"Etika Menyikapi Khilafiyah dalam Islam" | Ustadz Salim A. Fillah | Q&A KAJIAN UMUM AYF

Поделиться
HTML-код
  • Опубликовано: 17 окт 2024
  • Liputan sesi tanya-jawab Kajian Umum Ainul Yaqeen Foundation, "Yang Aku Tahu; Allah Bersamaku" | Q&A: "Etika Menyikapi Khilafiyah dalam Islam" bersama Ustadz ‪@salimafillahofficial‬ pada hari Rabu, 15 Mei 2024 di Towa Regional Education Center, Jepang.
    Simak kajian lengkapnya di sini:
    "Yang Aku Tahu; Allah Bersamaku" | Ustadz Salim A. Fillah | KAJIAN UMUM AINUL YAQEEN FOUNDATION
    • "Yang Aku Tahu; Allah ...
    Semoga bermanfaat. Jangan lupa untuk like, comment, share, dan subscribe. Aktifkan notifikasi untuk mendapatkan ilmu dan informasi terbaru dari kami.
    -------------------------------
    Ikuti kami di:
    / prouchannel
    / proumedia
    / prouchannel
    / proyouchannel
    -------------------------------
    Gabung program RUclips Membership kami:
    / @proyouchannel
    -------------------------------
    Infaq program Kaderisasi Da'i dan Imam Masjid Pesantren Masyarakat Merapi Merbabu (PM3):
    Bank Syariah Indonesia (BSI, ex. BSM, kode bank: 451)
    777-444-1772
    a/n Baitulmaal Merapi Merbabu

Комментарии • 2

  • @fannyangelia62
    @fannyangelia62 4 месяца назад +2

    1. Sebagai seorang mukmin salah satu amal yang paling besar itu adalah mendamaikan saudara kita. Sudah jelas bahwa orang itu memang tidak bisa sama. Apalagi dalam berbagai aspek. Lebih-lebih kalau itu terkait pemahaman terhadap nash syariah. Jangankan di masa kita, di masa Rasulullah ﷺ pun sudah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para sahabat.
    2. Pada saat terjadi perang Khandaq, orang Yahudi dari Bani Quraizhah itu berkhianat. Sesuai dengan perjanjian Piagam Madinah seharusnya mereka bahu-membahu dalam menghadapi musuh. Siapapun yang menyerang Madinah, maka itu adalah serangan untuk seluruh penduduk Madinah. Jadi seluruh penduduk Madinah apapun agamanya dan sukunya harus bahu-membahu. Tetapi Yahudi dari Bani Quraizhah ini melanggar kesepakatan tersebut. Pada saat Rasulullah ﷺ sedang menghadapi kepungan dari orang-orang Quraisy yang bersekutu sebagai pasukan Ahzab, orang-orang Yahudi dari Bani Quraizhah ini justru hendak menikam dari belakang. Menyerang dari dalam. Ketika perang Khandaq selesai dan pasukan Ahzab ini dibinasakan oleh Allah dengan angin ribut yang mengenai kemah-kemah mereka, akhirnya mereka bubar dan pengepungan Madinah usai. Rasulullah ﷺ langsung membentuk pasukan khusus untuk menindak Bani Quraizhah.
    3. Rasulullah ﷺ bersabda kepada pasukan yang akan diutus ke Bani Quraizhah, “Kalian jangan sekali-sekali melakukan sholat Ashar, kecuali di Bani Quraizhah.“ Maka berangkatlah rombongan dari para sahabat ini menuju ke Bani Quraizhah. Ternyata di tengah perjalanan belum sampai ke lokasi, matahari sudah mau terbenam. Akhirnya para sahabat ini terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok yang pertama sholat Ashar dulu karena matahari sudah mau terbenam. Waktu sholat Ashar sudah mau habis. Kelompok yang kedua mengingatkan pesan dari Rasulullah ﷺ agar jangan sekali-sekali melakukan sholat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kelompok yang pertama berkata, “Tetapi kan sholat itu ada batas waktunya. Maksud Rasulullah ﷺ itu agar kita cepat berangkat. Tetapi kalau belum sampai ya tetap sholat Ashar saja.” Kelompok kedua tetap mengikuti pesan dari Rasulullah ﷺ agar sholat Ashar di Bani Quraizhah. Akhirnya separuh kelompok sahabat sholat Ashar di dalam perjalanan, dan separuh kelompok lagi sholat Asharnya di Bani Quraizhah. Kelompok yang sholat di Bani Quraizhah itu sholat Asharnya sudah menjelang waktu sholat Isya. Pada hari berikutnya Rasulullah ﷺ menyusul para sahabatnya. Kedua kelompok ini lalu saling melaporkan. Kelompok yang kedua berkata, “Ya Rasulullah, kelompok pertama ini tidak taat. Engkau suruh sholat Ashar di Bani Quraizhah, tetapi mereka malah sholat Ashar di tengah perjalanan.” Kelompok yang pertama membalas, “Masa sholat Asharnya mereka itu menjelang sholat Isya, ya Rasulullah. Yang namanya sholat Asar itu kan ada batasnya, yaitu sebelum matahari terbenam. Maka kami ikuti waktunya.”
    4. Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak apa-apa.” Jadi perbedaan pendapat dalam fikih seperti ini adalah hal yang biasa. Padahal ini soal sholat yang sangat penting. Ketika masing-masing pihak memahami sesuai dengan konteks pemahaman mereka, ternyata Rasulullah ﷺ mengatakan tidak apa-apa. Jangan-jangan saat sekarang ini kita ramai saling membantah di media sosial, ternyata di akhirat Rasulullah ﷺ berkata, ”Tidak apa-apa.” Apalagi untuk orang yang sudah sampai mencari-cari aib orang lain dari video lamanya. Lalu ditambah-tambahkan dan diberi label. Dari kenyataan yang kita lihat ini, maka kita punya tugas untuk mensyiarkan adab dan akhlaknya seorang muslim. Jadi jamaah pengajian itu jangan suka mengadu antara ustadz yang satu dengan ustadz yang lain. Mengadu domba saja tidak boleh apalagi mengadu ustadz. Seringkali jamaah ini menanyakan pendapat ustadz yang sedang ceramah karena dia tahu akan berbeda pendapat dengan ustadz yang ditanyakan. Hal yang semacam ini tidak boleh dilakukan.
    5. Pada zaman dahulu ada seorang imam yang banyak dipuji orang bernama Abdullah bin al-Mubarak. Kenapa? Karena beliau berusaha mendamaikan orang lain. Di negeri Syam, di kota Damaskus, ada seorang ulama yang bernama Sufyan Ats-Tsauri. Tidak tahu mendapat bisikan dari siapa, sehingga setiap kali khutbah beliau selalu berkata, “Di Kufah ada seorang manusia yang berbahaya bernama Abu Hanifah. Dia selalu mengutamakan pikirannya di atas Al-Qur’an dan sunnah. Jangan kalian ikuti dia, karena sesungguhnya dia sesat lagi menyesatkan.“ Apa yang dilakukan oleh imam Abdullah bin al-Mubarak? Beliau pergi ke Kufah untuk mencatat fatwa-fatwanya imam Abu Hanifah. Buku catatan fatwa itu tidak diberi judul dan sampul. Buku itu lalu dibawa ke Damaskus dan ditunjukkan kepada imam Sufyan Ats-Tsauri. Imam Abdullah bin al-Mubarak lalu bertanya ke imam Sufyan Ats-Tsauri, “Menurut pendapat anda, seperti apa fatwa-fatwa yang ada di dalam kitab ini? Lalu imam Sufyan Ats-Tsauri membaca kitab tersebut. Beliau lalu berkata, “Masya Allah, ini yang berfatwa adalah seorang yang sangat dalam ilmunya. Dia pasti fakihnya para fukaha (juaranya para ahli fikih). Kedalaman pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan hadits sampai seperti ini. Ini siapa? Kenapa kamu menulis nama Nu’man?“ Imam Abdullah bin al-Mubarak berkata, “Anda sudah sering menyebut kuniah nya, Nu'man bin Tsabit adalah Abu Hanifah yang sering anda sebut-sebut. Inilah kumpulan fatwanya.“ Imam Sufyan Ats-Tsauri langsung menangis dan berkata, “Celakalah orang-orang yang telah membisikkan kepadaku tentang keburukan Abu Hanifah. Setelah aku baca fatwanya ternyata dia adalah seorang ulamanya ulama.“ Pada hari itu imam Sufyan Ats-Tsauri langsung berangkat ke Kufah untuk ketemu dengan imam Abu Hanifah. Seharusnya yang dilakukan itu seperti ini. Seperti yang dilakukan oleh imam Abdullah bin al-Mubarak yang mendamaikan. Bukan malah mengadu dan meruncingkan persoalan. Yang lebih penting lagi kita harus tahu diri. Sudah tahu bahwa dirinya orang awam, tapi malah ikut berpendapat, memberi fatwa, bahkan ikut melabeli. Ini sudah tidak karu-karuan.
    6. Ali bin Abi Thalib r.a. pernah mengatakan, “Seandainya orang bodoh itu tahu kapasitasnya, lalu dia diam dan tidak ikut berkomentar, maka akan hilang berbagai macam perbedaan dan perseteruan yang terjadi di tengah masyarakat.“ Sekarang ini persoalannya adalah mayoritas orang yang mengomentari, melabeli, dan menuduh kesana dan kemari itu bukanlah seorang ustadz. Inilah pentingnya kita menahan diri. Tugasnya orang awam itu untuk belajar, bukan memvonis orang lain. Kalau ada sebuah kesalahan, lalu kita meluruskan, maka itu boleh. Seandainya kesalahannya itu nanti bisa berbahaya bagi umat, maka kita boleh meluruskannya, tapi tanpa menyebut nama. Orang juga akan tahu. Ini adalah bagian dari adab.
    Semoga bermanfaat. Mohon maaf dan juga mohon koreksi jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum. Barakallahu fiikum.

  • @omarie4995
    @omarie4995 4 месяца назад

    ............................................ Wala yazaluna mukhtalifin ............................................ lanjutkan ribut antar firqoh.