setiap tgl1 dan 15 Imlek jg hari H Imlek itu vegetarian, kl hari2 biasa atau H -1 Imlek boleh pakai daging, dijaman orde baru kelenteng itu tdk diakui maka tdk akan bisa dpt ijin oleh sebab itulah namanya harus diganti dgn vihara. Sedgkn vihara lebih kearah agama Budha .Kl Toa Pe Kong itu sebutan yg lebih mengarah kepada kedudukan sosok Roh Suci, jadi figurnya bisa lebih dari satu. Kl tugasnya di tempat ibadah umum itu bs mengartikan sbg Kepala Daerah, apakah itu Camat, Bupati atau Gubernur tergantung letak kelenteng tsb dan jumlah umatnya. Sedangkan Roh Suci yg lain jg punya sebutan/nama yg lebih pribadi dan lebih tepat disebut gelar jd mengarah pd satu figur
Sy orang Kalimantan mau cari orang marga tan karma sy ketemu makam atau kuburan yg terletak di dalam hutan sekarang posisinya makam persis di belakang rumah warga yg sangat megah tapi TDK ada yg hirau moga ada marga tan mau mengurus nya
Ternyata klenteng dan vihara itu sama saja yah... Tapi yg pak Candrian kunjungin ini klenteng yah? Cuma penasaran aja, apk dulu Tragedi Mei 1998 klenteng ini termasuk yg juga dijarah atau bahkan diporak-porandain oleh masyarakat lokal? Soalnya khan saat itu mrk berteriak Pribumi dan coretannya ada di mana-mana...
setau saya, vihara adalah rumah ibadah umat Budha, sedangkan klenteng adalah untuk umat Konghucu, tapi karena kebijakan orde baru melarang semua yg berbau tionghoa maka kelenteng jadi berubah vihara dan namanya pun berubah dari nama bahasa Tionghoa jadi nama bahasa Sansekerta
Saya mengurusnya, begitu panjang, bahkan khususnya sepanjang 96-00. Sayangnya, orang2 "organisasi agama" seringkali ikut campur, bahkan tanpa punya dasar analysis yang kuat. Padahal, Keppres Gus Dur, sudah saya buat untuk memperbaiki kekeliruan pemerintahan orde baru sebelumnya. 🙏🙏
Vihara tempat ibadah umat Buddha, di dalam vihara umumnya hanya terdapat rupang Buddha dan Bodhisattva (para calon Buddha) seperti Avalokitesvara, Ksitigarbha, Maitreya, dll. Kelenteng tempat ibadah umat Khonghucu, di dalam kelenteng terdapat rupang Dewa-Dewi. Misal Kelenteng yang memuja Dewa Guang Gong, kelenteng yang memuja Dewa Bumi, dll. Kadang kala juga terdapat rupang Buddha di dalam kelenteng, karena Buddha dianggap sebagai guru para Dewa dan Manusia. Topekong itu adalah Kelenteng Dewa Bumi.
tau bgt saya tempat ini, disebelah kanan ada praktek dokter umum, namanya dr Agus apakah beliau masi praktek ? praktek dokter paling unik, jadi semua pasien masuknya bergerombol trus pada berebutan duduk didalemnya, kemudian baru diperiksa satu2 duduk dibangku maupun diranjang jadi jadwal periksa dibagi per sesi klo telat datang sedikit bakal nunggu sesi/gelombang berikutnya yg klo ditunggu biisa 2-3 jam lagi
Ragam "Bahasa Indonesia" modern Yang dibalut "pemahaman" Barat Dan Timur Tengah, memang cenderung "memaksa" paham Timur, Selatan Dan Tenggara untuk menyesuaikan diri.
Ceritaannya ga sempurna ,contoh sejarah pohon tebu ,pada waktu kerajaan ada seseorang tentara yg bersuku Hok Kian dikejar musuh dan dia bersembunyi dikebun tebu selama 9 hari.karena sudah aman baru dia keluar dari kebun tebu,ternyata hari itu suasana masih imlek yg ke 9 hari nya, tetapi bagi tentara itu adalah hari imlek pertama dan tentara itu bersuku Hok Kian jadi untuk mengenang jasa pohon tebu maka dipakai tebu untuk merayakan imlek.bagi suku Hok Kian dan merupakan imlek yg hari pertama bagi suku Hok Kian.jadi makanya pada hari 8 dan ke 9 imlek banyak yg sembahyang ke 8 dan 9 tepekong atau kelenteng,mengenai bedanya kelenteng dan vihara adalah pada jaman orde baru dibawah kekuasaan Soeharto,kelenteng dilarang karena bukan agama melainkan adat tradisi dari Tiongkok,makanya harus ganti dengan vihara berisi patung Sidharta Gautama ,yg merupakan ajaran Buddha dari Bangkok yg diakuin pemerintah saat itu,dengan berjalannya waktu makanya banyak pakai kata Vihara bukan kelenteng atau Toapekong,lagi .sekian.
Saya sewaktu balita pernah tinggal di belakang klenteng ini. Pernah main2 sepeda an di halaman klenteng. Sdh 50 tahun tak injakan kaki kesana.
Terima kasih banyak Pak Can , semua video bapak sangat saya kagumin 👍👍👍
Salam sehat dan bahagia selalu 🙏👍
Sedikit menambahkan ya:
Vihara itu tempat keagamaan umat Buddha. Agama Buddha sendiri agama yang berasal dari India. Penganut agama Buddha tidak hanya orang-orang Tionghoa, tapi di Jawa juga masih banyak.
Contoh yang murni vihara itu seperti Vihara Ratana Graha di Greenville Jakarta Barat, Vihara Saddhaphala di Bojong Indah Jakarta Barat, Vihara Dhammacakka di Sunter Jakarta Utara, dan Mendut Buddhist Monastery (Komplek Candi Mendut di Magelang) juga bisa disebut vihara. Berdasarkan prasasti yang dikeluarkan Rakai Panangkaran dari Kerajaan Medang, Komplek Ratu Boko di Yogyakarta juga sebenarnya bernama Abhayagiri Vihara (bukan Keraton).
Vihara umumnya berisi tempat bermeditasi, tempat tinggal para Bhikkhu, perpustakaan, dhammasala (tempat umat awam datang dan mendengarkan dhamma/dharma atau belajar Buddhisme). Makanya, di luar negeri, Vihara diterjemahkan sebagai Buddhist Monastery, Buddhist Center atau Buddhist Meditation Center (di Indonesia Vihara Vippasana).
Sedangkan kelenteng (umum dikenal di Indonesia) atau Bio (bahasa Hokkien) atau Miao (bahasa Mandarin) itu tempat peribadatan Kepercayaan Tionghoa (Konfucianisme dan Taoisme).
Karna gejolak politik di Indonesia, Kepercayaan Tionghoa dan Kepercayaan-kepercayaan asli Nusantara dianggap bukan agama. Sehingga para penganutnya harus memilih salah satu dari 5 agama yang diakui di Indonesia.
Makanya di kelenteng-kelenteng juga dibuat vihara kecil (sebenarnya kalau dalam Buddhisme disebut cetiya), dijadikan komplek peribadatan Tridharma (3 agama, Buddhisme, Taoisme dan Konfucianisme). Hanya mencantumkan nama Vihara. Inilah cikal bakal kerancuan antara agama Buddha dan Kepercayaan Tionghoa.
Orang awam kalo ditanya agama Buddha, pasti mikirnya seperti yang di Glodok.
Tapi seiring berjalannya waktu, agama Konfucianisme sudah diakui di Indonesia. Sekarang sudah banyak kelenteng-kelenteng yang terang-terangan menulis di gapuranya dengan nama Kelenteng/Bio/Miao.
Contohnya: Kelenteng Hian Tian Shang Tee di Palmerah Jakarta Barat, Locia Bio di Duri Pulo Jakarta Pusat, Fat Cu Kung Bio di Glodok Jakarta Barat, Hok Tek Bio di Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Kelenteng "Kong Miao" di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Timur (tanda diakuinya agama Konfucianisme di Indonesia sekaligus menghormati para penganut Konfucianisme).
Di Manado yang tingkat toleransinya sangat tinggi juga kebanyakan gapura utamanya bertuliskan Bio/Miao.
Mas Sukma, terimakasih atas penjelasannya
pak Lie Tong setau sy(awal th2000an) beliau ada tim barongsai utk kompetisi karena kebetulan teman sekelas sma sy anggota tim barongsai beliau..
Baru sempat nonton. Sangat bagus konten2 nya Om Can., bring back the past. Terimakasih banyak, Om Can..🙏🙏🙏
Mas Arief terimakasih sudah menonton. Salam sehat
Masih banyak rumah Tionghoa yang beratap melengkung. Di Jatinegara sudah hampir tidak ada lagi, padahal 2004 masih banyak. Sekarang sudah berubah jadi ruko modern
Iya sangat disayangkan
Sangat prihatin dgn perubahan itu.....dulu rumah Akung saya di Mester.....msh byk rumah2 berasitektur Cina pada waktu itu di sana .....dan bbrp dekade ke depannya semakin menghilang....
Namanya juga zaman semakin modern bang
@@klewank2615 ya memang benar, tapi lebih indah klo merubah fungsi, tetapi fisik tetap dijaga supaya nilai2 sejarah masa lalu bisa dinikmati generasi selanjutnya.
@@klewank2615 bukan masalah moderen atau tdk....di Penang....Melaka.... Singapore.... Vietnam....dll....masih terawat rapi dan cantik.....dan itu menarik byk Wisatawan utk dtg.... sayang sekali apa yg terjadi di Indonesia yg notabene Dulu pernah memiliki kecantikan itu.... tetapi skrg ....sdh berganti dgn Ruko2 dan Bangunan2 yg ga jelas arsitekturnya.....malah terlihat spt deretan gudang2 yg membosankan.... begitu juga dengan hilangnya bangunan2 Belanda yg demikian Indah... Kita sejatinya telah kehilangan sepenggal Identitas.... sangat disayangkan....
Pertama aku ke jkt. Tahun 98. Aku tgal di daerah pancoran glodok. .
Teringat disana susah senang byk kenangannya di pancaran
Semoga kenangannya abadi
Patennnnnnn Pak Can
Kam xia Om Lie Thong Untuk pengetahuannya
Ngomong2 soal marga Tan jd inget Alm Engkong = Abah Tan De Seng maestro seni musik tradisi Sunda suku Tiong Hwa yg berdomisili di Bandung
Alfatehah
May Allah Grant him with love & mercy
Semoga
channel yg sangat bagus
karena terasa banget pengabdian dari pak can untuk mendokumentasikan peninggalan2 langka di pelosok jakarta.
salute 👍buat pak can🙏
Terimakasih (mas/mbak) Cali
Nan An Gung Hue Lenyap tanpa sebab . Kelenteng Tan Seng Ong tetap jaya ! 🙏
Videonya selalu menarik pak, terima kasih semoga Bapak Chan sehat selalu, bisa terus upload video informatif. 🙏🏽
Semoga sempat
Trimakasih Pak Can,, konten yg sgt menarik & menambah wawasan,,, Salam sehat buat pak Can & Pak Lie Thong 💪🙏
Sama2 semoga kita sehat
Saya hadir Pak Can 🙋
Mau tengok Glodok eh malah ke Bogor tengok kelenteng di Jl.Suryqkencqna Bogor, pulangnya keliling kota tua
Wah mumpung libur mas Bambang
Siap pak Can 🙋
Sehat selalu ..
Kelenteng Suryakencana, Buitenzorg, adalah peninggalan leluhur saya, bahkan sebelum area "Kebun Raya Bogor" didirikan.
Mas Suma Mihardja, apakah tinggal diseputaran Bogor ?
Tidak lagi. Keluarga besar saya sudah pindah Sukabumi sekitar abad 19, daerah Cibadak. Lalu Kota Sukabumi sekitar Tahun 50-an, beberapa tahun setelah kejadian "Bojong Kokosan" yang heroik itu.
Selalu mengedukasi dan informative dari channel pak Can, terima Kasih untuk segala usaha dan kerja keras nya Pak Can👍🏻
Sama2 mas Buntarja
Slalam sehat pak Can.
Saya paling senang ngikutin budaya dari Tionghoa krn kebetulan jg isteri msh bermarga Tan.
Terimakasih sudah menonton
Hadir pak can.
Tidak lelah untuk memberikan pengetahuan kepada kita semua
Terimakasih mas Vino
dekat sma 17 negeri, tmpt g nongkrong nih sama teman2 di dalm kelenteng sambil ngerokok dan minum kopi tahun1994 haha tx videonya full support from new yorker
Terimakasih sudah menonton
Kalo masalah suku menurut saya untuk sekarang ini hanya jakarta yg paling toleransi.karena dari zaman dulu semua suku di Indonesia menyatu di jakarta.ada kampung Melayu kampung Bugis kampung ambon.dari sabang sampai papua semua ada di jakarta lengkap.bahkan kampung Arab berbagai marga ada di jakarta.kampung pecinan tidak cuma kek hakka jauh lebih beragam lagi bahkan ada cina Sunda cina betawi cina jawa dimana mereka memiliki bahasa daerah tersendiri.mau di bilang bahasa Sunda tapi tidak seperti Sunda pada umumnya mereka punya bahasa cipta tersendiri.misal betawi ada lu gue.dari melayu jadi indo.belum yg keturunan Belanda keturunan Jepang.kampung india dan Pakistan.jakarta emang is the beast.g ada suku di luar Jawa yg bisa se majemuk jakarta.
Pak Can saya termasuk sering sekali mampir ke chanel Bapak dan sangat menambah wawasan dan pengetahuan tentang masa masa lampau terimakasih Pak sehat selalu
Bang Robert terimakasih sudah mampir. Salam Priok
Salam Priok kembali
Salam sehat semua pak chan... Happy Long Weekend...
Semangat buat Video menghadirkan masalalu...
Mbak Isma salam untuk keluarga
menarik Pak Can, atas contentnya, tiap pagi saya kalau mau beli bakmie dan ayam rebus, parkir di depan wihara ini, dan tadi musicnya ok bangeet Pak Can.. Terima kasih jadi saya paham mengenai kelenteng ini..
Mas Yahdi salam sehat ya
@@CandrianAttahiyyat sama2 Pak Can..
Bersih dan terawat
Pak prof. Itu di gerbang masuk sebelah kanan, lurus dari pohon tebu ke dalam, dulu ada ruang praktek dokter. Marga TAN. Pangkat terakhir kalo tdk salah Brigjen TNI AD. Saat praktek Beliau menggratiskan orang yg tidak mampu bayar. Beliau juga menjadi dokter pribadi pak Harto. Jaman orba dulu. Zaman masih kecil, sy ke dokter disana. Sekitar 1970an. Zaman pak prof masih kuliah di rawamangun ?😊😊😊
Iya betul di sini ada praktek dokter. Salama sehat Camat Kansas
Ya betul. Dl ada praktek dokter. Yang bs antri 1-2 jam. Apakah masih ada skr?
@@herrysusanto9334 nampaknya tidak ada
Menarik di bahas selanjutnya bersama pak lie thong yg tau banyak mengenai sejarah tionghoa di pancoran glodok.
Mudah2an mas Zainal
Li thong ..Namanya keren om...😁🇮🇩
Nyimak pak can.
Sehat pak can .
Sehat untuk semua
Terimakasih mas Ervino
Saya Asli Jawa Tapi Punya Kerabat Dari Marga Tan
Terimakasih Videonya Pak Can
Sehat Selalu 🙏
Sama2 mas Akhie
Saya pernah bekerja sama dengan pak lie thong beliau sangat baik semoga bisa bertemu kembali pak lie thong ❤
Di desa Carangsari kec petang kab badung bali.juga ada kelenteng marga Tan.
terimakasih infonya
yang tempat naik ke kuda itu sejak abad ke brp ya Pak Can?.. xie xie utk Pak Lie Thong yng selalu semangat berbagi informasi kpd kita... Sehat2 Pak Can & Pak Lie 💪🙏
Kemungkinan pertengahan abad 19
Sehat dan terus berkarya Pak Can.
Terimakasih mas Usman
Gede dan besar di sini. Tempat main lari dan bulu tangkis di parkiran Tan Seng Ong, sebagai keturunan family marga Tan juga. Dulu itu belum ada kolam di pojok dan dua tiang di kiri kanan itu ada landasan nya lagi di bawah tapi di bongkar. Bahkan di sisi kanan klenteng itu juga dulu ada praktek dokter Santoso dan Apotik kecil. Ini klenteng udah ada sejak lama banget, tepat garis lurus di seberang itu adalah rumah Pak Wongsoh pemain wayang terkenal juga di masa nya dulu ada getek untuk nyebrang sebelum ada Jembatan. Karena klenteng ini betul kebanyakan marga Tan bukan Buddhist pada umum nya sebetulnya tuan tanah marga Tan. Maka nya tidak ada kegiatan kebaktian dsb dibanding Toasebio dan Jin de Yuan (Dharma Bakti).
Iya benar ada praktek dokter. Terimakasih sudah menonton
Penasaran sama rumah di sebrang klenteng ini pak can, spil dong rumah siapa yah kira². Pernah baca artikel katanya keluarga nya pak bondan winarno. 🙏
Itu rumah Pah Wongso, saya belum tahu persis apakah ada hubungannga dengan Pak Bondan almarhum
Iya, mungkin yah yg sy baca kyknya Wongso nya aja. Bekas yayasan ato rumah sosial katanya. Tp sekarang kosong dan tak terawat. Di tunggu pak update nya. Makasih 🙏😊
Keren selalu pak Chan, utk dokumentasinya. 👍🏻👍🏻
Terimakasih mas Boedi
Wah sayang baru tayang videonya. Saya minggu lalu ke glodok. Sebagai marga Tan saya malah tidak tahu vihara ini milik marga Tan.
Terima kasih pak Can sudah menambah wawasan saya. Sehat selalu
Tepekong sebenarnya bukan tempat tp patung dewa yang diletakkan di klenteng
salam sehat ya
Aslinya, bukan patung. Tapi penamaan "Dewa tanah"/toapekkong/dabogong. Ada beberapa versi.
@@sumamihardja6083 Tepekong yang paling umum dan sering di jumpai itu ada di kuburan orang Tionghoa yg masih memegang tradisi leluhur, bentuk bangunan nya kecil, tidak ada patung nya hanya penamaan nya saja dan letak bangunan nya ada di sebelah kanan bila yg meninggal nya adalah lelaki,, dan ada lagi istilah nya yaitu gotong Tepekong yg diadakan setiap perayaan Cap Go Meh,,
Jogja hadir pak Can sehat sll.
Terimakasih mas Tri
Luar biasa....meriah sekali. Terimakasih pak Can...sehat selalu ya!! ☺️
sama2 mbak Dyah
Sedikit menambahkan pak can mengenai pohon tebu, jadi dulu ada peristiwa penyerangan oleh orang2 khek ke kota2 orang hokkian, akibat penyerangan tersebut banyak orang2 hokkian yang menyelamatkan diri ke hutan2 yang banyak pohon tebunya dan akhirnya selamat, untuk mengingat hal tersebut ada perayaan khusus orang2 hokkian dan diperayaan tersebut menggunakan pohon tebu
Mas Shendy, terimakasih informasinya
@shendynugraha255 apakah ada sumber yang bisa dibagikan mengenai kejadian ini.. setahu saya orang khek dikenal dengan suku agraris dan suku pendatang 'hakka nyin'. Tinggal di area bukit2 dengan rumah 'Du Lou'.
Terima kasih...
@@hmwns3397 ini saya pernah baca dr salah satu artikel di grub tionghoa di sosial media, mungkin kalau ada yg bisa menjelaskan lebih rinci silahkan
@@shendynugraha255 baik Pak. Terima kasih 🙏
Terima kasih pak Can sehat selalu 🙏🙏🙏
Terima kasih atas pencerahan dan info. Semoga pak Can diberikan kesehatan slalu 🙏
Terimakasih atas doanya kepada saya. Salam sehat
Sangat bagus konten2 nya Om Can
Terimakasih, salam sehat
Konten yg sangat mengedukasi, sehat selalu pak Can
Terimakasih mbak Sri
salam pak candra, barusan tadi sapa bapak di pintu barat, jln kemenangan.
mas Alec, tinggalnya dimana? Salam sehat untuk keluarga
@@CandrianAttahiyyat saya tinggal di kemenangan juga pak, seberang mesjid blandongan yg sempat bapak review juga.
@@Lu2alex kapan2 kita bisa ngobrol mas Alec
@@CandrianAttahiyyat wah senang sekali pak can
@@Lu2alex bisa kontak IG attahiyyatcandrian
Dari kecil ampe skrang usia 40 . Walau gak sering tapi masih ke pancoran toko tiga .n skitarnya
Indah sekali ukiran gerbang nya ??
Betul mas Hadi
Mantaapp.... bertambah ilmu pengetahuan lg ane cang 🙏🙏
Terimakasih bang Fadil
Kelenteng ini bukan saja tempat sembayang juga lapangan olahraga badminton sejak dulu 👍
Cerita pohon tebu bkn pohon hokl..dulu saat pembantaian suku hokkien umpet dibawah pohon tebu, akhirnya yg umpet dikebun tebu bebas tdk terbunuh, jd saat keluar sdh imlek hari ke 8 jd orang hokkien baru imlek mkn besar alias sa cap meh di hari ke 8 dan che it baru imlek pada hr ke 9 makanya suku hokkien ucap syukur pada tuhan memakai tebu yg telah menyelamatkan suku hokkien..
Terimakasih informasinya
Menambah wawasan,, sejarah,, 🙏
Terimakasih mas Ato
Di seberang kelenteng ini banyak rumah tua sebagian banyak yg sudah di renovasi
betul mas Nasir
Sehat2 kokoh. Sehat2 pk can.
Terimakasih mas Agung
dulu pernah kesini, Alm papa sy bilang kalau kakek sy pernah berkontribusi di Klenteng Tan Seng Ong , namanya ada ditulis diklenteng tersebut, sudah meninggal di tahun 1999 meninggal di usia 92 thn.
Semoga menjadi kenangan keluarga
Terima kasih Pak Can untuk video nya. Ide: Sejarah Pasar Ular di Tanjung Priok.
Mudah2an ada datanga mas Hartono
Kalau Kelenteng adalah rumah peribadatan Umat Tri Dharma ( Buddha, Taosime dan Konghucu).
Vihara ( Biara ) merupakan rumah peribadatan umat Buddha ( Theravada, Mahayana, Tantrayana ).
Karena pada masa order baru semua kelenteng harus bernaung di bawah Majelis Organisasi Buddha maka harus memakai nama vihara utk semua rumah ibadah Tao dan Konghucu. Namun bagi masyarakat Tionghoa dan umat Tri Dharma sudah sejak dulu menyebut kuil rumah ibadahnya dengan sebutan Kelenteng ( Bio ).
Sebutan Kelenteng berawal karena orang sering mendengar bunyi teng teng ( alat bunyi bunyian upacara umat Tri Dharma tatkala melakukan persembahyangan di kuil).
Toapekong ( Tepekong) adalah rumah ibadah pemujaan Dewa Bumi ( Amurva Bhumi ) atau Dewa Tanah.
Walau rumah ibadahnya utk pemujaan Dewa Bumi namun biasanya juga banyak rupang rupang dewa dewi lainnya di dalamnya karena harmoni dan keselarasan yg ditanam sejak lama dalam tradisi budaya spiritual masyarakat Tionghoa.
Salam budaya untuk channel yang menginsiprasi ini.
Terimakasih Coco Nate sudah memberi tambahan informasi yang berguna. Salam sehat
@@CandrianAttahiyyat
aamiin
sama sama Pak Candrian
Hadir pak can👍👍👍
Terimakasih mas Aryandi
Sehat2 selalu pak Chan..ada rumah peninggalan Belanda di samping PLN Ciputat pak
Mudah2an bisa saya lacak mas Yogi
Pak Can, saya penasaran bagaimana kondisi daerah Glodok ini ketika kerusuhan 1998, mungkin pak Lie Thong ini bisa diwawancara juga.
Rasanya kalau bicara tentang riwayat orang Tionghoa di Indonesia, tidak bisa lepas dari peristiwa 1998 tersebut.
Mas Paulus, beliau tidak mau cerita kerusuhan 1998.
Marga Tan dan Marga Liem ternyata macannya Cina RI ! 👍👍👍👍
Buyutku juga keturunan cina
Bibi2 ku aja ada yg china bangat
Klo ke pasar suka dipanggil nci2 gitu
Hahaha
Haloo Pak Can sehat selalu....amiin
Aamiin, terimakasih mas Jeffry
Marga tan masih satu marga sama gus dur 🙏🙏🙏
Tan, marga embah saya. Karena nikah dengan engkong saya yang asli Flores maka kebudayaan Tionghoa jawa ya sudah gk dilestarikan lagi, terlalu kuat di Flores.
Wah masih turunan Tan. Salam sehat
Di semarang juga ada klenteng marga tan, lokasinya di jln sebandaran
nas Evan, terimakasih infonya
@@CandrianAttahiyyat kpn2 kalau ke semarang silakan mampir, di sebelah klenteng marga tan ada klenteng marga Liem yg tuan rumahnya dewi mazhu
@@evannobita3956 mudah2an mas Evan
Jadi ingat masa lalu kerja di glodok
Wah nostalgia
Setahu saya vihara harusnya khusus utk tempat penyembahan Budha,kata klenteng sejak jaman orde baru bergeser menjadi TITD ( tempat ibadah Tri Dharma) yg meliputi Budha,Tao dan Konfosius atau Konghucu
Krn jaman orde baru Konghucu TDK diakui maka nama klenteng bergeser penyebutannya ke vihara
Mas Jose Wu terimakasih infonya
@@CandrianAttahiyyat banyak yg dulu beragama Konghucu,di KTP berubah menjadi Budha...dan klenteng ttp eksis dengan catatan ada altar penyembahan Budha,Krn itu disebut tempat ibadah Tri Darma...utk gampangnya org menyebut vihara...Krn yg diakui saat itu agama Budha...selalu sehat pak Can saya selalu menunggu konten2 nya
@@josewu3350 terimakasih mas Wu atas doanya
.klenteng and viharA jelas beda.di
Sepengetahuan saya, kelenteng tempat beribadah umat triDharma, sedangkan Vihara umat Buddha only dan ToaPekKong salah satu Dewa dalam confusianism dan posisi nya di kelenteng.
Terimakasih informasi tambahannya
Keren keren keren, makasih Pak Can
Terimakasih mbak Trisa
Sepengetahuan saya karena setelah 1966 untuk menghindari masalah kata vihara digunakan dengan memasukkan unsur buddhisme kedalam gedung.
Betul
Unsur "buddhisme" India, padahal aslinya "buddhisme" Tionghoa adalah dominan untuk Kelenteng, dalam rumus "tridharma"/samkauw.
pohon tebu artinya membawa hoki yaa pak can👍👍
Iya mas Zaldino
Tebu, adalah tanaman unik. Terhubung dua versi besar. 1. Saat penduduk Hokkian "diserang"/dirampok para perompak Nippon, maka mereka lari ke Padang tebu Yang rimbun, menyelamatkan diri. 2. Saat Batavia Di bawah "koloni" Belanda, kalangan Tionghoa-lah Yang membuka ladang tebu Di daerah Tanah Abang, Dan menjadi Sumber penghasilan besar, untuk diekspor juga (termasuk ke Belanda Yang membuktikan "gula"). Masalahnya, koloni Belanda ini rakus, sehingga terjadilah "pembantaian Batavia 1740". Ini Yang nantinya memperkuat interaksi antara warga Tionghoa Dan lokal dari berbagai daerah (Yang datang ke Batavia karena beberapa faktor).
@@sumamihardja6083 Mas Suma terimakasih informasinya
Salah pak Can bukan rumah pemujaan ,tp rumah abu marga Tan
Terimakasih koreksinya
Sehat selalu p chan
Terimakasih mas
Mau ikut tur bareng Pak Chan, gimana caranya? Barakallah fikum Pak Chan
Bisa kontak IG
Ncek di Klenteng tersebut ada buku urutan marga tan gak ya, mau kasih nama tengah anak sesuai urutan 😊
Wah ini rumah nya marga saya Om 🤗🤗🤗🤗
Mas Tonnie, marga Tan paling banyak ya
Good to keep history
Terima kasih
Kl kelenteng itu tempat ibadah umat Khong Hu Cu dan Taoisme tp mereka tetap boleh beribadah ke vihara,sajiannya setiap tgl1 dan 15 Imlek jg hari H Imlek itu vegetarian, kl hari2 biasa atau H -1 Imlek boleh pakai daging, dijaman orde baru kelenteng itu tdk diakui maka tdk akan bisa dpt ijin oleh sebab itulah namanya harus diganti dgn vihara. Sedgkn vihara lebih kearah agama Budha .Kl Toa Pe Kong itu sebutan yg lebih mengarah kepada kedudukan sosok Roh Suci, jadi figurnya bisa lebih dari satu. Kl tugasnya di tempat ibadah umum itu bs mengartikan sbg Kepala Daerah, apakah itu Camat, Bupati atau Gubernur tergantung letak kelenteng tsb dan jumlah umatnya. Sedangkan Roh Suci yg lain jg punya sebutan/nama yg lebih pribadi dan lebih tepat disebut gelar jd mengarah pd satu figur
Terimakasih informasinya
Pertama pak de 😊
Sehat terus pak de chan 🙂
Terimakasih mbak Eme
Mirip pak bondan winarno ya
Sy orang Kalimantan mau cari orang marga tan karma sy ketemu makam atau kuburan yg terletak di dalam hutan sekarang posisinya makam persis di belakang rumah warga yg sangat megah tapi TDK ada yg hirau moga ada marga tan mau mengurus nya
@@Bahrudin-g4i semoga
Ternyata klenteng dan vihara itu sama saja yah... Tapi yg pak Candrian kunjungin ini klenteng yah?
Cuma penasaran aja, apk dulu Tragedi Mei 1998 klenteng ini termasuk yg juga dijarah atau bahkan diporak-porandain oleh masyarakat lokal? Soalnya khan saat itu mrk berteriak Pribumi dan coretannya ada di mana-mana...
Mas Dana saya belum dapat konfirmasi apakah klenteng ini sempat menjadi target huru hara atau tidak
setau saya, vihara adalah rumah ibadah umat Budha, sedangkan klenteng adalah untuk umat Konghucu, tapi karena kebijakan orde baru melarang semua yg berbau tionghoa maka kelenteng jadi berubah vihara dan namanya pun berubah dari nama bahasa Tionghoa jadi nama bahasa Sansekerta
@@rayzsp9623 Terimakasih informasinya
Saya mengurusnya, begitu panjang, bahkan khususnya sepanjang 96-00. Sayangnya, orang2 "organisasi agama" seringkali ikut campur, bahkan tanpa punya dasar analysis yang kuat. Padahal, Keppres Gus Dur, sudah saya buat untuk memperbaiki kekeliruan pemerintahan orde baru sebelumnya. 🙏🙏
Bibirnya Pak Lie Thong seksi..
Vihara tempat ibadah umat Buddha, di dalam vihara umumnya hanya terdapat rupang Buddha dan Bodhisattva (para calon Buddha) seperti Avalokitesvara, Ksitigarbha, Maitreya, dll.
Kelenteng tempat ibadah umat Khonghucu, di dalam kelenteng terdapat rupang Dewa-Dewi. Misal Kelenteng yang memuja Dewa Guang Gong, kelenteng yang memuja Dewa Bumi, dll. Kadang kala juga terdapat rupang Buddha di dalam kelenteng, karena Buddha dianggap sebagai guru para Dewa dan Manusia.
Topekong itu adalah Kelenteng Dewa Bumi.
Mas Hendrik terimakasih infonya
tau bgt saya tempat ini, disebelah kanan ada praktek dokter umum, namanya dr Agus
apakah beliau masi praktek ?
praktek dokter paling unik, jadi semua pasien masuknya bergerombol trus pada berebutan duduk didalemnya, kemudian baru diperiksa satu2 duduk dibangku maupun diranjang
jadi jadwal periksa dibagi per sesi klo telat datang sedikit bakal nunggu sesi/gelombang berikutnya yg klo ditunggu biisa 2-3 jam lagi
saya tidak perhatikan apakah Dokter Agus masih praktek atau tidak
Nampaknya sdh tdk praktek
tepat nya itu penghormatan..bukan pemujaan
Terimakasih atas koreksinya. Salam sehat
Ragam "Bahasa Indonesia" modern Yang dibalut "pemahaman" Barat Dan Timur Tengah, memang cenderung "memaksa" paham Timur, Selatan Dan Tenggara untuk menyesuaikan diri.
Oey Tiong Ham = Raja Gula Asia Tenggara = beritanya pernah jadi orang terkaya se Asia Tenggara
Betul mas Teguh
Kelenteng/bio itu tempat ibadah agama tao/konghucu
Vihara tempat ibadah agama buddha
Mas Alie, terimakasih informasinya
Pak can maaf itu lambang yg di menit 7:41 lambang nazi kah
Mirip Nazi, tetapi ini lambang Swastika. Lambangnya ke kiri, kalau Nazi ke kanan mas Ras
@@CandrianAttahiyyat Oh maaf salah, klo nazi lambangnya agak miring kekanan
@@rasfaras maksudnya dari arah saya menghadap
Jadi orang2 Belanda beĺajar cara buat gula dari tebu itu dari orang China.😮
mungkin
Ceritaannya ga sempurna ,contoh sejarah pohon tebu ,pada waktu kerajaan ada seseorang tentara yg bersuku Hok Kian dikejar musuh dan dia bersembunyi dikebun tebu selama 9 hari.karena sudah aman baru dia keluar dari kebun tebu,ternyata hari itu suasana masih imlek yg ke 9 hari nya, tetapi bagi tentara itu adalah hari imlek pertama dan tentara itu bersuku Hok Kian jadi untuk mengenang jasa pohon tebu maka dipakai tebu untuk merayakan imlek.bagi suku Hok Kian dan merupakan imlek yg hari pertama bagi suku Hok Kian.jadi makanya pada hari 8 dan ke 9 imlek banyak yg sembahyang ke 8 dan 9 tepekong atau kelenteng,mengenai bedanya kelenteng dan vihara adalah pada jaman orde baru dibawah kekuasaan Soeharto,kelenteng dilarang karena bukan agama melainkan adat tradisi dari Tiongkok,makanya harus ganti dengan vihara berisi patung Sidharta Gautama ,yg merupakan ajaran Buddha dari Bangkok yg diakuin pemerintah saat itu,dengan berjalannya waktu makanya banyak pakai kata Vihara bukan kelenteng atau Toapekong,lagi .sekian.
Terimakasih informasinya