Music Spirit lounge's
Music Spirit lounge's
  • Видео 77
  • Просмотров 995 785

Видео

The only lasting beauty is the beauty of the heart #instrumental #rumi #sufi #fyp
Просмотров 4,7 тыс.10 месяцев назад
The only lasting beauty is the beauty of the heart #instrumental #rumi #sufi #fyp
MUSIC MEDITASI ISLAM || PENGHANCUR ENERGI NEGATIF #instrumental #rumi #sufi #fyp
Просмотров 6 тыс.10 месяцев назад
MUSIC MEDITASI ISLAM || PENGHANCUR ENERGI NEGATIF #instrumental #rumi #sufi #fyp
INSTRUMEN SUFI | MENUJU KEDAMAIAN #rumi #sufi #spirituality #rumiinstrumental
Просмотров 7 тыс.10 месяцев назад
INSTRUMEN SUFI | MENUJU KEDAMAIAN #rumi #sufi #spirituality #rumiinstrumental
SUFISM MUSIC || Renungan Malam #instrumental #rumi #sufi
Просмотров 4,1 тыс.11 месяцев назад
SUFISM MUSIC || Renungan Malam #instrumental #rumi #sufi
MEDITASI MUSIC YOGA || HILANGKAN PIKIRAN NEGATIF #meditation #relaksasi #instrumental
Просмотров 1,7 тыс.11 месяцев назад
MEDITASI MUSIC YOGA || HILANGKAN PIKIRAN NEGATIF #meditation #relaksasi #instrumental
Buddha Music | Pembangkit Cakra Indra #instrumental #meditation
Просмотров 906Год назад
Buddha Music | Pembangkit Cakra Indra #instrumental #meditation
INSTRUMEN ISLAMI || MUSIC PENYEJUK HATI #instrumental #rumi #sufi
Просмотров 560 тыс.Год назад
INSTRUMEN ISLAMI || MUSIC PENYEJUK HATI #instrumental #rumi #sufi
Musik Sufi Jalaludin Rumi|| MUSIC PENYEJUK HATI #instrumental #rumi #sufi
Просмотров 4,2 тыс.Год назад
Musik Sufi Jalaludin Rumi|| MUSIC PENYEJUK HATI #instrumental #rumi #sufi
MUSIK SEDIH || RENUNGAN #instrumental #rumi #sufi
Просмотров 4,8 тыс.Год назад
MUSIK SEDIH || RENUNGAN #instrumental #rumi #sufi
INSTRUMEN SUFI || INSTRUMEN SEDIH #instrumental #rumi #sufi
Просмотров 3,5 тыс.Год назад
INSTRUMEN SUFI || INSTRUMEN SEDIH #instrumental #rumi #sufi
HIGH MEDITATION || MEDITASI TINGKAT TINGGI || PEMBUKA MATA BATIN
Просмотров 1,5 тыс.Год назад
HIGH MEDITATION || MEDITASI TINGKAT TINGGI || PEMBUKA MATA BATIN
INSTRUMEN PENENANG JIWA || INSTRUMEN SEDIH #instrumental #rumi #sufi
Просмотров 5 тыс.Год назад
INSTRUMEN PENENANG JIWA || INSTRUMEN SEDIH #instrumental #rumi #sufi
MUSIC TASAWUF || MUSIK RENUNGAN ISLAM #instrumental #rumi #sufi
Просмотров 286 тыс.Год назад
MUSIC TASAWUF || MUSIK RENUNGAN ISLAM #instrumental #rumi #sufi
SUFISM MUSIC || Renungan Malam #instrumental #rumi #sufi
Просмотров 73 тыс.Год назад
SUFISM MUSIC || Renungan Malam #instrumental #rumi #sufi
MEDITASI MUSIC YOGA || HILANGKAN PIKIRAN NEGATIF #meditation #relaksasi #instrumental
Просмотров 797Год назад
MEDITASI MUSIC YOGA || HILANGKAN PIKIRAN NEGATIF #meditation #relaksasi #instrumental
Mind relaxing music for stress relief || #meditation #healingmusic
Просмотров 732Год назад
Mind relaxing music for stress relief || #meditation #healingmusic

Комментарии

  • @datadata5781
    @datadata5781 25 дней назад

    ia terdengar familiar bgt ya allah judul music nya apa ini..... plis mohon kena banget di hati

  • @billywisnugraha
    @billywisnugraha 6 месяцев назад

    Assalamualaikum Pak boleh tau musik background apa

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Suatu ketika kedua murid utama Sang Buddha; Yang Ariya Sariputta dan Yang Ariya Maha Moggallana, pergi dari Savatthi menuju Rajagaha. Di sana, orang-orang Rajagaha mengundang mereka, bersama seribu pengikut mereka, untuk menerima makan pagi. Pada kesempatan itu seseorang menyerahkan selembar kain, seharga seratus ribu, kepada penyelenggara upacara untuk didanakan. Dia mengharapkan mereka mengatur dan menggunakan pemberiannya untuk upacara itu. Kalau masih terdapat kelebihan, diberikan kepada siapa saja dari para bhikkhu yang dianggap layak. Hal itu juga terjadi jika tidak terdapat kekurangan, maka kain tersebut akan diberikan pada salah satu dari para thera. Karena kedua murid utama mengunjungi Rajagaha, hanya pada saat-saat tertentu, maka kain itu akan diberikan pada Devadatta, yang tinggal menetap di Rajagaha. Devadatta segera membuat kain itu menjadi jubah-jubah dan dengan bangga ia memakainya. Kemudian seorang bhikkhu yang dapat dipercaya dari Rajagaha, datang ke Savatthi memberi hormat kepada Sang Buddha, dan menceritakan kepada-Nya tentang Devadatta dan jubah yang terbuat dari kain seharga seratus ribu. Sang Buddha berkata bahwa kejadian itu bukan yang pertama kali, Devadatta telah memakai jubah-jubah yang tidak patut diterimanya. Sang Buddha kemudian menghubungkannya dengan kisah berikut ini. Devadatta pernah menjadi pemburu gajah pada salah satu kehidupannya yang lampau. Pada waktu itu, dalam hutan tertentu, terdapat sekelompok besar gajah. Suatu hari, sang pemburu memperhatikan gajah-gajah ini berlutut kepada Paccekabuddha. Setelah mengamatinya, sang pemburu mencuri bagian paling atas dari jubah kuning, lalu menutupi badannya dan memegangnya. Kemudian dengan memegang tombak pada tangannya, dia menunggu gajah-gajah pada jalur yang biasa dilewati. Gajah-gajah datang dan menganggapnya seorang Pacekabuddha, gajah-gajah itu berlutut dengan membungkukkan badan untuk memberi hormat. Mereka dengan mudah menjadi mangsa bagi sang pemburu. Ia bunuh gajah-gajah pada barisan terakhir satu per satu setiap harinya, dan hal itu dilakukannya hingga berhari-hari. Sang Bodhisatta (calon Buddha) adalah pemimpin dari kawanan gajah itu, saat mengetahui kekurangan jumlah pengikutnya, dia memutuskan untuk menyelidiki dan mengikuti kawanannya pada akhir dari barisan. Dia telah berjaga-jaga, dan oleh karena itu dapat menghindari tombak. Dia menangkap sang pemburu dengan belalainya dan melemparkan pemburu itu ke tanah. Melihat jubah kuning, dia berhenti dan menyelamatkan hidup sang pemburu. Sang pemburu tidak berhasil membunuh dengan menggunakan tipuan jubah kuning, dan perilaku seperti itu adalah perbuatan buruk. Sang pemburu jelas tidak berhak memakai jubah kuning.

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Suatu ketika kedua murid utama Sang Buddha; Yang Ariya Sariputta dan Yang Ariya Maha Moggallana, pergi dari Savatthi menuju Rajagaha. Di sana, orang-orang Rajagaha mengundang mereka, bersama seribu pengikut mereka, untuk menerima makan pagi. Pada kesempatan itu seseorang menyerahkan selembar kain, seharga seratus ribu, kepada penyelenggara upacara untuk didanakan. Dia mengharapkan mereka mengatur dan menggunakan pemberiannya untuk upacara itu. Kalau masih terdapat kelebihan, diberikan kepada siapa saja dari para bhikkhu yang dianggap layak. Hal itu juga terjadi jika tidak terdapat kekurangan, maka kain tersebut akan diberikan pada salah satu dari para thera. Karena kedua murid utama mengunjungi Rajagaha, hanya pada saat-saat tertentu, maka kain itu akan diberikan pada Devadatta, yang tinggal menetap di Rajagaha. Devadatta segera membuat kain itu menjadi jubah-jubah dan dengan bangga ia memakainya. Kemudian seorang bhikkhu yang dapat dipercaya dari Rajagaha, datang ke Savatthi memberi hormat kepada Sang Buddha, dan menceritakan kepada-Nya tentang Devadatta dan jubah yang terbuat dari kain seharga seratus ribu. Sang Buddha berkata bahwa kejadian itu bukan yang pertama kali, Devadatta telah memakai jubah-jubah yang tidak patut diterimanya. Sang Buddha kemudian menghubungkannya dengan kisah berikut ini. Devadatta pernah menjadi pemburu gajah pada salah satu kehidupannya yang lampau. Pada waktu itu, dalam hutan tertentu, terdapat sekelompok besar gajah. Suatu hari, sang pemburu memperhatikan gajah-gajah ini berlutut kepada Paccekabuddha. Setelah mengamatinya, sang pemburu mencuri bagian paling atas dari jubah kuning, lalu menutupi badannya dan memegangnya. Kemudian dengan memegang tombak pada tangannya, dia menunggu gajah-gajah pada jalur yang biasa dilewati. Gajah-gajah datang dan menganggapnya seorang Pacekabuddha, gajah-gajah itu berlutut dengan membungkukkan badan untuk memberi hormat. Mereka dengan mudah menjadi mangsa bagi sang pemburu. Ia bunuh gajah-gajah pada barisan terakhir satu per satu setiap harinya, dan hal itu dilakukannya hingga berhari-hari. Sang Bodhisatta (calon Buddha) adalah pemimpin dari kawanan gajah itu, saat mengetahui kekurangan jumlah pengikutnya, dia memutuskan untuk menyelidiki dan mengikuti kawanannya pada akhir dari barisan. Dia telah berjaga-jaga, dan oleh karena itu dapat menghindari tombak. Dia menangkap sang pemburu dengan belalainya dan melemparkan pemburu itu ke tanah. Melihat jubah kuning, dia berhenti dan menyelamatkan hidup sang pemburu. Sang pemburu tidak berhasil membunuh dengan menggunakan tipuan jubah kuning, dan perilaku seperti itu adalah perbuatan buruk. Sang pemburu jelas tidak berhak memakai jubah kuning.

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Mahakala dan Culakala adalah dua saudagar bersaudara dari kota Setabya. Suatu ketika dalam perjalanan membawa barang-barang dagangannya, mereka berkesempatan untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah mendengarkan khotbah tersebut, Mahakala memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai salah satu anggota pasamuan bhikkhu. Culakala juga ikut bergabung dalam anggota Sangha, tetapi dengan tujuan berkenalan dengan para bhikkhu dan menjaga saudaranya. Mahakala bersungguh-sungguh dalam latihan pertapaannya di kuburan (Sosanika Dhutanga), dan tekun bermeditasi dengan objek kelapukan dan ketidak-kekalan. Akhirnya ia memperoleh “Pandangan Terang” dan mencapai tingkat kesucian arahat. Di dalam perjalanan-Nya, Sang Buddha bersama murid-murid-Nya, termasuk Mahakala dan Culakala, singgah di hutan Simsapa, dekat Setabya. Ketika berdiam di sana, bekas istri-istri Culakala mengundang Sang Buddha beserta murid-murid beliau ke rumah mereka untuk menerima dana makanan. Culakala sendiri terlebih dulu pulang untuk mempersiapkan tempat duduk bagi Sang Buddha dan murid-murid-Nya. Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh bekas istri-istri Culakala untuk merayunya, agar ia mau kembali kepada mereka. “Kakanda, alangkah kurusnya engkau sekarang. Tentu selama ini kakanda sangat menderita. Mari, adinda bersedia memijit kakanda untuk menghilangkan lelah, seperti dahulu kala. O, kakanda, marilah kita bergembira seperti dahulu lagi.” Pada dasarnya Culakala memang tidak tekun dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kewajibannya sebagai bhikkhu. Mendengar berbagai rayuan dan rangsangan, batinnya tidak kuat. Nafsunya tergugah, tanpa pikir panjang lagi dilemparkannya jubahnya dan kembalilah ia kepada kehidupan duniawi, sebagai perumah tangga. Melihat para istri Culakala berhasil mendapatkan suaminya kembali, para istri Mahakala pun tidak mau kalah. Pada hari berikutnya, bekas istri-istri Mahakala mengundang Sang Buddha bersama murid-murid-Nya ke rumah mereka, dengan harapan mereka dapat melakukan hal yang sama terhadap Mahakala. Setelah berdana makanan, mereka meminta kepada Sang Buddha untuk membiarkan Mahakala tinggal sendirian untuk melakukan pelimpahan jasa (anumodana). Sang Buddha mengabulkan. Bersama murid-murid lain beliau meninggalkan tempat tersebut. Sewaktu tiba di pintu gerbang dusun, para bhikkhu mengungkapkan kekhawatiran dan keprihatinan mereka. Mereka merasa khawatir karena Mahakala telah diijinkan untuk tinggal sendiri. Mereka merasa takut kalau terjadi sesuatu, seperti Culakala saudaranya, sehingga Mahakala juga akan memutuskan untuk meninggalkan pasamuan bhikkhu, kembali hidup bersama bekas istri-istrinya. Terhadap hal ini, Sang Buddha menjelaskan bahwa kedua saudara itu tidak sama. Culakala masih menuruti kesenangan nafsu keinginan, malas, dan lemah; dia seperti pohon lapuk. Mahakala sebaliknya. Tekun, mantap, dan kuat dalam keyakinannya terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha; dia seperti gunung karang.

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Mahakala dan Culakala adalah dua saudagar bersaudara dari kota Setabya. Suatu ketika dalam perjalanan membawa barang-barang dagangannya, mereka berkesempatan untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah mendengarkan khotbah tersebut, Mahakala memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai salah satu anggota pasamuan bhikkhu. Culakala juga ikut bergabung dalam anggota Sangha, tetapi dengan tujuan berkenalan dengan para bhikkhu dan menjaga saudaranya. Mahakala bersungguh-sungguh dalam latihan pertapaannya di kuburan (Sosanika Dhutanga), dan tekun bermeditasi dengan objek kelapukan dan ketidak-kekalan. Akhirnya ia memperoleh “Pandangan Terang” dan mencapai tingkat kesucian arahat. Di dalam perjalanan-Nya, Sang Buddha bersama murid-murid-Nya, termasuk Mahakala dan Culakala, singgah di hutan Simsapa, dekat Setabya. Ketika berdiam di sana, bekas istri-istri Culakala mengundang Sang Buddha beserta murid-murid beliau ke rumah mereka untuk menerima dana makanan. Culakala sendiri terlebih dulu pulang untuk mempersiapkan tempat duduk bagi Sang Buddha dan murid-murid-Nya. Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh bekas istri-istri Culakala untuk merayunya, agar ia mau kembali kepada mereka. “Kakanda, alangkah kurusnya engkau sekarang. Tentu selama ini kakanda sangat menderita. Mari, adinda bersedia memijit kakanda untuk menghilangkan lelah, seperti dahulu kala. O, kakanda, marilah kita bergembira seperti dahulu lagi.” Pada dasarnya Culakala memang tidak tekun dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kewajibannya sebagai bhikkhu. Mendengar berbagai rayuan dan rangsangan, batinnya tidak kuat. Nafsunya tergugah, tanpa pikir panjang lagi dilemparkannya jubahnya dan kembalilah ia kepada kehidupan duniawi, sebagai perumah tangga. Melihat para istri Culakala berhasil mendapatkan suaminya kembali, para istri Mahakala pun tidak mau kalah. Pada hari berikutnya, bekas istri-istri Mahakala mengundang Sang Buddha bersama murid-murid-Nya ke rumah mereka, dengan harapan mereka dapat melakukan hal yang sama terhadap Mahakala. Setelah berdana makanan, mereka meminta kepada Sang Buddha untuk membiarkan Mahakala tinggal sendirian untuk melakukan pelimpahan jasa (anumodana). Sang Buddha mengabulkan. Bersama murid-murid lain beliau meninggalkan tempat tersebut. Sewaktu tiba di pintu gerbang dusun, para bhikkhu mengungkapkan kekhawatiran dan keprihatinan mereka. Mereka merasa khawatir karena Mahakala telah diijinkan untuk tinggal sendiri. Mereka merasa takut kalau terjadi sesuatu, seperti Culakala saudaranya, sehingga Mahakala juga akan memutuskan untuk meninggalkan pasamuan bhikkhu, kembali hidup bersama bekas istri-istrinya. Terhadap hal ini, Sang Buddha menjelaskan bahwa kedua saudara itu tidak sama. Culakala masih menuruti kesenangan nafsu keinginan, malas, dan lemah; dia seperti pohon lapuk. Mahakala sebaliknya. Tekun, mantap, dan kuat dalam keyakinannya terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha; dia seperti gunung karang.

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Suatu waktu, bhikkhu-bhikkhu Kosambi terbentuk menjadi dua kelompok. Kelompok yang satu pengikut guru ahli vinaya, sedang kelompok lain pengikut guru ahli Dhamma. Mereka sering berselisih paham sehingga menyebabkan pertengkaran. Mereka juga tak pernah mengacuhkan nasehat Sang Buddha. Berkali-kali Sang Buddha menasehati mereka, tetapi tak pernah berhasil, walaupun Sang Buddha juga mengetahui bahwa pada akhirnya mereka akan menyadari kesalahannya. Maka Sang Buddha meninggalkan mereka dan menghabiskan masa vassa-Nya sendirian di hutan Rakkhita dekat Palileyyaka. Di sana Sang Buddha dibantu oleh gajah Palileyya. Umat di Kosambi kecewa dengan kepergian Sang Buddha. Mendengar alasan kepergian Sang Buddha, mereka menolak memberikan kebutuhan hidup para bhikkhu di Kosambi. Karena hampir tak ada umat yang menyokong kebutuhan para bhikkhu, mereka hidup menderita. Akhirnya mereka menyadari kesalahan mereka, dan menjadi rukun kembali seperti sebelumnya. Namun, umat tetap tidak memperlakukan mereka sebaik seperti semula, sebelum para bhikkhu mengakui kesalahan mereka di hadapan Sang Buddha. Tetapi, Sang Buddha berada jauh dari mereka dan waktu itu masih pada pertengahan vassa. Terpaksalah para bhikkhu menghabiskan vassa mereka dengan mengalami banyak penderitaan. Di akhir masa vassa, Yang Ariya Ananda bersama banyak bhikkhu lainnya pergi menemui Sang Buddha, menyampaikan pesan Anathapindika serta para umat yang memohon Sang Buddha agar pulang kembali. Demikianlah, Sang Buddha kembali ke Vihara Jetavana di Savatthi. Di hadapan beliau para bhikkhu berlutut dan mengakui kesalahan mereka. Sang Buddha mengingatkan, bahwa pada suatu saat mereka semua pasti mengalami kematian, oleh karena itu mereka harus berhenti bertengkar dan jangan berlaku seolah-olah mereka tidak akan pernah mati.

  • @Guabapakluanjing
    @Guabapakluanjing 6 месяцев назад

    Allah 😢😢😢

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Ada seorang laki-laki perumah tangga mempunyai istri yang mandul. Karena merasa mandul dan takut diceraikan oleh suaminya, ia menganjurkan suaminya untuk menikah lagi dengan wanita lain yang dipilih olehnya sendiri. Suaminya menyetujui dan tak berapa lama kemudian isteri muda itu mengandung. Ketika isteri mandul itu mengetahui bahwa madunya hamil, ia menjadi tidak senang. Dikirimkannya makanan yang telah diberi racun, sehingga isteri muda itu keguguran. Demikian pula pada kehamilan yang kedua. Pada kehamilannya yang ketiga, isteri muda itu tidak memberi tahu kepada isteri tua. Karena kondisi phisiknya kehamilan itu diketahui juga oleh isteri tua. Berbagai cara dicoba oleh isteri tua itu agar kandungan madunya itu gugur lagi, yang akhirnya menyebabkan isteri muda itu meninggal pada saat persalinan. Sebelum meninggal, wanita malang itu dengan hati yang dipenuhi kebencian bersumpah untuk membalas dendam kepada isteri tua. Maka permusuhan itu pun dimulai. Pada kelahiran berikutnya, isteri tua dan isteri muda tersebut terlahir sebagai seekor ayam betina dan seekor kucing. Kemudian terlahir kembali sebagai seekor macan tutul dan seekor rusa betina, dan akhirnya terlahir sebagai seorang wanita perumah tangga di kota Savatthi dan peri yang bernama Kali. Suatu ketika sang peri (Kalayakkhini) terlihat sedang mengejar-ngejar wanita tersebut dengan bayinya. Ketika wanita itu mendengar bahwa Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma di Vihara Jetavana, ia berlari ke sana dan meletakkan bayinya di kaki Sang Buddha sambil memohon perlindungan. Sedangkan Yakkhini tertahan di depan pintu vihara oleh dewa penjaga vihara. Akhirnya Yakkhini diperkenankan masuk, dan kedua wanita itu diberi nasehat oleh Sang Buddha. Sang Buddha menceritakan asal mula permusuhan mereka pada kehidupan lampau, yaitu sebagai seorang isteri tua dan isteri muda dari seorang suami, sebagai seekor ayam betina dan seekor kucing, sebagai seekor macan tutul dan seekor rusa betina. Mereka telah dipertemukan untuk melihat bahwa kebencian hanya dapat menyebabkan kebencian yang makin berlarut-larut, tetapi kebencian akan berakhir melalui persahabatan, kasih sayang, saling pengertian, dan niat baik.

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Tissa adalah putera kakak perempuan dari ayah Pangeran Siddhattha. Ia menjadi bikkhu pada usia yang telah lanjut, dan suatu saat tinggal bersama-sama Sang Buddha. Walau baru beberapa tahun menjalani kebhikkhuannya, ia bertingkah laku seperti bhikkhu senior dan senang mendapat penghormatan serta pelayanan dari bhikkhu-bhikkhu yang berkunjung kepada Sang Buddha. Sebagai bhikkhu yunior, ia tidak melaksanakan semua kewajibannya, di samping itu ia juga sering bertengkar dengan bhikkhu-bhikkhu muda lainnya Suatu ketika seorang bhikkhu muda menegur kelakuannya. Hal itu membuat bhikkhu Tissa sangat kecewa dan sedih, dan kemudian ia melaporkan hal itu kepada Sang Buddha. Bhikkhu-bhikkhu lain yang mengetahui permasalahan tersebut, mengikutinya untuk memberikan keterangan yang benar kepada Sang Buddha jika dibutuhkan. Sang Buddha, yang telah mengetahui kelakuan bhikkhu Tissa menasehatinya agar ia mau mengubah kelakuannya, tidak memiliki pikiran membenci.

  • @ahmadfauzilfadli7298
    @ahmadfauzilfadli7298 6 месяцев назад

    Music yang terdengar familiar

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Tissa adalah putera kakak perempuan dari ayah Pangeran Siddhattha. Ia menjadi bikkhu pada usia yang telah lanjut, dan suatu saat tinggal bersama-sama Sang Buddha. Walau baru beberapa tahun menjalani kebhikkhuannya, ia bertingkah laku seperti bhikkhu senior dan senang mendapat penghormatan serta pelayanan dari bhikkhu-bhikkhu yang berkunjung kepada Sang Buddha. Sebagai bhikkhu yunior, ia tidak melaksanakan semua kewajibannya, di samping itu ia juga sering bertengkar dengan bhikkhu-bhikkhu muda lainnya Suatu ketika seorang bhikkhu muda menegur kelakuannya. Hal itu membuat bhikkhu Tissa sangat kecewa dan sedih, dan kemudian ia melaporkan hal itu kepada Sang Buddha. Bhikkhu-bhikkhu lain yang mengetahui permasalahan tersebut, mengikutinya untuk memberikan keterangan yang benar kepada Sang Buddha jika dibutuhkan. Sang Buddha, yang telah mengetahui kelakuan bhikkhu Tissa menasehatinya agar ia mau mengubah kelakuannya, tidak memiliki pikiran membenci.

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Brahmana Adinnapubbaka mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan. Selesai makan, ia bertanya, “Bhante, apakah seseorang dapat, atau tidak dapat, terlahir di alam surga; hanya karena berkeyakinan terhadap Buddha tanpa berdana dan tanpa melaksanakan moral (sila)?” Sang Buddha tersenyum mendengar pertanyaan itu. Kemudian Beliau memanggil dewa Matthakundali agar menampakkan dirinya. Matthakundali segera menampakkan diri, tubuhnya dihiasi dengan perhiasan surgawi, dan menceritakan kepada orang tua dan sanak keluarganya yang hadir, bagaimana ia dapat terlahir di alam surga Tavatimsa. Orang-orang yang memperhatikan dewa tersebut menjadi kagum, bahwa anak brahmana Adinnapubbaka mendapatkan kemuliaan hanya dengan keyakinan terhadap Sang Buddha. Pertemuan diakhiri oleh Sang Buddha dengan membabarkan syair kedua berikut ini: Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya.

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges 6 месяцев назад

    Suatu hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki, Sang Thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan Sang Thera bermaksud mengunjunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat Sang Thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati. “Iiih…, mengapa banyak serangga yang mati di sini?” seru seorang bhikkhu. “Aah, jangan jangan…”, celetuk yang lain. “Jangan-jangan apa?” sergah beberapa bhikkhu. “Jangan-jangan ini perbuatan Sang Thera!” jawabnya. “Kok bisa begitu?” tanya yang lain lagi. “Begini, sebelum Sang Thera berdiam disini, tak ada kejadian seperti ini. Mungkin Sang Thera terganggu oleh serangga-serangga itu. Karena jengkelnya ia membunuhinya.” “Itu berarti ia melanggar vinaya, maka perlu kita laporkan kepada Sang Buddha!” seru beberapa bhikkhu. “Benar, mari kita laporkan kepada Sang Buddha, bahwa Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya”, timpal sebagian besar dari bhikkhu tersebut. Alih-alih dari mengunjungi sang thera, para bhikkhu itu berubah haluan, berbondong-bondong menghadap Sang Buddha untuk melaporkan temuan mereka, bahwa “Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya!” Mendengar laporan para bhikkhu, Sang Buddha bertanya, “Para bhante, apakah kalian telah melihat sendiri pembunuhan itu?” “Tidak bhante”, jawab mereka serempak. Sang Buddha kemudian menjawab, “Kalian tidak melihatnya, demikian pula Cakkhupala Thera juga tidak melihat serangga-serangga itu, karena matanya buta. Selain itu Cakkhupala Thera telah mencapai kesucian arahat. Ia telah tidak mempunyai kehendak untuk membunuh.” “Bagaimana seorang yang telah mencapai arahat tetapi matanya buta?” tanya beberapa bhikkhu. Maka Sang Buddha menceritakan kisah di bawah ini: Pada kehidupan lampau, Cakkhupala pernah terlahir sebagai seorang tabib yang handal. Suatu ketika datang seorang wanita miskin. “Tuan, tolong sembuhkanlah penyakit mata saya ini. Karena miskin, saya tak bisa membayar pertolongan tuan dengan uang. Tetapi, apabila sembuh, saya berjanji dengan anak-anak saya akan menjadi pembantu tuan”, pinta wanita itu. Permintaan itu disanggupi oleh sang tabib. Perlahan-lahan penyakit mata yang parah itu mulai sembuh. Sebaliknya, wanita itu menjadi ketakutan, apabila penyakit matanya sembuh, ia dan anak-anaknya akan terikat menjadi pembantu tabib itu. Dengan marah-marah ia berbohong kepada sang tabib, bahwa sakit matanya bukannya sembuh, malahan bertambah parah. Setelah diperiksa dengan cermat, sang tabib tahu bahwa wanita miskin itu telah berbohong kepadanya. Tabib itu menjadi tersinggung dan marah, tetapi tidak diperlihatkan kepada wanita itu. “Oh, kalau begitu akan kuganti obatmu”, demikian jawabnya. “Nantikan pembalasanku!” serunya dalam hati. Benar, akhirnya wanita itu menjadi buta total karena pembalasan sang tabib. Sebagai akibat dari perbuatan jahatnya, tabib itu telah kehilangan penglihatannya pada banyak kehidupan selanjutnya. Mengakhiri ceritanya, Sang Buddha kemudian membabarkan syair di bawah ini: Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya. Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, di antara para bhikkhu yang hadir ada yang terbuka mata batinnya dan mencapai tingkat kesucian arahat dengan mempunyai kemampuan batin analitis ‘Pandangan Terang’ (pati-sambhida).

  • @merryarlita3283
    @merryarlita3283 6 месяцев назад

    Adam dan hawa aja keluar dri surga..nnti kita pun bisa keluar dri surga..

  • @Betisriirawati-kf1lp
    @Betisriirawati-kf1lp 6 месяцев назад

    Subhanalloh walhamdulilla walaailahailalloh wawAllohu akbar

  • @heniaqila4902
    @heniaqila4902 7 месяцев назад

    Bermanfaat buat saya terimakasih

  • @Inspiratifislam.
    @Inspiratifislam. 7 месяцев назад

    Subhanaallah

  • @dwibudisetiawan8824
    @dwibudisetiawan8824 8 месяцев назад

    Sepersekian detik,,, otak mengambil keputusan bukan dari kita,,, tp Allah

  • @Asfari-rc8ss
    @Asfari-rc8ss 8 месяцев назад

    Ya allah bener sekali 😢 ku kira ini penyiksaan..ternyata ini teguran untuk kesadaran ,bukan kah KAU telah banyak memberikan ku nikmat,bukan kah nikmat MU ini tak terbatas ,bukan kah sehat ini termasuk nikmat mu,bukan kah melihat ini juga termasuk nikmatmu ,lantas mengapa hati kami sedikit sekali bersukur kepadamu,bahkan yg KAU larang kami melakukan nya,tapi masih engkau beri nikmat kepada kami,sungguh kami menyadari hal ini ya Rab,ampuni kami,berikan kami hidayah mu untuk tetap Istiqomah di jalan mu,dan kami memohon kepadaMu bimbing kami,tak ada yang patut kami meminta kepada yg lain selain diriMu. #kesadarandiri

  • @coll_hot5888
    @coll_hot5888 9 месяцев назад

    Benar adanya

  • @coll_hot5888
    @coll_hot5888 9 месяцев назад

    Mohon shera tuan

  • @coll_hot5888
    @coll_hot5888 9 месяцев назад

    Aiiwaa

  • @coll_hot5888
    @coll_hot5888 9 месяцев назад

    Aiiwaa

  • @Muhamad-jh3hj
    @Muhamad-jh3hj 10 месяцев назад

    Benar kata katA ini pernah aku rasakan jalan terus meskipun situasi itu datanq karena badai pastiberlalu sesulit apapun masalah kita janqnqan lari dan sembunyi nanti masalah itu akan berahir denqnqan leqa❤

  • @HomeiLie
    @HomeiLie Год назад

    Sangat bagus 👍

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges Год назад

    Keharmonisan dengan Alam Semesta: Dalam Kejawen, doa dianggap sebagai salah satu cara untuk menciptakan dan memelihara keseimbangan dan harmoni dengan alam semesta

  • @Musicspiritlounges
    @Musicspiritlounges Год назад

    Rabiah al-Adawiyyah adalah seorang tokoh sufi terkenal dalam sejarah Islam yang lahir sekitar tahun 717 Masehi di Basra, Irak. Ia dikenal karena ketekunannya dalam ibadah, konsep cinta ilahi, penolakan terhadap dunia duniawi, dan puisi-puisinya yang indah. Ajarannya memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sufisme di dunia Islam. Rabiah al-Adawiyyah meninggal sekitar tahun 801 Masehi.

  • @zainalak7901
    @zainalak7901 Год назад

    ini judul asli insturmennya apa ya ?. adem sekali saya sudah cek di yt aliginanjar gin gak ketemu

  • @Dandanomah
    @Dandanomah Год назад

    ❤❤