Praktikum Uji Keteratogenikan (Departemen Biologi - ITS)

Поделиться
HTML-код
  • Опубликовано: 12 дек 2024
  • Uji Keteratogenikan
    Tujuan pada praktikum “Uji Keteratogenikan” adalah sebagai berikut ini :
    1. Mampu memahami uji keteratogenikan sesuatu bahan.
    2. Mengetahui bahan yang bersifat teratogenik.
    3. Mengetahui dampak teratogen terhadap perkembangan fetus.
    Pelaksanaan praktikum “Uji Keteratogenikan” memerlukan alat dan bahan yang dipersiapkan. Alat yang digunakan berupa bak kandang, kawat kasa, jarum kanul, botol kaca UC, dissecting net, papan bedah, pisau bedah, mikroskop, cawan petri, pinset dan pipet. Bahan yang digunakan berupa Mus musculus betina dan jantan berumur 2-3 bulan ( berat 25 gram atau lebih), zat teratogen MSG (monosodium glutamat), gliserin, etanol 96%, alizarin red, aquades, methylen blue, NaCl fisiologis, dan KOH 1%.
    A. Pemeliharaan, Pengawinan, dan Penetapan Masa Hamil Mencit
    Pada tahap pemeliharaan mencit yang akan diawali dengan pengaklimatisasian terlebih dahulu kurang lebih 7 hari.untuk mengobservasi perilaku dan kemampuan adaptasi mencit terhadap lingkungan barunya (Ifana & Pristihadi, 2024). Mencit betina diamati siklus estrusnya dengan mengapus sel epitel vagina, jika hasil yang didapatkan telah berada dalam kondisi estrus, maka dapat dilakukan penyatuan kandang dengan mencit jantan pada sore hari. Jika terdapat vagina plug maka mencit betina segera dipisahkan dan ditetapkan sebagai hari ke nol kehamilan (Prihati, 2015).
    B. Pemberian Zat Teratogen
    Sebelumnya diperlukan preparasi dan perhitungan bahan uji. Menggunakan rumus :
    𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑜𝑠𝑎𝑔𝑒 (mL) = (𝑊𝑒𝑖𝑔h𝑡 𝑥 𝑆𝑖𝑛𝑔𝑙𝑒 𝑑𝑜𝑠𝑒) / 𝐶𝑜𝑛𝑐𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
    Dengan tangan kiri, jepit kulit tengkuk di antara telunjuk dan ibu jari. Ekor dari tangan kanan dipindahkan ke antara jari manis dan jari kelingking, tangan kiri, sampai mencit dapat dipegang dengan erat. Proses mencit betina yang hamil akan dicekok dengan zat teratogen, mulai hari kehamilan ke 6 sampai kehamilan ke 12 dengan dosis yang ditentukan. Fungsi perlakuan pemberian atau pencekokan pada mencit pada hari ke-6 hingga hari ke-12 yaitu karena pada hari tersebut diperkirakan berlangsungnya fase organogenesis sehingga dapat diketahui apakah zat teratogen akan mempengaruhi pada fase ini atau tidak (Widyastuti et al., 2006). Dosis yang digunakan adalah 1% dari BB mencit berdasarkan berat badan (mg/kg, atau g/kg) (Truwahyuni et al.., 2019). Dalam pencekokan dilakukan dengan jarum kanul sekali setiap hari. Setelah hari kehamilan ke 18 mencit betina dimatikan dan embrio diambil untuk diamati.
    C. Pengamatan Fetus
    Pengamatan terhadap fetus meliputi jumlah fetus seperindukan, mortalitas fetus berat fetus, panjang fetus, morfologi fetus, sistem rangka fetus. Awalnya, Embrio difiksasi dengan etanol absolut selama 2 hari. Fungsi perlakuan pengunaan etanol absolut yaitu sebagai bahan fiksasi untuk mengentikan proses postmortem jaringan yang diambil (Bahri et al., 2020). Isi rongga perut dan rongga dada dikeluarkan, embrio dimaserasi dengan KOH 1% selama 2 hari sampai dagingnya mengelupas dan nampak transparan (setiap hari larutan KOH diganti 2 kali). Penggunaan KOH 1% yaitu merendam tubuh fetus agar otot pada fetus menjadi transparan dan tulang fetus dapat terlihat dengan jelas (Setyawati, 2011). Embrio transparan dimasukkan ke dalam Alizarin Red 'S 0,1% dalam KOH 1% selama 10 menit, dibilas dengan KOH 1% sampai warna ungu pada selaput transparan hilang. Alizarin red digunakan untuk mengidentifilasi kalsium pade bagian jaringan dan sel yang dikultur dengan hasil akhir warna merah cerah (Liao et al., 2020). Embrio yang telah diwamai itu dimasukkan secara berturutan ke dalam campuran KOH - gliserin (3:1, 1:1,1:3) masing-masing selama 1 hari. Terakhir dimasukkan ke dalam gliserin muni serta disimpan untuk pemeriksaan. Fungsi perlakuan penggunaan gliserin yaitu pada penjernihan bertingkat dan awetan (Batri et al., 2020). Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop stereo. Data yang dikumpulkan berupa penulangan sternae, vertebrae, dan costae, prosentase janin yang mempunyai penulangan pada karpal dan tarsal, serta prosentase kelainan rangka sumbu embrio.
    Hasil pada pengamatan Fetus Mus musculus pada pencekokan dengan dosis 1g/ 100 mL MSG didapatkan beberapa fetus dengan jumlah costae yang berlebih dan posisi costae yang renggang. Hal tersebut dapat dikarenakan kesalahan saat perlakuan dan perhitungan atau human error. seharusnya, pada pemberian dosis 1g/100 mL tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan karena pemberian dosis yang rendah.
    Sedangkan, pada pengamatan Fetus Mus musculus pada pencekokan 9 g/100 mL Monosodium glutamate (MSG) terjadi malformasi pada Costae sisi kanan yang mengalami kerusakan parah dan jumlah perbandingan costae yang terlihat sangat tidak seimbang akibat besarnya dampak keterlambatan dan gangguan osifikasi yang disebabkan oleh dosis teratogenik yang sangat tinggi.

Комментарии • 55