KITAB SEZAMAN BUKAN SYARAT UTAMA
HTML-код
- Опубликовано: 4 дек 2024
- Dalam kajian sejarah kita mengenal ketentuan untuk menghadirkan sumber sezaman yang menarasikan suatu kejadian. Sampai di sini kita bisa sepakat. Tapi, sayangnya, bagi sebagian orang, sumber sezaman itu identik dengan kitab sezaman. Padahal tidak harus. Yang penting sumber itu berisikan informasi yang valid. Baik itu dalam bentuk tulisan, bukti materil, maupun informasi lisan. Selama dia berisikan informasi, dan informasi itu terbukti sahih, maka dia sah untuk dijadikan sumber sejarah.
Lepas dari itu, saya ingin menegaskan bahwa sumber sezaman pun--sekalipun dia terbukti sezaman--tidak selamanya bersifat sahih secara mutlak. Karena pada akhirnya kita perlu melakukan kritik atas sumber itu sendiri. Boleh jadi sumber sezaman itu ditulis oleh sosok yang tidak terpercaya, maka dengan begitu kita pun berhak untuk meragukannya. Atau dia ditulis oleh sosok yang punya kepentingan negatif. Bisa jadi juga naratornya adalah seorang pelupa. Dan kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Alhasil, sejarawan yang baik tidak melulu memerhatikan kesezamanan. Sebab kesezamanan bukanlah satu-satunya sandaran kesahihan. Menariknya lagi, dalam kesarjanaan Islam, kritik atas sumber sejarah itu dilakukan dengan metode yang sangat ketat sekali. Khususnya ketika mengkaji hadits-hadits. Dari mulai mengkaji ketersambungan sanad sebuah riwayat, hafalan perawinya, integritasnya, belum lagi dengan kritik atas matannya.
Dengan adanya syarat-syarat yang sedemikian ketat itu, maka ketika sebuah hadits terbukti sahih, atau informasi lisan itu terbukti valid, apalagi kalau tersampaikan oleh saksi mata yang banyak, maka kita tidak punya alasan akademis untuk meragukan keabsahannya. Karena pembenaran terhadap sebuah hadits bukan hanya berlandaskan iman, melainkan penelitian yang mendalam. Sayangnya masih banyak orang yang tidak menyadari hal itu.
Simak dua video sebelumnya agar tidak salah paham:
Eps 1: • MEMBANTAH JURUS ANDALA...
Eps 2: • BANTAHAN UNTUK ORANG-O...