Sekedar mengkritisi tentang tasawuf atau tarekat yang belakangan marak disesatkan. Ini kaitannya dengan Buya Hamka dan bukunya Tasawuf Modern, mungkin maksudnya ada tasawuf model salaf atau kuno. Dengan kata lain, pembaharuan Islam yang dahulu pernah viral kira-kira satu abad yang lalu, janganlah digeneralisir dan ditelan mentah-mentah sehingga menyesatkan tasawuf tarekat sufi. Lha memangnya Islam masuk ke Nusantara, Asia, Afrika itu siapa kalau bukan jasa mereka para sufi? Salafi model sekarang itu baru kemaren sore viral terbentuk. Bacalah sejarah. Islamisasi diberbagai belahan dunia ini disalurkan melalui saluran tasawuf. Termasuk Sumatera Barat itu siapa yang menyebarkan agama Islam kalau bukan para sufi. Bahkan dengan tarekatlah agama-agama sebelumnya dan adat bisa ditakhlukan sehingga pada masuk Islam. Syaikh Burhanuddin dari Ulakan adalah ulama yang menyebarkan agama Islam di Sumatra Barat melalui Tarekat Syattariyah. Disusul ulama-ulama lain dengan Tarekat Naksyabandiyah. Termasuk datuk-datuknya Buya Hamka yang dibangga-banggakan sebagai modernis Sumatera Barat itu juga syaikh tarekat Naksyabandiyah. Janganlah diingkari bahwa Hamka dari datuk-datuk beliau Syaikh Amrullah, Tuanku Kisai, Abdullah Shaleh, Guguk Katur -- leluhur beliau adalah semuanya ulama Tarekat Naksyabandiyah. Tetapi Hamka sendiri berseberangan dalam hal ini karena banyak membaca kitab-kitab pembaharuan Islam yang baru viral pada zaman itu. Rujukan beliau Buya Hamka adalah kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim sehingga dia mengarang Kitab Tasawuf Modern ---- sedangkan datuk-datuknya kitab tasawufnya berfaham klasik yaitu Al-Hikam Ibnu Athoillah dan Ihya Ulumuddin Imam Ghazali. Karangan-karangan Hamka banyak lebih dipengaruhi pembaharuan Ibnu Taimiyah dalam Tafsir Al-Azhar. Kendatipun demikian dalam perjalanan hidupnya merasa ada semacam "kekeringan spiritual" walaupun pengetahuan agamanya (teori) wawasannya luas. Pada akhirnya pilihan terakhir kembali mengamalkan dzikir tarekat sebagaimana datuk-datuknya. Buya Hamka berbaiat Tarekat Qodiriyah-Naqsyabandiyah kepada Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin atau Abah Anom di Pesantren Suryalaya Jawa Barat.
Tafsir Al-Azhar tidak merujuk banyak kepada kitab karangan Ibn Taimiyyah. Malah Hamka tidak berbaiat dengan tareqat pimpinan Abah Anom. Saya bertanya sendiri dengan anaknya Afif dan cucunya Abdul Hadi. Kedua duanya menafikan dakwaan ini.
@@PUNDEKAR Menurut saya itu jawaban yang bijak seandainya pun benar Buya Hamka berbaiat kepada Abah Anom, keluarga harus menjawab begitu apalagi posisinya sebagai petinggi sebuah organisasi yang tidak begitu familier dengan tarekat. Sama juga ketika ditemukan dokumen *Kitab Fikih Muhammadiyah* yang menyebutkan KH. Ahmad Dahlan berqunut dalam shalat shubuh, tarweh 20 rakaat, baca wirid dll kemudian dijawab oleh cucu KH. Ahmad Dahlan atau organisasi yang didirikannya menyangkal. Hal demikian harus dijawab dengan hati-hati juga, sebab kalau tidak pas jawabannya bisa "mementahkan ijtihad" yang telah dilakukan Majelis Tarjih atau keputusan yang telah disepakati bersama dalam organisasi.
SANGAT MEMBAWA MANFAAT ..ALHAMDULILAH
Setiap kata-kata buya hamka penuh ilmu.. alhamdulilah
Masyallah
mugo2 Buya Hamka pinaringan ampunan lan keberkahan Illahi🤲
Kajian yang banyak makna untuk kehidupan
👍👍😊😊
Terima kasih
Terima kasih❤
Upload terus ceramah² terdahulu bang 👍❤️
Insya Allah
Maaf
Bnrkah ini suara asli beliau.
Buya hamka?
Betapa luasnya pandangan Buya Hamka tentang tasauf, tidak seperti ustadz² yang mengku salafi tapi membidahkan tasauf
❤
Sekedar mengkritisi tentang tasawuf atau tarekat yang belakangan marak disesatkan. Ini kaitannya dengan Buya Hamka dan bukunya Tasawuf Modern, mungkin maksudnya ada tasawuf model salaf atau kuno.
Dengan kata lain, pembaharuan Islam yang dahulu pernah viral kira-kira satu abad yang lalu, janganlah digeneralisir dan ditelan mentah-mentah sehingga menyesatkan tasawuf tarekat sufi. Lha memangnya Islam masuk ke Nusantara, Asia, Afrika itu siapa kalau bukan jasa mereka para sufi?
Salafi model sekarang itu baru kemaren sore viral terbentuk. Bacalah sejarah. Islamisasi diberbagai belahan dunia ini disalurkan melalui saluran tasawuf. Termasuk Sumatera Barat itu siapa yang menyebarkan agama Islam kalau bukan para sufi. Bahkan dengan tarekatlah agama-agama sebelumnya dan adat bisa ditakhlukan sehingga pada masuk Islam.
Syaikh Burhanuddin dari Ulakan adalah ulama yang menyebarkan agama Islam di Sumatra Barat melalui Tarekat Syattariyah. Disusul ulama-ulama lain dengan Tarekat Naksyabandiyah. Termasuk datuk-datuknya Buya Hamka yang dibangga-banggakan sebagai modernis Sumatera Barat itu juga syaikh tarekat Naksyabandiyah.
Janganlah diingkari bahwa Hamka dari datuk-datuk beliau Syaikh Amrullah, Tuanku Kisai, Abdullah Shaleh, Guguk Katur -- leluhur beliau adalah semuanya ulama Tarekat Naksyabandiyah. Tetapi Hamka sendiri berseberangan dalam hal ini karena banyak membaca kitab-kitab pembaharuan Islam yang baru viral pada zaman itu. Rujukan beliau Buya Hamka adalah kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim sehingga dia mengarang Kitab Tasawuf Modern ---- sedangkan datuk-datuknya kitab tasawufnya berfaham klasik yaitu Al-Hikam Ibnu Athoillah dan Ihya Ulumuddin Imam Ghazali. Karangan-karangan Hamka banyak lebih dipengaruhi pembaharuan Ibnu Taimiyah dalam Tafsir Al-Azhar. Kendatipun demikian dalam perjalanan hidupnya merasa ada semacam "kekeringan spiritual" walaupun pengetahuan agamanya (teori) wawasannya luas. Pada akhirnya pilihan terakhir kembali mengamalkan dzikir tarekat sebagaimana datuk-datuknya. Buya Hamka berbaiat Tarekat Qodiriyah-Naqsyabandiyah kepada Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin atau Abah Anom di Pesantren Suryalaya Jawa Barat.
Tafsir Al-Azhar tidak merujuk banyak kepada kitab karangan Ibn Taimiyyah. Malah Hamka tidak berbaiat dengan tareqat pimpinan Abah Anom. Saya bertanya sendiri dengan anaknya Afif dan cucunya Abdul Hadi. Kedua duanya menafikan dakwaan ini.
@@PUNDEKAR
Menurut saya itu jawaban yang bijak seandainya pun benar Buya Hamka berbaiat kepada Abah Anom, keluarga harus menjawab begitu apalagi posisinya sebagai petinggi sebuah organisasi yang tidak begitu familier dengan tarekat. Sama juga ketika ditemukan dokumen *Kitab Fikih Muhammadiyah* yang menyebutkan KH. Ahmad Dahlan berqunut dalam shalat shubuh, tarweh 20 rakaat, baca wirid dll kemudian dijawab oleh cucu KH. Ahmad Dahlan atau organisasi yang didirikannya menyangkal. Hal demikian harus dijawab dengan hati-hati juga, sebab kalau tidak pas jawabannya bisa "mementahkan ijtihad" yang telah dilakukan Majelis Tarjih atau keputusan yang telah disepakati bersama dalam organisasi.